Quantcast
Channel: Tammim Syafi'i
Viewing all 249 articles
Browse latest View live

STRATEGI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN KECERDASAN SPIRITUAL

$
0
0


STRATEGI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
(Studi Kecerdasan Spiritual pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam)
Oleh:
IMAM SYAFI’I
(2052115026)
Kelas: B
Mahasiswa Pascasarjana STAIN Pekalongan
 Tahun 2016

ABSTRAK
Era globalisai yang melanda dunia saat ini sangat memerlukan SDM yang unggul dan handal. Kenyataan yang dijumpai mengindikasikan bahwa fungsi pendidikan sebagai pembentuk kepribadian telah mengalami degradasi nilai atau sikap di dalam praktik pendidikan. Taksonomi untuk mencapai tujuan pendidikan sebagai bingkai wilayah kepribadian manusia yakni membentuk sikap (affective domain), mengembangkan pengetahuan (cognitive domain), serta melatih ketrampilan (psychomotor domain), tampaknya belum menjadi domain yang utuh dalam tataran outcomes pendidikan. Bahkan dalam praktik domain cognitive lebih dipentingkan dari pada domain yang lainnya. Seolah kepribadian manusia hanya berhubungan dengan kecerdasan intelektualnya semata-mata. Padahal, seseorang dengan IQ tinggi tidak menjamin mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi, kecuali ia juga memiliki piranti kecerdasan, yaitu kecerdasan emosional dan spiritual, atau bentuk kecerdasan jamak lainnya yang tinggi.

Kata Kunci: Strategi, Pendidiakan, Kecerdasan Spiritual, dan Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan adalah cermin kepribadian bangsa, hal ini tentunya esensial dengan amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah “menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Yuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tapi apa yang terjadi pada penerapannya sistem pendidikan pada saat ini yang lebih berorientasi pada pengembangan kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) saja, dimensi kecerdasan yang lain seperti kecerdasan spiritual (SQ) di marginalkan. Padahal, Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) sudah kita pahami pengertiannya serta bagaiamana keduanya apabila bersinergi. Namun apabila kedua kecerdasan terebut tidak disinergikan dengan SQ maka bisa berakibat fatal. SQ sendiri bukanlah menjadi “ahli petapa”, duduk termenung dan diam menikmati indahnya spiritualitas.
Seseorang bisa saja sukses dengan mempunyai kecerdasan IQ dan SQ, seorang penipu atau yang lebih popular saat ini adalah para koruptor, tentunya dia harus cerdas dan jago bersrategi, untuk itu diperlukan IQ. Sementara untuk uji “timing” dalam pelaksanaan strategi, bernegosiasi, berkomunikasi, dan mampu merebut hati orang agar mau di ajak berspekulasi dan berkompromi dengannya di perlukanlah EQ. semangat juang tinggi, mereka selalu tampak prima dan percaya diri namun niat dan ahklaknya sangat buruk, itulah bentuk IQ, EQ bila tidak memiliki SQ.
Bahkan menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah dalam EQ yang dijiwai dengan SQ. Banyak orang yang di PHK bukan karna tidak mampu melakukan pekerjaan dengan baik, bukan karna tidak mampu mengoprasikan sesuatu dan bukan karna tidak mampu berkomunikasi dengan baik namun karna mereka tidak memiliki intergritas, tidak jujur, tidak bertangung jawab dan tidak amanah pada pekerjaanya. Itu karena mereka tidak mempunyai keseimbangan dalam tiga kecerdasan IQ , EQ, dan SQ. Ketiga kecerdasan ini, terutama Kecerdasan Spiritual (SQ) harus di sinergikan dengan kondisi pendidikan pada saat ini sehingga kepribadian peserta didik dapat terbentuk dengan baik.
A.      Pengertian Strategi, Pembelajaran, Kecerdasan Spiritual
Strategi dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of activietis designed to achieves a particular educational goal.[1]Kata “strategi” dalam kamus Bahasa Indonesia mempunyai arti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.[2]Strategi juga dapat diartikan sebgai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[3]
Jadi dapat disimpulkan bahwa Strategi adalah suatu perencanaan, metode atau berbagai aktivitas yang dirancang khusus untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kemudian pembelajaran merupakan aktivitas atau proses yang sistematis dan sistemik yang terdiri atas beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain: tujuan pembelajaran, guru, siswa, perencanaan pembelajaran sebagai segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.[4]Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi bahwa pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.[5]
Jadi pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau yang lain untuk membelajarkan siswa yang belajar.
Sedangkan kecerdasan spiritual secara bahasa adalah batin, kejiwaan, moral dan rohani. Spiritual berasal dari kata spirit, yang mempunyai beberapa arti yaitu arwah, hantu, peri, orang, kelincahan, makna, moral, cara berpikir, semangat keberanian, sukma dan tabi’at, dari kedua belas arti tersebut dapat dipersempit lagi menjadi tiga macam arti yaitu berkaitan dengan “moral”, “semangat”, dan “sukma”.[6]Menurut al-Ghazali kata spiritual dapat diartikan menjadi empat istilah yaitu al-Qalb, al-Ruh, an-Nafs, al-Aql.[7]
Selain itu Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapai persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.[8]
Jadi kecerdasan spiritual dapat disimpulkan sebagai cara berpikir seseorang yang berkaitan dengan value dalam menempatkan perilaku dalam kehidupan yang lebih bermakna.

B.       Perbedaan SQ, IQ dan EQ
Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang “cerdas” dalam mengelola dan mempergunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual di sini meliputi hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) yang memotivasi kehidupan manusia untuk senantiasa mencari makna hidup (the meaning of life) dan mendambakan hidup bermakna (the meaningful life).[9] SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.[10]
Para ahli menyatakan bahwa tingkat perkembangan IQ berbeda dengan perkembangan SQ. Tingkat kecerdasan IQ relatif tetap sedangkan kecerdasan SQ dapat meningkat sepanjang hidup manusia.[11]
Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak umat manusia untuk ‘cerdas’ dalam memilih atau memeluk salah satu agama yang dianggap benar. Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana seseorang ‘cerdas’ dalam mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya.
Kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Acapkali mereka memiliki sikap fanatisme, eksklusivisme, dan intoleranansi terhadap pemeluk agama lain, sehingga mengakibatkan permusuhan dan peperangan. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya insklusif, setuju dalam perbedaan (agree in disagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna “spirituality” (keruhanian) di sini tidak selalu berarti agama atau bertuhan.[12]
Melalui penggunaan kecerdasan spiritual kita secara lebih terlatih dan melalui kejujuran serta keberanian diri yang dibutuhkan bagi pelatihan semacam itu, kita dapat berhubungan kembali dengan sumber dan makna terdalam di dalam diri kita. Kita dapat menggunakan penghubungan itu untuk mencapai tujuan dan proses yang lebih luas dari diri kita. Dalam pengabdian semacam itu, kita akan menemukan keselamatan kita. Keselamatan terdalam kita mungkin terletak pada pengabdian imajinasi kita sendiri yang dalam.[13]
Menurut saran Ian Marshall dan Danah Zohar, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan SQ, antara lain:
1.    Selalu menyadari di mana saat ini saya berada (menyadari keadaan diri). Ketahuilah diri anda di mana saat ini berada dan kemana arah yang anda tuju
2.    Punya kemauan keras untuk berubah kearah yang lebih bagus. Munculkan berbagai ide untuk memperbaiki diri anda
3.    Selalu menggali sumber motivasi ke dalam diri. Misalnya memperjelas visi hidup, menghayati misi hidup, memperjelas tujuan hidup
4.    Selalu mengusahakan solusi atas setiap masalah yang muncul
5.    Selalu mengeksplorasi kemungkinan dan peluang untuk meraih kemajuan
6.    Milikilah komitmen untuk berjalan di atas jalan yang sudah kita pilih (jalan yang tidak melanggar kebenaran atau jalan yang lurus)
7.    Selalu sadar bahwa di dunia tidak hanya ada satu jalan untuk meraih keinginan
Selain ketujuh hal di atas, ada juga yang perlu kita lakukan untuk mengembangkan SQ ini, yaitu memunculkan motivasi positif dan melawan motivasi negatif.[14]
Kita harus memahami bahwa ada banyak jalan untuk menjadi cerdas secara spiritual. Semua aktivitas yang kita lakukan pasti lebih efektif jika dikerjakan dengan SQ tinggi, sehingga kita akan lebih puas dalam menjalani hidup. Memanfaatkan dan  meningkatkan SQ bukan pula sekadar salah satu jenis aktivitas. Sebaliknya, SQ suatu aktivitas diukur melalui kedalaman dari motivasi bagi aktivitas tersebut, apapun itu, selama aktivitas itu timbul dari suatu hasrat yang terpusat, dari motivasi dan nilai-nilai kehidupan kita yang paling dalam.[15]
Kemudian kecerdasan intelektual dapat diartikan sebagai kecerdasan yang berhubungan dengan proses kognitif seperti berpikir, daya menghubungkan, dan menilai atau memperhitungkan sesuatu atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika.[16]
Ada beberapa indikator yang menunjukkan hadirnya kecerdasan intelektual dalam diri seseorang, diantaranya:
a.    Kerja akal/pikir senantiasa dalam koordinasi nurani
b.    Buah pemikiran mudah dipahami dan diamalkan.
c.    Buah pikiran bersifat kausalitatif, artinya memiliki kemampuan mengetahui, memahami, dan menganalisis hakikat dari suatu masalah, kejadian atau peristiwa.
d.   Buah pikiran bersifat solutif, artinya memiliki kemampuan menggunakan akal pikiran dalam memecahkan masalah yang dihadapi, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.[17]
EQ adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi adalah pada kejujuran seseorang pada suara hati.[18]Emotional Quotient (EQ) merupakan kecerdasan emosional, artinya kemampuan untuk menggunakan otak (berpikir atau menalar) dengan melibatkan emosi, indera, untuk menggerakkan diri sendiri menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang harus dihadapi, dan dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman.
Goleman mendefinisikan emosi dengan perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.[19] Menurut Goleman, yang dimaksud kecerdasan emosional itu adalah: kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.[20]
Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja dari otak kanan, sedang kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja otak kiri. Menurut DePorter dan Hernacki, otak kanan manusia memiliki cara kerja yang acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik, sedangkan otak kiri memiliki cara kerja yang logis, sekuensial, rasional, dan linier. Kedua belahan otak ini harus diperankan sesuai dengan fungsinya, sebab jika tidak maka masing-masing belahan akan menganggu pada belahan lain.[21]
EQ memiliki empat pilar utama yang bisa kita jadikan pedoman. Keempat pilar itu oleh Steve Hein disingkat dengan sebutan B.A.R.E yang isinya adalah:
B = balance (keseimbangan diri)
A = awareness (kesadaran diri)
R = responsibility (tanggung jawab)
E = emphaty (empati)
Dari keempat hal di atas yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan EQ, yaitu:
1.    Belajar menjaga keseimbangan
2.    Belajar mempertebal kesadaran diri
3.    Belajar meningfkatkan rasa tanggung jawab
4.    Belajar berempati[22]
C.      Komponen/ Karakteristik Kecerdasan Spiritual
Prof. Dr. KH. Jalaluddin Rahmat mengutip lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Robert A. Emmons, dalam bukunya “The Psychology of Ultimate Concern” :
1.    Mampu untuk mentransendensikan yang fisik dan material.
2.    Mampu untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak.
3.    Mampu untuk menyakralkan pengalaman sehari-hari.
4.    Mampu untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah.
5.    Kemampuan untuk berbuat baik.
Dua karakteristik yang pertama sering di sebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hanya secara rasional atau emosional saja. Dia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Dia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks kitab suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk melakukan definisi situasi.
Pengembangan kecerdasan spiritual dalam proses pendidikan anak dapat dilakukan sedini agar dapat memperoleh kelima kemampuan di atas tersebut. Prof. Dr. KH. Jalaluddin Rahmat menyarankan kepada orang tua dan guru dengan memberikan sepuluh kiat mengembangkan SQ anak sebagai berikut:
1.    Jadilah kita “Gembala Spiritual” yang baik untuk anak.
2.    Bantulah anak untuk merumuskan “misi” hidupnya.
3.    Baca kitab suci bersama-sama dan jelaskan maknanya dalam kehidupan.
4.    Ceritakan kisah-kisah agung dari tokoh-tokoh spiritual.
5.    Diskusikan berbagai persoalan dari segala perspektif.
6.    Libatkan anak dalam kegiatan-kegiatan ritual keagamaan.
7.    Bacakan puisi-puisi atau lagu-lagu yang spiritualis dan inspirasional.
8.    Bawa anak untuk menikmati keindahan alam.
9.    Bawa anak ke tempat-tempat yang menderita.
10.                        Ikut sertakan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial.[23]
D.      Urgensi Kecerdasan Spiritual
Orang yang memiliki SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang poisitif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tingkatan positif. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual selalu diliputi oleh kebahagiaan karena penerimaan dan pemaknaan terhadap dirinya.[24]
Jadi melalui penggunaan kecerdasan spiritual peserta didik secara utuh terlatih dan melalui kejujuran dan keberanian diri yang dibutuhkan bagi pelatih semacam itu, kita dapat terhubung kembali dengan sumber dan makna terdalam dalam diri peserta didik, peserta didik dapat menggunakan perhubungan itu untuk mencapai tujuan dan proses yang jauh lebih luas.

E.       Rancangan Pembelajaran dan Strategi Kecerdasan Spiritual
Proses pembelajaran kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan metode dan praktik sederhana misalnya diskusi interaktif, menghindarkan celaan kepada siswa, bila ada masalah diselesaikan dengan solusi menang-menang (win-win solution), mengembangkan toleransi yang tulus (belajar menerima orang lain apa adanya), dan banyak cara lagi. Semuanya dapat diserap melalui proses pembelajaran pada setiap bidang studi, guru tidak terlalu letih berceramah sepanjang jam pelajaran, karena dalam kenyataan masih ada guru yang merasa sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam konsep belajar yang berpusat pada siswa, guru berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan sebagai model.[25]
Strategi pembelajaran kecerdasan spiritual dapat dimodifikasi sedimian rupa melalui berbagai kegiatan yang aplikatif dan tepat sasaran dalam menuntun akhlak sehari-hari peserta didik. Pengembangan “kantin kejujuran” di sejumlah sekolah misalnya, adalah bentuk terobosan kegiatan pendidikan spiritual. Di sejumlah madrasah bahkan telah pula dikembangkan “kelas kejujuran” dimana siswa terbiasa mengerjakan soal-soal ujian tanpa pengawasan guru. Semua upaya tersebut akan bermanfaat bagi pengembangan kecerdasan spiritual peserta didik. Tentu saja masih perlu pengembangan model pendidikan dan pembelajaran spiritual yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan.[26]





F.       Daftar Pustaka
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada.

Ali, Mohammad. Tt. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: menuju Bangsa Indonesi yang mandiri dan berdaya saing tinggi, (Jakarta: PT. Grasindo.

AN. Ubaedy. 2010. Jangan Cuma berserah diri: Temukan Takdir Anda dengan Menggali dan Melesatkan Bakat serta Potensi Diri. Yogyakarta: Sakanta Publisher.

Baharuddin, 2005. Aktualisasi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bakran, Hamdani Adz-Zakiey. 2005. Prophetik Intelligent: menumbuhkan Potensi Hakiki Insani melalui Pengembangan Kesehatan Rohani. Yogyakarta: Islamika.

David, JR. dalam Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.cet. V. Jakarta: Kencana.

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. cet. VII. Jakarta: Bumi Aksara.

Imam al-Ghazali, 1995. Minhajul Abdidin (Petunjuk Ahli Ibadah). Surabaya: Mutiara Ilmu.


Kurniasih, Imas. 2010. Mendidik SQ Anak menurut Nabi Muhammad SAW. Yogyakarta: Pustaka Marwa.

Mujib, Abdul dan Mudzakir, Yusuf. Tt. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam.

Salati, Suriansyah. 2009. Hakikat IQ, EQ, dan SQ dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam. Banjarmasin: Antasari Press.

Syamsuddin, Abin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Rosda Karya Remaja.

Zohar, Danah dan Marshal, Ian. 2002.SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan terj. Rahmani Astuti, dkk. Bandung: Mizan.

Zohar, Danah dan Marshal, Ian. 2003. Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan.


[1]J.R. David dalam Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet. V; (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 126.
[2]Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar, (Jakarta: PT. Indahjaya Pratama, 2009), hlm. 751.
[3]Abin Syamsuddin, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Rosda Karya Remaja, 2003), hlm. 69.
[4]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, cet. VII, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 77.
[5]KBBI Offline, Versi 1.1, Freeware @2010, Ebta Setiawan.
[6]Qonita Alya, Op. cit., hlm. 748.
[7]Imam al-Ghazali, Minhajul Abdidin (Petunjuk Ahli Ibadah), (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), hlm. 117.
[8]Danah Zohar dan Ian Marshal, Kecerdasan Spiritual. (Bandung: Mizan, 2003).
[9]Suriansyah Salati, Hakikat IQ, EQ, dan SQ dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2009), hlm. 28.
[10]Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2001), hlm. 9.
[11]Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 215.
[12]Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, hlm. 325.
[13]Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan terj. Rahmani Astuti, dkk. (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 15.
[14]AN. Ubaedy, Jangan Cuma berserah diri: Temukan Takdir Anda dengan Menggali dan Melesatkan Bakat serta Potensi Diri, (Yogyakarta: Sakanta Publisher, 2010), hlm. 87-92.
[15] Danah Zohar dan Ian Marshal, Op. cit., hlm. 199.
[16]Suriansyah Salati, Op. cit., hlm. 15.
[17]Hamdani Bakran Adz-Zakiey, Prophetik Intelligent: menumbuhkan Potensi Hakiki Insani melalui Pengembangan Kesehatan Rohani, (Yogyakarta: Islamika, 2005), hlm. 660-675.
[18]Ary Ginanjar Agustian, loc. cit., …
[19]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Op. cit., hlm. 320.
[20]Suriansyah Salati, Op. cit., hlm. 23.
[21]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Op. cit., hlm. 321.
[22]AN. Ubaedy, loc. cit., …
[23]Imas Kurniasih, Mendidik SQ Anak menurut Nabi Muhammad SAW, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2010), hlm. 43-47.
[24]Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: menuju Bangsa Indonesi yang mandiri dan berdaya saing tinggi, (Jakarta: PT. Grasindo, tt), hlm. 142.
[25]Ibid., hlm. 143.
[26]Ibid., hlm. 143-144.

SEJARAH DAN KONTRIBUSI PESANTREN DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI NUSANTARA

$
0
0


SEJARAH DAN KONTRIBUSI PESANTREN
DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI NUSANTARA
(Studi Historis dan Aplikatif)

Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
STAIN Pekalongan
2015

ABSTRAK
Praktik pendidikan Islam di Nusantara telah berlangsung lama, tepatnya sejak Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke-15 yang lalu. Kajian tentang pendidikan Islam di Nusantara masih sangat terbatas dibanding kajian ke-Islaman lainnya. Tulisan ini akan menyajikan studi historis dan aplikatif pendidikan Islam di Nusantara, khususnya pada masa kolonial Belanda. Kajian ini dilakukan dengan survey terhadap sejumlah buku Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Kajian ini diarahkan terhadap buku-buku yang memberikan informasi ilmiah tentang sejarah dan kontribusi pesantren dalam pendidikan Islam di Nuasantara.
Kajian ini menggunakan metode deskriptif-analistis-kritis terhadap kajian sejarah dan kontribusi pesantren dalam pendidikan di Nusantara dengan menggunakan sumber primernya adalah buku karya Zamakhzyari Dhofier yang berjudul “Tradisi Pesantren”.
Hasil kajian ini dapat memberikan gambaran tentang sejarah, sistem pendidikan dan pengajaran, karakteristik dan metode pembelajaran serta kontribusi dari pesantren yang ada di Nusantara. kemudian dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan yang bersifat universal serta dikritisi agar dapat dimanfaatkan kelebihan dan mengganti kekurangan yang ada di pesantren dengan sesuatu yang lebih baik demi kemaslahatan ummah.

Kata Kunci: Sejarah, Kontribusi, Pesantren dan Pendidikan Islam di Nusantara.

Keberadaan pondok pesantren dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mempengaruhi. Sebagian besar pesantren berkembang dari adanya dukungan masyarakat dan secara sederhana  muncul atau berdirinya pesantren merupakan inisiatif masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Begitu pula sebaliknya perubahan sosial dalam masyarakat merupakan dinamika kegiatan pondok pesantren dalam pendidikan dan masyarakat.[1]
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman, terutama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telang hilang kekhasannya. Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendididikan Islam yang tumbuh dan berkembang dari rakyat untuk masyarakat.[2]

A.      Pengertian Pondok Pesantren
Perkataan pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe akhiran an yang berarti tempat tinggal santri (Dhofier, 1984:18). Dengan nada yang sama Soegarda Poerbakawatja menjelaskan bahwa pesantren asal katanya adalah santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian, pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam (Poerbakawatja, 1967:233). Manfred Ziemek juga menyebutkan santri”. Santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda) mendapat pelajaran dari pemimpin pesantren (kiai) dan oleh para guru (ulama atau ustadz), pelajaran mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam (Ziemek, 1986:16).[3]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa pengertian pesantren yaitu asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dsb; pondok.[4]
Sedangkan menurut Profesor John berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji.[5]Dan C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastriyang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu.[6]Kata shastri juga berasal dari kata shastra yang brarti buku-buku suci, buku-buku Agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.[7]
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah suatu tempat yang digunakan untuk proses belajar mengajar dalam mengakaji ilmu Agama maupun ilmu pengetahuan.

B.       Sejarah Pondok Pesantren
Ditinjau dari segi sejarah, belum ditemukan data sejarah, kapan pertama sekali berdirinya pesantren, ada pendapat mengatakan bahwa pesantren telah tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Nusantara, yang mana menurut Hugronye abad ke-12 adalah periode paling mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara.[8] Sementara yang lain berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai orang yang pertama mendirikan pesantren.[9]
Asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo abad XV-XVI (abad ke 15-16) di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam di Nusantara. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Sebagai bukti bahwa Maulana Malik Ibrahim (meninggal 1419 di Gresik, Jawa Timur) yang telah mendapat sebutan sebagai Spiritual Father Walisongo, dalam masyarakat santri Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya-guru tradisi pesantren di Tanah Jawa.[10]Namun lembaga pendidikan ini dalam pengertian modern hanya bisa ditemukan pada abad XVIII dan XIX (abad 18 dan 19).[11]Sebagai contoh yaitu Pesantren Tegalsari yang didirikan menjelang tahun 1870 di kelurahan Sidoarjo, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dan Pesantren Tebuireng didirikan tahun 1899 di Kelurahan Cukir, kira-kira 8 km sebelah tenggara Kota Jombang, Jawa Timur.[12]

Peta Pusat Pesantren di Jawa abad ke-19 dan 20








Suatu survei yang diselenggarakan oleh kantor Shumubu (Kantor Urusan Agama yang dibentuk oleh Pemerintah Militer Jepang di Jawa 1942-1945) tahun 1942 mencatat jumlah madrasah, pesantren, dan murid-muridnya seperti terlihat dalam Tabel di bawah ini:[13]
No
Keterangan
Jakarta
Jabar
Jateng
Jatim
1
Pesantren dan Madrasah
167
1.046
351
307
2
Kyai[14]

7.652
4.466
6.150
3
Murid
14.513
69.954
21.957
32.931
Jumlah Pesantren dan Madrasah
1.871[15]
Jumlah Murid
139.415[16]

Apabila ditelusuri sejarah pendidikan di Jawa, sebelum datangnya agama Islam telah ada lembaga pendidikan Jawa kuno yang praktik kependidikannya sama dengan pesantren. Lembaga pendidikan Jawa kuno itu bernama periwayatan, di lembaga tersebut tinggal Ki Ajar dengan Cantrik. Ki Ajar adalah orang yang mengajar dan Cantrik adalah orang yang diajar. Kedua kelompok ini tinggal di satu komplek dan di sini terjadilah proses belajar mengajar.[17]
Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India.[18]Sebelum proses penyebaran Islam di Nusantara, sistem tersebut dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa.
Setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya “mengaji” bukanlah berasal dari Istilah Arab melainkan dari India. Demikian juga istilah pondok, langgar di Jawa, surau di Minangkabau dan Rangkang di Aceh bukanlah merupakan istilah arab, tetapi dari istilah yang terdapat di India.[19]

C.      Karakteristik Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lainnya baik dari segi aspek sistem pendidikannya maupun unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi sistem pendidikannya terlihat dari proses belajar-mengajarnya yang cenderung sederhana dan tradisional.[20]
Kemudian pendekatan dan kebijakan yang ada telah terlembaga dalam satu esensi budaya pesantren dengan kesinambungan ideologis dan kesejarahannya. Kesinambungan ini tercermin dalam hubungan filosofis dan keagamaan antara taqlid dan modeling bagi masyarakat santri. Melalui konsep modeling keagungan Muhammad SAW. Serta karisma Walisongo yang dipersonifikasikan oleh para auliya’ dan kiai telah terjunjung tinggi dari masa ke masa, karena modeling ini pula gagasan pesantren sederhana yang diperkenalkan Syech Maulana Malik Ibrahim mampu eksis dan berkembang dari abad ke abad bahkan sampai kini.
Sebagai contoh yang mana pendirian pesantren ini dibarengi dengan keberhasilan tokoh ini dalam merebut simpati massa, dan melengkapi diri dengan modal materi pribadi yang digunkan untuk dakwah Islamiah sebagai traveling muslim merchant, dan guru panutan. Pada siang hari sang guru membawa anak didik ke sawah, dan pada malam hari mengajarkan kepada mereka ilmu-ilmu dasar seperti membaca al-Qur’an.[21]
Suasana kehidupan belajar dan mengajar berlangsung sepanjang hari dan malam berada dalam proses belajar. Demikian pula kiai berada dalam suasana mengajar. Hubungan antara kiai dan santri sama halnya hubungan antara orang tua dengan anak. Hubungan tersebut tidak hanya berlaku selama santri berada dalam lingkungan pesantren, hubungan itu berlanjut kendatipun santri tidak lagi berada secara formal di pesantren. Pada waktu-waktu tertentu alumni santri masih dapat mendatangi kiai (sowan). Selain itu hubungan santri dengan kiai tidak hanya menyangkut dalam hal yang berkenaan dengan proses belajar mengajar, tetapi lebih dari pada itu lagi. Dalam hal-hal yang amat bersifat pribadi pun selalu ditanyakan santri kepada kiai, dan kiai pun selalu memberikan pandangan-pandangan tentang berbagai kesulitan yang dialami oleh santri.[22]
Ada beberapa ciri yang secara umum dimiliki oleh pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan sekaligus sebagai lembaga sosial yang secara informal itu terlibat dalam pengembangan masyarakat pada umumnya, antara lain; pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai.[23]
1.    Pondok
Setiap pesantren pada umumnya memiliki pondokan. Pondok dalam pesantren pada dasarnya merupakan dua kata yang sering penyebutannya tidak dipisahkan menjadi “Pondok Pesantren”, yang berarti keberadaan pondok dalam pesantren merupakan wadah penggemblengan, pembinaan dan pendidikan serta pengajaran ilmu pengetahuan.
Selain itu fungsi pondok sendiri antara lain; sebagai tempat tinggal santri, belajar dan ditempa diri pribadinya dengan kontrol seorang ketua asrama atau kyai yang memimpin pesantren itu, sebagai tempat mendidik dan mengajarkan segala bentuk jenis ilmu yang telah ditetapkannya, sebagai tempat melatih ilmu-ilmu praktis seperti kepandaian berbahasa, menghafal dan ketrampilan yang lain, sebagai tempat saling kenal-mengenal dan membina kesatuan dalam melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan.[24]
2.    Masjid
Masjid pada hakikatnya merupakan sentral kegiatan muslimin baik dalam dimensi ukhrawi maupun duniawi dalam ajaran Islam, karena pengertian yang lebih luas dan maknawi masjid memberikan indikasi sebagai kemampuan seorang abdi dalam mengabdi kepada Allah yang disimbolkan sebagai adanya masjid (tempat sujud).[25]
Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan  dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang jama’ah serta pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Di mana pun kaum muslimin berada, mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas administrasi dan kultural, hal ini telah berlangsung selam 13 abad. Para kyai selalu mengajar murid-muridnya di masjid dan menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan disiplin para murid dalam mengerjakan kewajiban sembahyang lima waktu, memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama yang lain.[26]
3.    Pengajaran kitab-kitab Islam klasik
Kitab-kitab Islam klasik biasanya dikenal dengan istilah kitab kuning, yang terpengaruh oleh warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis oleh ulama zaman dahulu yang berisikan tentang ilmu keislaman seperti; kitab fiqih, hadits, tafsir maupun tentang akhlaq.[27]
Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok; nahwu dan shorof, fiqh, usul fiqh, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, serta cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon ulama dan untuk menguasai berbagai cabang pengetahuan Islam serta mengembangkan keahliaanya dalam bahasa Arab.[28]
4.    Santri
Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai pengejawantahan adanya peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh kyai yang memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kyai dan pesantren.[29]
Menurut tradisi pesantren terdapat dua kelompok santri, yaitu:
a.    Santri Mukim
Yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggungjwab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari dan mereka juga memikul tanggungjawab mengajar santri-santri muda.[30]
b.    Santri Kalong
Yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak balik (nglajo) dari rumahnya sendiri.[31]
5.    Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali atau bahkan merupakan pendirinya. Menurut asal-usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:
a.    Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, umpamanya; “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta.
b.    Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c.    Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang ‘alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya).
Para kyai dengan kelebihan pengetahuannya dalam Islam, sering kali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, hingga dengan demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk-bentuk pakaian yang merupakan simbol kealiman yaitu kopiah dan surban.[32]

D.      Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pondok Pesantren
Pada zaman pemerintahan Sultan Agung kerajaan Islam di Jawa, yaitu Mataram dalam bidang pendidikan Islam memberikan perhatian yang cukup besar, karena pada zaman ini pesantren telah dibagi menjadi beberapa tingkatan, antara lain:
1.    Tingkat pengajian al-Qur’an, tingkatan ini terdapat pada setiap desa, yang diajarkan meliputi huruf hijaiyyah, membaca al-Qur’an, barzanji, rukun Islam dan rukun Iman.
2.    Tingkat pengajian kitab, para santri belajar pada tingkat ini bagi mereka yang telah khatam al-Qur’an. Tempat belajar biasanya di serambi masjid dan mereka umumnya mondok. Guru yang mengajar di sini diberi gelar Kiai Anom. Kitab yang mula-mula dipelajari adalah kitab-kitab 6 Bis, yaitu sebuah kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 basmallah. Kemudian dilanjutkan dengan matan taqrib dan Bidayatul Hidayah karangan Imam al-Ghazali.
3.    Tingkat pesantren besar. Tingkat ini didirikan di daerah kabupaten sebagai lanjutan dari pesantren desa. Kitab-kitab yang diajarkan di sini adalah kitab-kitab besar dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Cabang-cabang ilmu yang diajarkan adalah fiqih, tafsir, hadits, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya.
4.    Pondok pesantren tingkat keahlian (takhassus). Ilmu yang dipelajari pada tingkat ini adalah satu cabang ilmu dengan secara mendalam. Tingkat ini adalah tingkat spesialis (Yunus, 1979: 223-224).[33]
Sebagai tambahan bahwa Sultan Agung menawarkan “tanah pendidikan[34]kepada komunitas santri supaya mereka berhasil mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan mereka yang meliputi 300 pesantren.
Pesantren ini terbagi menjadi pesantren besar dan “pesantren induk”, yakni pesantren takhssus dengan spesiali pada pengetahun Islam khusus dan pesantren tharekat.[35]Muhammad Yunus, spesialis sejarah pendidikan Islam di Indonesia, menganggap aktivitas belajar selama periode Mataram sebagai “masa keemasan” sistem pendidikan Islam. Dia membagi sistem pendidikan Islam pada periode Sultan Agung sebagai berikut:[36]
1.    Pesantren Takhassus (Tingkat Tertinggi) dengan spesifikasi pengetahuan keislaman dan tarekat. Mempelajari pelajaran khusus secara mendalam serta belajar tarekattertentu khususnya Qadiriyah, Naqsyabandiyah dan Syathiriyah.
2.    Pesantren Besar dan Umum (Tingkat Tinggi); mata pelajaran fiqih, tafsir, hadits, tauhid, astronomi, tata bahasa Arab, dan tasawuf.
3.    Pesantren Daerah (Tingkat Menengah) dengan kitab-kitab elementer; mata pelajaran kitab-kitab fiqih dengan penenekanan pada madzhab al-Syafi’I seperti; fath al-Qarib, dan dasar-dasar akhlaq sepert; Bidayah al-Hidayah yang ditulis oleh al-Ghazali.
4.    Tingkat Dasar (Kelas-kelas al-Qur’an di berbagai tempat bagi anak-anak usia 7 tahun ke-atas); tujuannya untuk membekali para santri dengan kemampuan membaca al-Qur’an hingga tamat.
Sistem pendidikan pesantren baik metode, sarana fasilitas serta yang lainnya masih bersifat tradisional. Administrasi pendidikannya belum seperti sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda, non-klasikal, menurut Zamaksyari Dhofier terdapat lima unsur pokok pesantren yang meliputi; Kiai, santri, pondok, masjid dan pengajaran kitab-kitab klasik.[37]
Tuntunan pokok yang mesti dikuasai oleh santri adalah ilmu-ilmu agama Islam, maka tidak boleh tidak para santri mesti memahami ilmu-ilmu agama Islam itu dari sumber aslinya yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang telah dijabarkan oleh ulama-ulama terdahulu dalam kitab-kitab klasik berbahasa Arab dengan segala cabang-cabangnya yang merupakan unsur pokok dalam suatu pesantren.[38]
Kitab-kitab klasik ini juga diklasifikasikan kepada tingkat dasar, menengah dan tinggi. Muhammad Yunus membagi pesantren pada tahap-tahap awal itu kepada empat tingkatan, yaitu: tingkat dasar, menengah, tinggi dan takhassus.[39] Untuk mengajarkan kitab-kitab klasik tersebut sang kiai menempuh metode: wetonan, sorogan, dan hafalan.
1.    Metode Wetonan atau bandongan
Wetonan atau bandongan adalah metode kuliah di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiai. Kiai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, dan santri menyimak kitab masing-masing serta membuat catatan.[40]Dalam sistem ini juga menekankan sekelompok murid (anatara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas dari sistem bandonganini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.[41]
Dalam sistem bandongan, seorang murid tidak harus menunjukkan bahwa ia mengerti pelajaran yang sedang dihadapi. Para kyai biasanya membaca dan menerjemahkan kalimat-kalimat secara cepat dan tidak menerjemahkan kata-kata yang mudah. Dengan cara ini kyai dapat menyelesaikan kitab-kitab pendek dalam beberapa minggu saja. Karena sistem bandongan dimaksudkan untuk murid-murid tingkat menengah dan tingkat tinggi, hanya efektif bagi murid-murid yang telah mengikuti sistem sorogan secara intensif.
Kebanyakan pesantren, terutama pesantren-pesantren besar, biasanya menyelenggarakan bermacam-macam khalaqah(kelas bandongan), yang mengajarkan mulai dari kitab-kitab elementer sampai ke tingkatan tinggi, yang diselenggarakan setiap hari (kecuali hari jum’at), dari pagi-pagi buta setelah sembahyang subuh, sampai larut malam. Penyelenggaraan bermacam-macam kelas bandongan ini dimungkinkan oleh suatu sistem yang berkembang di pesantren di mana kyai seringkali memerintahkan santri-santri senior untuk mengajar dalam halaqah. Santri senior yang melakukan praktek mengajar ini mendapat titel ustad (guru). Para asatid (guru-guru) ini dapat dikelompokkan ke dalam kelompok, yaitu yang masih yunior (ustad muda), dan yang sudah senior, yang biasanya sudah menjadi anggota kelas musyawarah. Satu-dua ustad senior yang sudah matang dengan pengalaman mengajarkan kitab-kitab besar akan memperoleh gelar “kyai muda”.[42]
2.    Metode Sorogan
Sorogan adalah metode kuliah dengan cara santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Kitab-kitab yang akan dipelajari itu diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan. Ada tingkat awal, menengah dan atas. Seorang santri pemula terlebih dahulu mempelajari kitab-kitab awal barulah kemudian diperkenankan mempelajari kitab-kitab pada tingkat berikutnya, dan demikian seterusnya. Karena itulah pesantren tradisional tidak mengenal sistem kelas. Kemampuan santri tidak dilihat dari kelas berapanya, namun dilihat dari kitab apa yang telah dibacanya. Orang-orang pesantren telah dapat mendudukkan derajat ilmu seorang santri atas dasar tingkatan kitab yang telah dibacanya.[43]Sistem individual ini dalam sistem pendidikan Islam tradisional di sebut sistem sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan al-Qur’an. Murid diharuskan menguasai pembacaan dan terjemahan tersebut secara tepat dan hanya bisa menerima tambahan pelajaran bila telah berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Para guru pengajian dalam taraf ini selalu menekankan kualitas dan tidak tertarik untuk mempunyai murid lebih dari 3 atau 4 orang. Jika dalam seluruh hidup guru tersebut ia berhasilkan menelorkan sekitar 10 murid yang dapat menyelesaikan pengajian dasar ini, dan kemudian melanjutkan, maka ia akan dianggap sebagai seorang guru yang berhasil.
Sistem sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional. Sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid. Kebanyakan murid-murid pengajian di pedesaan gagal dalam pendidikan dasar ini. Sebab pada dasarnya hanya murid-murid yang telah menguasai sistem sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari sistem bandongan di pesantren.
Sistem sorogan terbukti efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa Arab.[44]
3.    Metode Hafalan
Di samping itu metode hafalan pun menempati kedudukan yang penting di dunia pesantren. Pelajaran-pelajaran tertentu dengan materi-materi tertentu diwajibkan untuk dihafal. Misalnya, dalam pelajaran al-Qur’an dan Hadits, ada sejumlah ayat-ayat dan hadits yang wajib dihafal oleh santri. Demikian juga dalam bidang pelajaran lainnya: fiqih, bahasa Arab, tafsir, tasawuf, akhlak dan lain-lain. Hafalan tersebut biasanya berbentuk nadzam (sya’ir). Misalnya, kaidah-kaidah nahwu, seperti alfiyah, jurumiyyah, maqsud, I’ilal, ‘amrithi, hidayatus sibyan, dan ‘aqidatul awam dan lain-lain.[45]
4.    Metode Musyawarah
Selain metode di atas, pesantren juga melaksanakan dalam bentuk musyawarah, yakni mendiskusikan pelajaran yang sudah dan yang akan dipelajari. Musyawarah bertujuan untuk memahami materi pelajaran yang telah diberikan oleh ustadz atau musytahiq.[46]
Dalam kelas musyawarah, sistem pengajarannya sangat berbeda dari sistem sorogan dan bandongan. Para siswa harus mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk. Kyai memimpin kelas musyawarah seperti dalam suatu seminar dan lebih banyak dalam bentuk tanya-jawab, biasanya hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab, dan merupakan latihan bagi para siswa untuk menguji ketrampilannya dalam menyadap sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab Islam klasik. Sebelum mengahadap kyai, para siswa biasanya menyelenggarakan diskusi terlebih dahulu antara mereka sendiri dan menunjuk salah seorang juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang disodorkan oleh kyainya. Baru setelah itu diikuti dengan diskusi bebas. Mereka yang akan mengajukan pendapat diminta untuk menyebutkan sumber sebagai dasar argumentasi. Mereka yang dinilai oleh kyai cukup matang untuk menggali sumber-sumber referensi, memilki keluasan bahan-bahan bacaan dan mampu menemukan atau menyelesaikan problem-problem terutama menurut sistem jurisprudensi madzhab Syafi’i akan diwajibkan menjadi pengajar untuk kitab-kitab tingkat tinggi. Para kyai muda ini biasanya akan menulis komentar-komentar atau pendapat-pendapat dalam bahasa Arab di ruang-ruang terluang di pinggir.[47]
Teks Arab dan penjelasannya dengan bahasa Arab, sebagai jawaban dalam metode musyawarah:[48]








Dari sistem di atas dapat dipahami bahwa dalam komplek pesantren, dari kyai (sebagai pimpinan tertinggi pesantren), kyai muda, asatid, santri senior, sampai kepada santri yunior, tercipta suatu kelompok masyarakat yang berjenjang-jenjang yang didasarkan pada kematangan dalam bidang pengetahuan Agama Islam.

E.       Kontribusi Pondok Pesantren dalam Pendidikan Islam
Sesuai dengan latar belakang sejarah pesantren, dapat dilihat tujuan utama didirikannya suatu pesantren adalah untuk mendalami ilmu-ilmu agama (tauhid, fiqih, ushul fiqih, tafsir, hadits, akhlak, tasawuf, bahasa Arab dan lain-lain). Diharapkan seorang santri yang keluar dari pesantren telah memahami beraneka ragam mata pelajaran agama dengan kemampuan merujuk kepada kitab-kitab klasik.[49]
Setelah datangnya kaum penjajah barat (Belanda), peranan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam semakin kokoh. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang reaksional terhadap penjajah. Karena itu di zaman Belanda sangat kontras sekali pendidikan di Pesantren dengan pendidikan sekolah-sekolah umum. Pesantren semata-mata megajarkan ilmu-ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, sedangkan sekolah umum Belanda sama sekali tidak mengajar pendidikan agama.[50]
Secara luas, kekuatan pendidikan Islam di Jawa masih berada pada sistem pesantren. Posisi dominan yang dipegang oleh pesantren ini sebagian disebabkan oleh suksesnya lembaga tersebut mengahsilkan sejumlah besar “ulama” yang berkualitas tinggi yang dijiwai oleh semangat untuk menyebarluaskan dan memantapkan keimanan orang-orang Islam, terutama di pedesaan di Jawa. Sebagai pusat-pusat pendidikan Islam tingkat tinggi, pesantren juga mendidik guru-guru madrasah, guru-guru lembaga pengajian dan para khotib jum’at. Keberhasilan pemimpin-pemimpin pesantren dalam mengkaderisasi sejumlah besar “ulama” yang berkualitas tinggi adalah karena metode pendidikan yang dikembangkan oleh para kyai.
Tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi juga untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap murid diajar agar menerima etik Agama di atas etik-etik yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukan pula untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.[51]

DAFTAR PUSTAKA

Chatuverdi dan Tiwari, B.N. 1970. A Practical Hindi-English Dictionary.Delhi: Rashtra Printers.

Dhaby, Darban. 1988. Kiai dan Politik pada Zaman Kerajaan Islam Jawa, dalam Pesantren.

Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren(Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai). Jakarta: LP3ES anggota IKAPI.

Ebta Setiawan, “Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia” , Off line.

Ghazali, Bhari. 2004. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti.

Mas’ud, Abdurrahman. 2006. Dari Haramain ke Nusantara (Jejak Intelektual Arsitek Pesantren). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Putra Daulay, Haidar. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Saifuddin Zuhri, Saifuddin. 1979. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: al-Ma’arif Bandung.

Steenbrink, Karel A. 1994. Pesantren Madrasah Sekolah (Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen). Jakarta: PT. Pustaka LP3ES.

Steenbrink. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19.

Yunus, Muhammad. 1983. Sejarah Pendidikan a Islam Indonesia.Jakarta.


[1]Prof. Dr. M. Bhari Ghazali, “Pesantren Berwawasan Lingkungan”, (Jakarta: CV. Prasasti, 2004), hlm. 13.
[2] M. Bhari Ghazali, Ibid, hlm. 14.
[3]Dalam Prof. Haidar Putra Daulay, “Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 61.
[4]Ebta Setiawan, “Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia” , Off line.
[5]Diskusi pribadi (tanggal 1 Desember 1980) dalam Zamakhsyari Dhofier, “Tradisi Pesantren(Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai)”, (Jakarta: LP3ES anggota IKAPI, 1994), cet. Ke-6, hlm. 18.
[6]C.C Berg. dalam Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 18.
[7] M. Chatuverdi dan Tiwari, B.N., “A Practical Hindi-English Dictionary, (Delhi: Rashtra Printers, 1970), hlm. 627. Dalam Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 18.
[8]Prof. Haidar Putra Daulay, ibid., hlm. 11.
[9]Prof. Haidar Putra Daulay, ibid., hlm. 21.
[10]K.H. Saifuddin Zuhri, “Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia”, (Bandung: al-Ma’arif Bandung, 1979), hlm. 263. Dalam  Abdurrahman Mas’ud, “Dari Haramain ke Nusantara (Jejak Intelektual Arsitek Pesantren), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 56.
[11]Abdurrahman Mas’ud, ibid., hlm. 89.
[12]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 2.
[13]Abdurrahman Mas’ud, op. cit., hlm. 40.
[14]Jumlah kyai Jawa Barat ini meliputi Jakarta.
[15]Survei tahun 1942 ini tidak membedakan pesantren dan madrasah.
[16]Jumlah murid ini tentunya lebih kecil dari yang sebenarnya karena dalam laporan banyak madrasah yang tidak mencantumkan jumlah murid.
[17]Prof. Haidar Putra Daulay, ibid., hlm. 21.
[18]Herinneringen dalam Karel A Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah (Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen), (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1994), hlm. 20.
[19]Karel A Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah (Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen), (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1994), hlm. 21.
[20]M. Bhari Ghazali, op. cit., hlm. 17.
[21]Abdurrahman Mas’ud, op. cit., hlm. 69.
[22]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 70.
[23]M. Bhari Ghazali, op. cit., hlm. 18-24.
[24]M. Bhari Ghazali, op. cit., hlm. 19-20.
[25]M. Bhari Ghazali, op. cit., hlm. 18.
[26]Zamakhsyari Dhofier, “Tradisi Pesantren(Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai)”, (Jakarta: LP3ES anggota IKAPI, 1994), cet. ke-6, hlm. 49.
[27]M. Bhari Ghazali, op. cit., hlm. 24.
[28]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 50.
[29]M. Bhari Ghazali, op. cit., hlm. 22-23.
[30]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 51.
[31]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 52.
[32]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 56.
[33]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 19.
[34] Yaitu yang bebas dengan keistimewaan tertentu, biasanya berhubungan dengan lokasi keagamaan di mana pajak dan beban dari negara ditiadakan oleh penguasa. Pada masa berikutnya tenah pendidikan berkembang menjadi sebuah desa khusus dengan fungsi-fungsi keagamaan tertentu; seperti menjaga tempat-tempat suci, memelihara pesantren-pesantren, serta masjid-masjid. Lihat Steenbrink, “Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, hlm. 165-172. Dalam Abdurrahman Mas’ud, op. cit., hlm. 69.
[35]A. Dhaby, Darban, “Kiai dan Politik pada Zaman Kerajaan Islam Jawa, dalam Pesantren”, 5, No.2 (1988), hlm. 32-38. Dalam Abdurrahman Mas’ud, op. cit., hlm. 93.
[36]Muhammad Yunus, “Sejarah Pendidikan a Islam Indonesia, (Jakarta: 1983), hlm. 226-227).
[37]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 22.
[38]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 69.
[39]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 22.
[40]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 69.
[41]Abdurrahman Mas’ud, op. cit., hlm. 21.
[42]Abdurrahman Mas’ud, op. cit., hlm. 31.
[43]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 69.
[44]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 28-29.
[45]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 69.
[46]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 70.
[47]Abdurrahman Mas’ud, op. cit., hlm. 31.
[48]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 32.
[49]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 68.
[50]Haidar Putra Daulay, op. cit., hlm. 22.
[51]Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 20-21.

KONSTRUKSI FILSAFAT ILMU

$
0
0


KONSTRUKSI FILSAFAT ILMU
(Studi Ontologi, Epistemologi, Aksiologi)

Oleh:
RUSILAH (2052115021)
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
STAIN Pekalongan
2015
ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan diri di kalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia.
Kajian ini menggunakan metode deskriptif-analistis-kritis terhadap kajian konstruksi filsafat ilmu (studi ontologi, epitemologi dan aksiologi) dengan menggunakan sumber primernya adalah buku karya Mohammad Adib yang berjudul “Filsafat Ilmu”.
Hasil kajian ini dapat memberikan gambaran tentang sejarah filsafat ilmu, definisi filsafat ilmu, ruang lingkup filsafat ilmu, ontologi filsafat ilmu, epistemologi filsafat ilmu, aksiologi filsafat ilmu, tujuan, implikasi dan manfaat mempelajari filsafat ilmu. kemudian dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan yang bersifat universal serta dikritisi agar dapat dimanfaatkan kelebihan dan mengganti kekurangan yang ada di pesantren dengan sesuatu yang lebih baik demi kemaslahatan ummah.

Kata Kunci: Konstruksi, Filsafat Ilmu, Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.

Penjelajahan manusia dalam mencari kebenaran hidup dan kehidupan ini sampailah pada kesepahaman tentang suatu kebenaran. Pada tataran menyatakan kebenaran maka terjadi kesepakatan untuk tidak sepakat, karena muncul beberapa madzhab, yaitu madzhab rasionalis, emperis, dan kritisis.
Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan diri di kalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia.[1]
A.      Sejarah Filsafat Ilmu
Lahir pada abad ke-18 cabang filsafat yang di sebut sebagai filsafat pengetahuan di mana logika, filsafat bahasa, matematika, metodologi, merupakan komponen-komponen pendukungnya. Melalui cabang filsafat ini diterangkan sumber dan sarana serta tata cara untuk menggunakan pengetahuan ilmiah. Diselidiki pula syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah dan batas validitasnya.[2]
Perbincangan mengenai filsafat ilmu baru mulai merebak di awal abad ke-20, namun Francis Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad ke-19 dapat dikatakan sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam khasanah bidang filsafat secara umum.
B.       Definisi Filsafat Ilmu
Istilah filsafat ilmu adalah theory of science (teori ilmu), meta science (adi-ilmu), science of science (ilmu tentang ilmu). The Liang Gie mendefinisikan bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.[3]
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang dari pengetahuan. Ilmu atau pengetahuan ilmiah dalam bahasa Inggris science, dalam bahasa Yunani episteme. Filsafat ilmu menurut Mohar seperti yang dikutip oleh Andi Hakim Nasoetion (1999: 27) ialah suatu usaha akal manusia yang teratur dan taat asas menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar.[4]
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertia filsafat ilmu dapat dirangkum kepada tiga medan telaah yang tercakup di dalam filsafat ilmu. ketiganya itu adlah sebagai berikut:[5]
1.    Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambang yang digunakan dan terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang yang digunakan. Telaah kritis ini dapat diarahkan untuk mengkaji ilmu empiris dan juga ilmu rasional serta membahas studi bidang etika dan estetika, studi kesejarahan, antropologi, geologi dan sebagainya. Dalam hubungan ini yang terutama sekali ditelaah adalah ihwal penalaran dan teorinya.
2.    Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana, dan postulat mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kerasionalan dan kepragmatisan. Aspek filsafat ini erat hubungannya dengan hal ihwal yang logis dan epitemologis. Jadi peran filsafat ilmu di sini berganda. Pada posisi pertama, filsafat ilmu mencakup analisi kritis terhadap anggapan dasar, seperti kuantitas, kualitas, waktu, ruang, dan hukum. Pada sisi yang lain filsafat ilmu mencakup studi menganai kenyakinan tertentu. Seperti, kenyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta, dan kenyakinan mengenai kenalaran proses-proses alami.
3.    Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan studi gabungan dalam berfilsafat untuk melakukan suatu telaah kritis terhadap metode yang dipakai oleh ilmu tertentu berkenaan dengan hal yang logis dan epistemologis guna membuka tabir dasar keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan dalam menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar secara general.
C.      Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Ruang lingkup filsafat ilmu menurut para filsuf antara lain: (1) ilmu mempunyai empat bidang konsentiasi yang utama (Peter Angeles); (2) ilmu mempunyai beberapa bidang yaitu logika ilmu, ilmu ke-alaman (A. Coenelius Benjamin); (3) ada tiga bidang filsafat ilmu (Israel Scheffler); dan (4) filsafat ilmu dianggap mempunyai dua komponen utama (U.C Smart).[6]
Dalam melakukan penataan dan pengorganisasian ilmu, filsafat ilmu petama-tama berusaha menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam penelitian ilmiah yaitu: prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola argumentasi, metode penyajian dan perhitungan, asumsi-asumsi metafisika dan seterusnya, kemudian mengevaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis.[7]
Sedangkan filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu yang lain juga memiliki objek material dan objek formal tersendiri. Objek material atau pokok bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara umum. Sedangkan objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti: apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia? Problem-problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi.



Rounded Rectangle: Landasan Pengembangan Ilmu Kalau diskemakan, maka landasan pengembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut:[8]




 












Landasan ontologi pengembangan ilmu artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan. Dan landasan epistemologis pengembanagn ilmu artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Serta landasan aksiologi pengembangan ilmu perupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh ilmuwan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang dinyakini kebenarannya.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup filsafat ilmu meliputi objek material (ilmu pengetahuan dan metode secara sistematis) dan objek formal (hakikat/esensi dari ilmu pengetahuan) Sehingga aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercanyaan, ideologi yang dianut oleh masyarakat atau bangsa tempat ilmu itu dikembangkan.
D.      Ontologi Filsafat Ilmu
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan Logos = logic. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).[9]Louis. O Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan Ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air.[10]
Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat Ilmu, mengatakan bahwa ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.[11]Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan bahwa ontologi yaitu membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.[12]
Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan Logika mengatakan bahwa ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada, dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakainnya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.[13]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Menurut bahasa, ontologi adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2.    Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/ kongkret maupun rohani/abstrak.[14]
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
1.    Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan ini hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:[15]
a.    Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber  yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga di sebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.[16]
Dari segi dimensinya, paham ini sering di kaitkan dengan teori Atomisme. Menurut teori ini semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap, tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil dari unsur itulah yang dinamakan atom-atom. Atom dari unsur sama rupanya sama pula, dan sebaliknya. Namun perbedaan hanya mengenai berat dan besarnya. Mereka bisa bersatu menjadi molekul-molekul yang terkecil dari atom-atom itu. Jadi materialisme menganggap bahwa kenyataan ini merupakan suatu mekanis seperti suatu mesin yang besar.[17]
b.    Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang dinamakan juga dengan spiritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau dzat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.[18]
Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk kenyataan manusia adalah sebagai ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita dan cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya aliran ini dapat di sebut idealisme dan dapat di sebut spiritualisme.[19]
2.    Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi ataupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini di sebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.[20]
3.    Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.[21] Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.[22]
4.    Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.[23]
5.    Agnositisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknow. A Artinya non, Gno artinya know.[24]Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent.[25]
Jadi Agnotisisme  adalah paham peningkatan atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skepitisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali.[26]
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ontologi filsafat ilmu merupakan menelaah suatu sifat dasar yang ada atau nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dari sesuatu yang berkategori logis, oleh sebab itulah memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam ontologi seperti, monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme dan agnositisme.
E.       Epistemologi Filsafat Ilmu
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[27]
Objek material epistemologi adalah pengetahuan sedangkan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan. Setiap filsuf menawarkan aturan yang cermat dan terbatas untuk menguji berbagai tuntutan lain yang menjadikan kita dapat memiliki pengetahuan, tetapi setiap perangkat aturan harus benar-benar mapan.
Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemologi berkisar pada masalah: asala usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan antara pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan skeptisisme universal, dan bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berasal dari konspestualisasi baru mengenai dunia.[28]
Pengetahauan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lian mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, antara lain:[29]
1.    Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi yang disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.[30] Dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu inferensi bisa disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga pengetahuan sintetik.
2.    Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut. Sebagai contoh jika penawaran besar, harga akan turun. Karena penawaran beras besar, maka harga beras akan turun.
3.    Metode Postivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/ persoalan diluar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tak berguna, menurutnya tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir seluruh alam, melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal.
4.    Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan al-Ghazali.
Intuisi dalam tasawuf disebut dengan ma’rifah yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran. al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi atau ma’rifah yang disinarkan oleh Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini bisa dikomersilkan.

5.    Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialetika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini merupakan dialetika yang berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Dalam kehidupan sehari-hari dialetika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa objek material epistemologi filsafat ilmu adalah pengetahuan. Sedangkan objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) dari pengetahuan. Kemudian pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal maupun indera memiliki metode antara lain; metode induktif, metode deduktif, metode positisivisme, metode kontemplatif dan metode dialektis.
F.       Aksiologi Filsafat Ilmu
Aksiologi berasal dari perkataan axio (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah ”teori tentang nilai”.[31] Sedangkan di dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri dengan judul “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[32]
Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral condact, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.[33]
Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan hpengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.[34]
Dari data tersebut menunjukkan bahwa aksiologi filsafat ilmu yaitu membahas tentang teori nilai yang berkenaan dengan etika dalam menilai perbuatan manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
G.      Tujuan Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebgai cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu, metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan para ilmuwan, secara umum mengandung tujuan-tujuan sebagai berikut:
Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya, seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap bahwa hanya pendapatnya yang paling benar.
Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau cocok dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya. Metode hanya sarana berpikir, bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan.
Ketiga, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasionalis, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan  dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut, pembahasan mengenai hal ini dibicarakan dalam metodologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara-cara untuk memperoleh kebenaran.[35]
Tujuan filsafat ilmu adalah:[36]
1.    Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.    Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3.    Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
4.    Mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5.    Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
H.      Implikasi mempelajari Filsafat Ilmu
Implikasi dari mempelajari filsafat ilmu antara lain:[37]
1.    Bagi seorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat. Ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial, sehingga antara ilmu yang satu dengan lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerja sama yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
2.    Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.
I.         Manfaat mempelajari Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat ilmu secara umum mengandung manfaat sebagai berikut:[38]
1.    Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, yakni menganggap hanya pendapatnya yang paling benar.
2.    Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya.
3.    Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasionalis, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
Adapun manfaat dilaksanakan pembelajaran filsafat ilmu antara lain:
1.    Kembali kepada kesadaran berpikir kefilsafatan
2.    Merespon isu krisis ilmu pengetahuan
3.    Mengoreksi paham positivisme dan pragmatisme
4.    Memberi dasar-dasar filosofis bagi ilmu yang baru
5.    Melakukan falsifikasi terhadap ilmu
6.    Membangun paradigma baru
7.    Mengoreksi konsep dan teori lama
8.    Menumbuhkembangkan moralitas dan integritas manusia mendasarkan pada ilmu pengetahuan yang dikuasainya[39]













J.        Daftar Pustaka

Adib, Mohammad Adib. 2010. Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amsal Bachtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali.

Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Bakry, Hasbullah. 1992. Sistematika Filsafat. Jakarta: Widjaya.

Hadiwijono, Harun. 2008. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.

Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rachmat, Aceng. et al. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana.

Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materil: Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Reneka Cipta.

Sunarto, 1983.Pemikran tentang Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.

Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Tim Dosen Filsafat Ilmu. 1996. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.


[1]Surajiyo, “Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia”, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), cet. ke-5, hlm. 51.
[2]Mohammad Adib, “Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan)”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 55.
[3]Mohammad Adib, op. cit., hlm.54-55.
[4]Aceng Rachmat, et al., “Filsafat Ilmu Lanjutan”, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 109.
[5]Hartono Kasmadi, dkk., 1990, hlm. 17-18. Dalam Surajiyo, “Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia”, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), cet. ke-5, hlm. 46-47.
[6]Mohammad Adib, ibid., hlm. 64-65.
[7]Aceng Rachmat, et al., op. cit., hlm. 109-110.
[8]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, “Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. ke-10, hlm. 46.
[9]Lihat James K. Feibleman, “Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary Philoshopy, (Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), hlm. 219. Dalam Amsal Bakhtiar, “Filsafat Ilmu”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 132.
[10]Louis O Kattsoff, “Element of Philosophy”, (New York: The Roland Press Company, 1953), hlm. 178. Dalam Prof. Amsal Bakhtiar, loc. cit., hlm. 132.
[11]Noeng Muhadjir, “Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modernisme”, (Yogyakarta: Rakesarin, ed. II., cet. I, 2001), hlm. 57. Dalam Amsal Bachtiar, op. cit., hlm. 133.
[12]Jujun Suriasumantri, “Tentang Hakikat Ilmu, dalam Ilmu dalam Perspektif”, (Jakarata: Gramedia, cet. VI, 1985), hlm. 5. Dalam Amsal Bakhtiar, loc. cit., …
[13]A. Dardiri, “Humaniora, Filsafat, dan Logika”, (Jakarta: Rajawali, ed. Cet. I, 1986), hlm. 17. Dalam Dalam Amsal Bakhtiar, loc. cit., …
[14]Amsal Bakhtiar, ibid., hlm. 134.
[15]Amsal Bakhtiar, op. cit, hlm. 135-136.
[16]Sunarto, “Pemikran tentang Kefilsafatan Indonesia”, (Yogyakarta: Andi Offset, 1983), hlm. 70. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 136.
[17]Hasbullah Bakry, “Sistematika Filsafat”, (Jakarta: Widjaya, 1992), hlm. 53. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 136-137.
[18]Hasbullah Bakry, op. cit., hlm. 56. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit.,hlm. 138.
[19]Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 139.
[20]Lihat Harun Hadiwijono, “Sari Sejarah Filsafat Barat 2”, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), cet. 18. hlm. 18. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 142.
[21]Sunarto, “Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia”, (Yogyakarta: Andi Offset, 1983), hlm. 71. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 144.
[22]William L. Reese, “Dictionary of Philosophy and Religion Eastern and Western Though”, (New York: Humanity Books, 1996), hlm. 591. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 144.
[23]Paul Edwards, Ed., “The Encyclopedia of Philosophy”, (New York: Collie Mac Millan Publishing Co., ed. 2, 1972). Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit.,hlm. 145.
[24]A. Tafsir, “Filsafat Umum, Akal, dan Hati Sejak Thales sampai Capra”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 30. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit.,hlm. 146.
[25]Hasbullah Bakry, op. cit., hlm. 60. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit.,hlm. 147.
[26]A. Tafsir, op. cit., hlm 30. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 148.
[27]DW. Hamlyn, “History of Epistemology”, dalam Prof. Amsal Bakhtiar, ibid, hlm. 148.
[28]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, “Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. ke-10, hlm. 52.
[29]Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 152-156.
[30]Tim Dosen Filsafat Ilmu, “Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Liberty, 1996), hlm 109. Dalam Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 152.
[31]Burhanuddin Salam, “Logika Materil: Filsafat Ilmu Pengetahuan”, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), cet. ke-1, hlm. 168. Dalam Prof. Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 163.
[32]Jujun S. Suriasumantri, “Filsafat Ilmu …, hlm. 234. Dalam Prof. Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 163.
[33]Jalaluddin dan Abdullah Idi, “Filsafat Pendidikan”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), cet. ke-1, hlm. 106. Dalam Prof. Amsal Bakhtiar, ibid., hlm. 163-164.
[34]Amsal Bakhtiar, op. cit., hlm. 165-166.
[35]Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, “Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. ke-10, hlm. 52.
[36]Amsal Bachtiar, “Filsafat Ilmu”, (Jakarta: Rajawali, 2011), hlm. 20.
[37] Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, op. cit., hlm. 53.
[38]Surajiyo, op. cit., hlm. 51-52.
[39]Mohammad Adib, op. cit., hlm. 58.

ULUMUL HADITS (Studi Sanad Hadits Agama adalah Nasihat)

$
0
0


ULUMUL HADITS
(Studi Sanad Hadits Agama adalah Nasihat)

Oleh:
IMAM SYAFI’I & APRILIA
Mahasiswa Pascasarjana PRODI PAI
&
Strata Satu PRODI Pendidikan Bahasa Arab
STAIN Pekalongan
2015
النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْالدِّينُ
Jawab:
1.    Lafadz tersebut adalah hadits, karena terdapat di dalam kitab kutubus sittah, yaitu dalam kitab shahih muslim, selain itu ulama perawinya sebagian besar juga mendapat komentar sebagai tsiqoh.
2.    Di bawah ini adalah redaksi hadits dalam kitab shahih muslim:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ قُلْتُ لِسُهَيْلٍ إِنَّ عَمْرًا حَدَّثَنَا عَنْ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِيكَ قَالَ وَرَجَوْتُ أَنْ يُسْقِطَ عَنِّي رَجُلًا قَالَ فَقَالَ سَمِعْتُهُ مِنْ الَّذِي سَمِعَهُ مِنْهُ أَبِي كَانَ صَدِيقًا لَهُ بِالشَّامِ ثُمَّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ و حَدَّثَنِي أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطَامَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا رَوْحٌ وَهُوَ ابْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ سَمِعَهُ وَهُوَ يُحَدِّثُ أَبَا صَالِحٍ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Artinya:
(MUSLIM - 82) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abbad al-Makki telah menceritakan kepada kami Sufyan -dia berkata, saya berkata kepada Suhail- bahwa Amru menceritakan kepada kami dari al-Qa'qa' dari bapakmu dia berkata, dan aku berharap agar satu perawi jatuh dariku, Amru berkata, "Lalu al Qa'qa' berkata, "Saya mendengarnya dari orang yang yang bapakku pernah mendengar darinya -dia adalah temannya di Syam-. Kemudian telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Suhail dari Atha' bin Yazid dari Tamim ad-Dari bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Agama itu adalah nasihat." Kami bertanya, "Nasihat untuk siapa?" Beliau menjawab, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka." Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Suhail bin Abu Shalih dari Atha' bin Yazid al-Laitsi dari Tamim ad-Dari dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan semisalnya, Dan telah menceritakan kepada kami Umayyah bin Bistham telah menceritakan kepada kami Yazid -yaitu Ibnu Zurai'- telah menceritakan kepada kami Rauh -yaitu Ibnu al-Qasim- telah menceritakan kepada kami Suhail dari Atha' bin Yazid dia mendengarnya -saat 'Atha menceritakan kepada Abu Shalih- dari Tamim ad-Dari dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seperti hadits tersebut."[1]
3.    Hadits pendukung:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ قَالُوا لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِلَّهِ وَكِتَابِهِ وَرَسُولِهِ وَأَئِمَّةِ الْمُؤْمِنِينَ وَعَامَّتِهِمْ أَوْ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
Artinya:
(ABU DAUD - 4293) : Telah menceritakan kepada kami Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Suhail bin Abu Shalih dari Atha bin Yazid dari Tamim Ad Dari ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya agama itu adalah nasihat, sesungguhnya agama itu adalah nasihat, sesungguhnya agama itu adalah nasihat." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagi siapa?" Beliau menjawab: "Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum mukminin dan orang-orang awam (rakyat) mereka, atau beliau mengatakan, "pemimpin kaum muslimin dan orang-orang awam (rakyat) mereka."[2]
JALUR SANAD KE - 1
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad

  • Nama Lengkap : Ahmad bin 'Abdullah bin Yunus bin 'Abdullah bin Qais
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Kufah
  • Wafat : 227 H

ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
tsiqah mutqin
An Nasa'i
Tsiqah
Utsman bin Abi Syainah
Tsiqah laisa bihi Syai
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Alhafidz

Jumlah Hadist Penguat

No
Imam
Jumlah
1
Abu Daud
1
2
Ahmad
3
3
Darimi
1
4
Nasa'i
4
5
Tirmidzi
1

TOTAL
10

No. Hadist
Sumber
Tema Indonesia
Tema Arab
                                                                                                                                                                                                                                                   
في النصيحة
ما جاء في النصيحة
النصيحة للإمام
النصيحة للإمام
النصيحة للإمام
النصيحة للإمام
بداية مسند عبد الله بن العباس
حديث تميم الداري رضي الله تعالى عنه
حديث تميم الداري رضي الله تعالى عنه
باب :« الدين النصيحة».

                                                            


4.    Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hadits di atas adalah;
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّآئِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُواْ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاء والضَّرَّاء وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَـئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ -١٧٧-
Artinya:
Bukanlah kebajikan menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat. Namun kebajikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat, kitab, nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil, dan para peminta-minta; serta berkenaan (dengan pemerdekaan) budak; mendirikan shalat; menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji; orang-orang yang bersabar saat mendapat malapetaka, kesengsaraan, dan ketika peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Laisal birra (bukanlah kebajikan), yakni bukanlah kebajikan yang sempurna. Ada yang mengemukakan bahwa laisal birra (bukanlah kebajikan) berarti laisal īmān (bukanlah keimanan).
Aη tuwallū wujūhakum (menghadapkan wajah kalian) ketika shalat.
Qibalal masyriqi (ke arah timur), yaitu ke arah Ka‘bah.
Wal maghribi (dan barat), yaitu ke arah Baitul Maqdis.
Wa lākinnal birra (namun kebajikan itu adalah), yakni keimanan itu adalah pengakuan ….
Man āmana billāhi (orang yang beriman kepada Allah). Menurut satu pendapat, kata “bukanlah kebajikan” berarti bukanlah orang yang berbuat kebajikan, dan kata “namun kebajikan itu” berarti tetapi orang yang berbuat kebajikan itu …. Maksudnya, orang Mukmin adalah orang yang beriman kepada Allah Ta‘ala.
Wal yaumil ākhiri (dan hari akhirat), yakni pada kebangkitan sesudah mati.
Wal malā-ikati (dan malaikat), yakni sejumlah malaikat.
Wal kitābi (dan kitab), yakni sejumlah kitab.
Wan nabiyyīna (dan nabi-nabi), yakni sejumlah nabi. Kemudian Allah Menyebutkan beberapa kewajiban, yaitu:
Wa ātal māla ‘alā hubbihī (dan memberikan harta yang dicintainya). Maksudnya, kebaikan (yang dilakukan) sesudah iman, adalah memberikan harta yang dicintai yang jumlahnya sedikit serta masih ingin (dimiliki).
Dzawil qurbā (kepada kerabat), yakni kepada sanak keluarga yang satu rahim (sekandung).
Wal yatāmā (dan anak-anak yatim), yakni anak-anak yatim kaum Mukminin.
Wal masākīna (dan orang-orang miskin) yang menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik.
Wab nas sabīli (dan ibnu sabil), yakni orang yang sedang dalam perjalanan dan tengah bertamu.
Was sā-ilīna (dan para peminta-minta), yakni orang-orang yang meminta hartamu.
Wa fir riqābi (dan berkenaan [dengan pemerdekaan] budak), yakni para budak mukātabah dan para pejuang. Selanjutnya Allah Swt. Menyebutkan beberapa syariat setelah Dia Menyebutkan beberapa kewajiban, yaitu:
Wa aqāmash shalāta (dan mendirikan shalat). Yakni setelah kewajiban-kewajiban tersebut, kebajikan selanjutnya adalah menyempurnakan shalat lima waktu.
Wa ātaz zakāta (dan menunaikan zakat), yakni memberikan zakat dan (sedekah) lainnya.
Wal mūfūna bi ‘ahdihim (dan orang-orang yang menepati janjinya), yakni orang-orang yang menunaikan janji, baik yang berhubungan dengan Allah Ta‘ala maupun dengan sesama manusia.
Idzā ‘āhadū wash shābirīna fil ba’sā-i (apabila mereka berjanji; dan orang-orang yang bersabar saat mendapat malapetaka), yakni rasa takut, musibah, dan bencana.
Wadl dlarrā-i (dan kesengsaraan), yakni penyakit, rasa sakit, dan kelaparan.
Wa hīnal ba’s (dan ketika peperangan), yakni di dalam pertempuran.
Ulā-ikal ladzīna shadaqū (mereka itulah orang-orang yang benar), yakni orang-orang yang sempurna.
Wa ulā-ika humul muttaqūn (dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa), yaitu orang yang berhati-hati dari melanggar janji.
5.    Hadits Ini meiliki 4 jalur hadits yang berbeda, antara lain;
a)    JALUR SANAD KE - 1
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad


b)   JALUR SANAD KE - 2
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad

c)    JALUR SANAD KE - 3
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
d)   JALUR SANAD KE - 4
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad

  • Nama Lengkap : Rauh bin Al Qasim
  • Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
  • Kuniyah : Abu Ghiyats
  • Negeri semasa hidup : Bashrah
  • Wafat : 141 H

ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Zur'ah
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
laisa bihi ba`s
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Tsiqah Tsabat


اللَّهُمَّ { آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }

Jawab:
1.      Lafadz tersebut adalah hadits, karena terdapat di dalam kitab kutubus sittah, yaitu dalam kitab shahih muslim, selain itu ulama perawinya sebagian besar juga mendapat komentar sebagai tsiqoh.
2.      Di bawah ini adalah redaksi hadits dalam kitab shahih muslim:
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنِي ابْنَ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ صُهَيْبٍ قَالَ سَأَلَ قَتَادَةُ أَنَسًا أَيُّ دَعْوَةٍ كَانَ يَدْعُو بِهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ قَالَ كَانَ أَكْثَرُ دَعْوَةٍ يَدْعُو بِهَا يَقُولُ اللَّهُمَّ { آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ } قَالَ وَكَانَ أَنَسٌ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ بِدَعْوَةٍ دَعَا بِهَا فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ بِدُعَاءٍ دَعَا بِهَا فِيهِ
Artinya:
(MUSLIM - 4855) : Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Ulayyah dari Abdul Aziz yaitu lbnu Shuhaib dia berkata; "Pada suatu ketika, Qatadah pernah bertanya kepada Anas; 'Hai Anas, doa apa yang sering diucapkan Rasulullah? ' Anas menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering membaca doa yang berbunyi: 'Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka.' Perawi hadits ini berkata; 'Ketika Anas hendak berdoa, maka ia senantiasa membaca doa tersebut. Dan ketika ia hendak membaca doa yang lain, maka ia selalu menyertakan doa tersebut.'[3]
3.      Hadits pendukung:
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ { رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }
Artinya:
(BUKHARI - 4160) : Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Telah menceritakan kepada kami Abdul Warits dari Abdul Aziz dari Anas dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shallallahu 'alaihi wasallam berdo'a; "RABBANAA AATINA FID DUNYA HASANATAN WA FIL AKHIRATI HASANAH WAQIAN ADZABAN NAAR (Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah kami dari adzab neraka)."[4]
JALUR SANAD KE - 1
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
  • Nama Lengkap : Abdullah bin 'Amru bin Abi Al Hajjaj Maisarah
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Ma'mar
  • Negeri semasa hidup : Bashrah
  • Wafat : 224 H

ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Abu Hatim
shaduuq mutqin
Abu Zur'ah
tsiqoh hafidz
Ibnu Kharasy
Shaduuq
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar Al Atsqalani
"tsiqah tsabat, tertuduh beraliran qadariyah"
Adz Dzahabi
Hafizh

No. Hadist
Sumber
Tema Indonesia
Tema Arab
                                                                                                                                                                                                                                                    
ومنهم من يقول ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة
قول النبي صلى الله عليه وسلم ربنا آتنا في الدنيا
فضل الدعاء باللهم آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة
في الاستغفار
الدعاء في الطواف
ما جاء في عقد التسبيح باليد
مسند أنس بن مالك رضي الله عنه
مسند أنس بن مالك رضي الله عنه
مسند أنس بن مالك رضي الله عنه
مسند أنس بن مالك رضي الله عنه
مسند أنس بن مالك رضي الله عنه
مسند أنس بن مالك رضي الله عنه
 
                                                             

Jumlah Hadist Penguat

No
Imam
Jumlah
1
Abu Daud
2
2
Ahmad
9
3
Bukhari
2
4
Muslim
1
5
Tirmidzi
1

TOTAL
15


4.      Hadits ini meiliki jalur sanad hadits 1, yaitu;
JALUR SANAD KE - 1
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
  • Nama Lengkap : Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram
  • Kalangan : Shahabat
  • Kuniyah : Abu Hamzah
  • Negeri semasa hidup : Bashrah
  • Wafat : 91 H

ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shahabat



[1]Sumber : Muslim, Kitab : Iman, Bab : Penjelasan bahwa agama adalah nasihat, No. Hadits: 82.
[2]Sumber : Abu Daud, Kitab : Adab, Bab : Penjelasan tentang nasihat, No. Hadist : 4293.
[3]Sumber : Muslim, Kitab : Dzikir, doa, taubat dan istighfar, Bab : Keutamaan doa "Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat", No. Hadist : 4855.
[4]Sumber : Bukhari, Kitab : Tafsir Al Qur`an, Bab : [Bab] Surat al Baqarah ayat 201, No. Hadist : 4160

ULUMUL HADITS (Studi Sanad Hadits Shalat Jama’ah)

$
0
0


ULUMUL HADITS
(Studi Sanad Hadits Shalat Jama’ah)

Oleh:
IMAM SYAFI’I & APRILIA
Mahasiswa Pascasarjana PRODI PAI
&
Strata Satu PRODI Pendidikan Bahasa Arab
STAIN Pekalongan
2015
1.    Lafadz tersebut merupakan hadits yang terdapat dalam kitab shahih muslim.
2.    Redaksi Hadits Utama dalam kitab shahih muslim, yaitu:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Artinya:
(MUSLIM - 1038) : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, katanya; aku menyetorkan hapalan kepada Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat jama'ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian."[1]
3.    Hadits Pendukung yang berkaitan dengan hadits utama adalah dibawah ini dalam kitab shahih bukhari, yaitu:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Artinya:
(BUKHARI - 609) : Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat berjama'ah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat."[2]
JALUR SANAD KE - 1
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad
  • Nama Lengkap : Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail
  • Kalangan : Shahabat
  • Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 73 H

ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
Adz Dzahabi
Shahabat

  • Nama Lengkap : "Nafi', maula Ibnu 'Umar "
  • Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
  • Kuniyah : Abu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 117 H

ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Tsiqah

  • Nama Lengkap : Malik bin Anas bin Malik bin Abi 'Amir
  • Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
  • Kuniyah : Abu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 179 H

ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Muhammad bin Sa'd
tsiqah ma`mun

  • Nama Lengkap : Abdullah bin Yusuf
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Muhammad
  • Negeri semasa hidup : Maru
  • Wafat : 218 H

ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar
tsiqah
Adz Dzahabi
Hafizh

4.    Ayat al-qur’an yang berkaitan dengan hadits:
(#qßJŠÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(#qè?#uäurno4qx.¨“9$#(#qãèx.ö‘$#uryìtBtûüÏèÏ.º§9$#ÇÍÌÈ  
Artinya:
43. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[3]. (al-Baqarah: 43)
Tafsir ayat, dalam tafsir Ibn Katsir:
Dan dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.
Wa aqīmush shalāta (dan dirikanlah shalat), yakni hendaklah kalian menyempurnakan shalat lima waktu.
Wa ātuz zakāta (dan bayarlah zakat), yakni hendaklah kalian mengeluarkan zakat harta kalian.
War ka‘ū ma‘ar rāki‘īn (dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk), yakni laksanakanlah shalat lima waktu bersama Nabi Muhammad saw. dan para shahabatnya secara berjamaah. Kemudian Allah Ta‘ala Menuturkan kisah para pemimpin kaum Yahudi.
5.    Jalur Sanad Hadits Utama:
JALUR SANAD KE - 1
Urutan Sanad
Urutan Sanad
Urutan Sanad

  • Nama Lengkap : Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail
  • Kalangan : Shahabat
  • Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 73 H

ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
Adz Dzahabi
Shahabat

  • Nama Lengkap : "Nafi', maula Ibnu 'Umar "
  • Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
  • Kuniyah : Abu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 117 H

ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Tsiqah

  • Nama Lengkap : Malik bin Anas bin Malik bin Abi 'Amir
  • Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
  • Kuniyah : Abu 'Abdullah
  • Negeri semasa hidup : Madinah
  • Wafat : 179 H

ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Muhammad bin Sa'd
tsiqah ma`mun

  • Nama Lengkap : Yahya bin Yahya bin Bukair bin 'Abdur Rahman
  • Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
  • Kuniyah : Abu Zakariya
  • Negeri semasa hidup : Himsh
  • Wafat : 226 H

ULAMA
KOMENTAR
An Nasa'i
tsiqah tsabat
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ahmad bin Hambal
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
tsiqah tsabat
Adz Dzahabi
tsabat

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa hadits tersebut termasuk dalam hadits yang mutawattir karena jumlah sanad hadits tersebut lebih dari tiga (empat perawi) dan mereka termasuk dalam kategori sahabat, tabi’in, tabi’u tabi’in, dan tabi’ul atba’ yang memiliki sifat tsiqoh.


[1] Sumber : Muslim, Kitab : Masjid dan tempat-tempat shalat , Bab : Keutamaan shalat jamaah dan ancaman bagi yang meninggalkannya, No. Hadist : 1038.
[2]Sumber : Bukhari, Kitab : Adzan, Bab : Keutamaan shalat berjama'ah, No. Hadist : 609.
[3]Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.

STRATEGI PEMBELAJARAN MORAL, NILAI, KARAKTER, AKHLAK PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

$
0
0
STRATEGI PEMBELAJARAN MORAL, NILAI, KARAKTER, AKHLAK
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Studi Problem dan Rancangan Strategi Pembelajaran Akhlak dalam PAI)

Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
STAIN Pekalongan
2016
ABSTRAK
Pembinaan moral, nilai, karakter dan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan innama bu’itstu liutammima makarim al-akhlaq (HR Ahmad), yang artinya hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif analisis kritis dengan jenis penelitian pustaka (library research). Sedangkan pengumpulan data dengan dokumentasi. Teknik analisis datanya menggunakan teknik analisis isi (content analisys)menurut Weber yang dikutip oleh Soejono dan Abdurrohman yang mana memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan isi.
Berdasarkan analisis yang didukung dalil-dalil Al-Qur’an dan al-Hadits, kita dapat mengatakan bahwa Islam sangat memberi perhatian yang besar terhadap pembinaan moral, nilai, karakter dan akhlak yang menunjukkan bahwa pembinaan moral, nilai, karakter dan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan moral, nilai, karakter dan akhlak.
Pembinaan moral, nilai, karakter dan akhlak secara efektif dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Untuk itu ajaran moral, nilai, karakter dan akhlak dapat disajikan dalam berbagai bentuk metode, seperti metode pembiasaan, metode keteladanan, metode mauidhoh hasanah dan metode cerita.

Kata kunci : Nilai, Moral, Karakter dan Akhlak, Strategi serta PAI
Jika kita mau merenungkan secara seksama, bahwa persoalan yang melilit bangsa ini sebenarnya adalah menyangkut akhlak, moral dan etika. Ketika seseorang terlalu mencintai jabatan, maka ia akan rela mengeluarkan uang berapapun jumlahnya. Maka, maka uang dianggap menjadi sangat penting. Tanpa uang jabatan tidak akan diperoleh.
Kecintaan terhadap harta yeng sedemikian mendalam, hingga tatkala memilih sekolah pun yang dijadikan pertimbangan adalah sekolah atau bidang ilmu yang mendatangkan banyak uang. Apapun selalu dikaitkan dengan uang. Padahal terlalu mencintai jabatan, harta, uang dan sejenisnya, pada hakikatnya adalah bagian dari akhlak yang kurang baik. Dalam pandangan Islam, orang yang terlalu mencintai jabatan dan harta disebut sebagai hubbul jah dan hubbul mal.
Oleh karena persoalan tersebut, maka cara menanggulanginya adalah juga melalui pembenahan akhlak. Akhlak bangsa ini harus diperbaiki. Caranya adalah melalui pendidikan yang benar. Pendidikan yang benar sebetulnya telah dicontohkan oleh Rasulullah. Tinggal mau atau tidak melaksanakannya. Nabi Muhammad saw berhasil membangun masyarakat Madinah juga menggunakan pendekatan Akhlak, hingga sampai-sampai dikatakan bahwa, ia diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
A.      Makna Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak
Kata karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) berarti; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Sedangkan karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas memiliki makna; bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun makna berkarakteradalah; berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabi’at, dan berwatak. Jadi, dapat dikatakan bahwa individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah swt.
Menurut etimologi bahasa Arab, akhlak adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang memiliki arti perangai (as-sajiyah); kelakuan, tabi’at, atau watak dasar (ath-thabi’ah); kebiasaan atau kelaziman (al-‘adat); peradaban yang baik (al-muru’ah); dan agama (ad-din).[1]
Kata khuluqu juga ada yang menyamakannya dengan kesusilaan, sopan santun, serta gambaran sifat bathin dan lahiriah manusia.[2]
Sedangkan secara terminologi ulama sepakat mengatakan bahwa akhlak adalah hal yang berhubungan dengan perilaku manusia. Namun ada perbedaan ulama menjelaskan pengertiannya. Imam Ghazali dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]Sedangkan Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan akhlak sebagai sesuatu kekuatan dari dalam diri yang berkombinasi antara kecenderungan pada sisi yang baik (akhlaq al-karimah) dan sisi yang buruk (akhlaq al-madzmumah).[4]
Kemudian menurut pemahaman Ibn Maskawaih, yang menekankan bahwa akhlak adalah perbuatan yang dilakukan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan, maka pendidikan akhlak menjadi upaya melahirkan manusia berkepribadian muslim yang mudah untuk melaksanakan ketentuan hukum dan ketetapan syari’at yang diperintahkan, dan sikap taat tersebut selalu menjadi karakter ketika berhadapan dengan ketentuan agama, tanpa banyak alasan untuk tidak melaksanakannya.[5]
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan nilai sifat yang tertanam dalam diri jiwa manusia yang dapat menghasilkan perbuatan baik dan buruk secara spontan tanpa adanya pemikiran maupun dorongan dari luar dirinya.
B.       Perbedaan Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa kata nilai berarti banyak sedikitnya isi; kadar; mutu; sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.[6]Sedangkan nilai dalam bahasa Inggrisnya adalah value, berasal dari kata valeredalam bahasa Latin atau valoir dalam bahasa Prancis Kuno, yang biasa diartikan sebagai ‘harga’, ‘penghargaan’, atau ‘taksiran’. Maksudnya adalah harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan pada sesuatu.[7]
Nilai berkaitan erat dengan istilah-istilah lain, antara lain dengan norma, moral, adat istiadat, kenyakinan dan lain-lain. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah nilai sering kali dicampuradukkan dengan norma dan moral. Sebagai ilustrasi tentang kaitan antara nilai dan norma adalah bahwa kejujuran itu merupakan nilai, sedangkan undang-undang anti korupsi itu merupakan norma. Kaelan menyatakan agar suatu nilai lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku, maka perlu lebih dikongkretkan serta diformulasiakn menjadi lebih objektif, segingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku yang kongkret.[8]
Kemudian dalam pembahasan tentang akhlak sering muncul beberapa istilah yang bersinonim dengan akhlak, yaitu istilah etika, moral dan susila.[9]Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan tentang kewajiban yang menyangkut masalah kebenaran, kesalahan, atau keputusan, serta ketentuan tentang nilai yang menyangkut kebaikan maupun keburukan.[10]Moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk, benar atau salah.[11]Pengertian dari susila adalah sopan, beradab, baik budi bahasanaya. Istilah tersebut hampir sama dengan moral, yaitu pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat serta mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.[12]
Akhlak yang dimaksud di sini ialah akhlak atau karakter yang terbentuk atas dasar prinsip ketundukan, kepasrahan dan kedamaian sehingga mampu tertanam di dalam jiwa para pencari ilmu. Dengan demikian, posisi akhlak, etika, moral dan susila sangat dibutuhkan yaitu dalam rangka menjabarkan dan menerapkan ketentuan akhlak yang terdapat dalam Alquran dan Hadits.
Dari data di atas dapat disimpulkan dengan tabel sebagai berikut:
No
Unsur
Moral (etika)
Nilai
Karakter
Akhlak
1
Definisi
Istilah untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai ketentuan baik atau buruk, benar atau salah.
banyak sedikitnya isi; kadar; mutu; sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2
Sumber
Ajaran Manusia
Subjek (benda itu sendiri)
Hati (Jiwa)
Hati (Jiwa)
3
Objek Kajian
Nilai baik atau buruk, benar atau salah tentang tindakan
Kadar, Sifat yang penting bagi manusia
Kepribadian, Prilaku, dan Tabi’at
Perbuatan tanpa pemikiran dan pertimbangan
4
Contoh
Ajaran kejujuran
Jujur
Kejujuran
Perilaku jujur

C.      Urgensi Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak di Sekolah
Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Terlebih dengan dirasakannya berbagai ketimpangan hasil pendidikan dilihat dari perilaku lulusan pendidikan formal saat ini, semisal korupsi, perkembangan seks bebas pada kalangan remaja, narkoba, tawuran, pembunuhan, perampokan oleh pelajar, dan pengangguran lulusan sekolah menengah dan atas. Semuanya terasa lebih kuat ketika negara ini dilanda krisis dan tidak kunjung beranjak dari krisis yang dialami.[13]
Ukuran keberhasilan pendidikan yang berhenti pada angka ujian, seperti halnya ujian nasional, adalah sebuah kemunduran, karena dengan demikian pembelajaran akan menjadi sebuah proses menguasai ketrampilan dan mengakumulasi pengetahuan. paradigma ini menempatkan peserta didik sebagai pelajar imitatif dan belajar dari ekspose-ekspose didaktis yang akan berhenti pada penguasaan fakta, prinsip, dan aplikasinya.
Semestinya, bersekolah diorientasikan agar bisa hidup dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara dengan segala tuntutan dan kewajibannya. Pendidikan yang berhasil semestinya adalah yang mampu melahirkan perilaku ideal yang diinginkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan yang bersangkutan. Rupanya orientasi seperti itu belum disadari oleh banyak orang, tidak terkecuali oleh mereka yang sehari-hari aktif bekerja di dunia pendidikan sekalipun.[14]
Adapun tujuan pendidikan karakter/ akhlak antara lain; Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam setting sekolah bukanlah sekedar suatu dogmatisasi nilai kepada peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Penguatan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses pembiasaan yang disertai oleh logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam setting kelas maupun sekolah. Penguatan pun memilki makna adanya hubungan antara penguatan perilaku melalui pembiasaan di sekolah dengan pembiasaan di rumah.
Tujuan kedua adalah mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memilki makna bahwa pendidikan karakter memilki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi positif. Proses pelurusan yang dimaknai sebagai pengkoreksian perilaku dipahami sebagai proses yang pedagogis, bukan suatu pemaksaan atau pengkodisian yang tidak mendidik. Proses pedagogis dalam pengkoreksian perilaku negatif diarahkan pada pola pikir anak, kemudian dibarengi dengan keteladanan lingkungan sekolah dan rumah, dan proses pembiasaan berdasarkan tingkat dan jenjang sekolahnya.
Tujuan ketiga adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Tujuan ini memiliki makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah yang harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga. Jika saja pendidikan karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan guru di kelas dan sekolah, maka pencapaian berbagai karakter yang diharapkan akan sangat sulit diwujudkan.[15]
D.      Peran Guru PAI dalam Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak
Secara konseptual pendidikan Islam dianggap komprehensif dan sangat ideal, sehingga jika dilaksanakan akan berhasil mengantarkan seseorang menjadi lebih sempurna. Pendidikan Islam akan mampu mengantarkan seseorang mengenal Ke-Maha Esa-an Tuhan, para utusan-Nya, kitab suci-Nya, amal shaleh, dan akhlak karimah. Produk pendidikan seperti ini, akan unggul dibanding dengan pendidikan lainnya. Akan tetapi, pada kenyataannya belum demikian.
Selain itu pendidikan Islam, dan atau lebih sempit lagi pelajaran agama Islam, seringkali ditempatkan pada posisi yang kurang strategis. Sekalipun keberadaanya telah didasarkan pada undang-undang, namun pelaksanaannya tidak terlalu dianggap penting. Guru agama tidak selalu diposisikan pada tempat strategis. Bahkan kadang peran itu hanya sebagai tambahan. Selain mengajar, guru agama hanya bertugas memimpin do’a. tugas ini memang mulia di hadapan Tuhan, tetapi tidak selalu demikian di hadapan manusia.[16]
Untuk memberikan alternatif agar pendidikan agama Islam dilihat secara utuh melalui pendidikan, ada lima aspek yang seharusnya dikaji untuk memahami Islam. Kelima aspek itu adalah sebagai berikut;
pertama, adalah tentang ilmu. Hal itu didasarkan bahwa ayat al-Qur’an yang turun pertama kali adalah terkait dengan perintah membaca. Sedangkan membaca merupakan pintu utama untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang merupakan hasil prodak manusia. Membaca bukan sebatas pengertian untuk memahami tulisan-tulisan dalam buku maupun kitab suci (ayat qouliyah), tetapi bisa dimaknai sebagai membaca alam semesta (ayat kauniyah). Hal ini bisa juga dimulai dari membaca gejala-gejala alam, seperti biologi, fisika, kimia dan matematika serta cabang-cabangnya yang bersifat aplikatif, sebagai contoh; tekni, kedokteran, pertanian, dan kelautan. Dengan mengkaji ilmu maka akan melahirkan sikap pengakuan, kesadaran, dan kenyakinan hingga mengantarkannya pada puncak keimanan yang akan senantiasa bertasbih, bertakbir, dan bertakhmid.
Kedua, menyangkut tentang penyucian diri (tazkiyah). Melalui penyucian diri itu maka manusia akan selalu memperbaiki watak, karakter, perilaku dan akhlaknya. Sebagai upaya menyucikan diri maka seseorang harus menjaga hatinya, tutur katanya, perbuatannya, pergaulannya, harta benda yang dimiliki dan juga makanannya. Termasuk juga dalam hal mencari rizki, karena Islam tidak diukur dari aspek banyaknya, melainkan dari sifat harta itu yaitu halal dan baik.
Ketiga, menyangkut tentang tatanan sosial. Materi pendidikan agama Islam yang ditawarkan dalam pendidikan hendaknya mampu memperbaiki tatanan sosial dari berbagai aspek; baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, maka bisa disebutkan bahwa pendidikan agama islam diharapkan tidak sekedar mengajak orang untuk menjalankan ritual, memenuhi tempat ibadah, melainkan lebih dari itu, agar dapat membangun tatanan sosia yang berkualitas.
Keempat¸ islam memberikan pedoman ritual. Selama ini aspek tersebut telah mendapatkan perhatian yang cukup banyak. Kita lihat pelajaran agama yang ada di kelembagaan pendidikan agama Islam lebih menekankan pada aspek ritual, seperti sejak awal pendidikan dikenalkan tentang rukun Islam, rukun iman, tentang bersuci, shalat, puasa, haji dan do’a.
Kelima, tentang amal shalah atau bekerja secara profesional. Sedemikian banyak ayat al-Qur’an tatkala menyebut iman selalu diikuti deangan sebutan amal shaleh. Umpama saja, ajaran amal sholeh ini dikembangkan dan menjadi bagian dari ajaran Islam yang penting, maka akan mendorong umat Islam untuk menjalankan pekerjaannya secara benar. Kemudian seorang muslim akan terdorong pikiran, perasaan, dan jiwanya untuk menampakkan ke-Islamannya dalam semua kegiatan, baik dalam beramal dan bekerja secara shaleh.[17]
E.       Rancangan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak dalam PAI
Pendidikan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad saw, yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan yang artinya; hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Perhatian Islam yang demikian terhadap pendidikan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.[18]
Perhatian Islam dalam pendidikan akhlak selanjutnya dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan erat dengan mengerjakan serangkaian amal shalih dan perbuatan terpuji. Iman yang tidak disertai dengan amal shalih dinilai sebagai Iman yang palsu, bahkan dianggap sebagai kemunafikan. Dalam al-Qur’an QS: al-Baqarah: 8;
z`ÏBurĨ$¨Y9$#`tBãAqà)tƒ$¨YtB#uä«!$$Î/ÏQöqu‹ø9$$Î/ur̍ÅzFy$#$tBurNèdtûüÏYÏB÷sßJÎ/ÇÑÈ  
Artinya: 8. di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian[19]," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Dan QS: al-Hujurat: 15;
إِنَّمَاšcqãYÏB÷sßJø9$#tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä«!$$Î/¾Ï&Î!qߙu‘ur§NèOöNs9(#qç/$s?ötƒ(#r߉yg»y_uröNÎgÏ9ºuqøBr'Î/óOÎgÅ¡àÿRr&ur’ÎûÈ@‹Î6y™«!$#4y7Í´¯»s9'ré&ãNèdšcqè%ω»¢Á9$#ÇÊÎÈ  
Artinya: 15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.
Ayat-ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa iman yang dikehendaki Islam bukan iman yang hanya sampai pada ucapan dan kenyakinan, tetapi iman yang disertai dengan perbuatan dan akhlak yang mulia, seperti tidak ragu-ragu menerima ajaran yang dibawa Rasul, mau memanfaatkan harta dan dirinya untuk berjuang di jalan Allah dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa keimanan harus membuahkan akhlak, dan juga memperlihatkan bahwa Islam sangat mendambakan terwujudnya akhlak yang mulia.
Pendidikan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun Islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pendidikan akhlak. Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimah syahadah, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat itu mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntunan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.
Selanjutnya rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan keji dan munkar. (QS: al-Ankabut: 45). Dalam hadits qudsi dijelaskan pula sebagai berikut yang artinya; “bahwasanya Aku menerima shalat hanya dari orang yang bertawadlu’ dengan shalatnya kepada keagungan-Ku yang tidak terus menerus berdosa, menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk dzikir kepada-Ku, kasih sayang kepada fakir miskin, ibn sabil, janda serta mengasihi orang yang mendapat musibah.” (HR al-Bazzar).
Pada hadits tersebut shalat diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang mulia, yaitu bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berdzikir, membantu fakir miskin, ibn sabil, janda dan orang yang mendapat musibah. Selain itu shalat (khususnya jika dilaksanakan berjama’ah) menghasilkan serangkaian perbuatan seperti kesejahaan, imam dan ma’mum sama-sama berada dalam satu tempat, tidak saling berebut, untuk jadi imam, jika imam batal dengan rela untuk digantikan yang lainnya, selesai shalat saling berjabat tangan, dan seterusnya. Semua ini mengandung ajaran akhlak.
Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.[20]
Pelaksanaan zakat yang berdimensi akhlak yang bersifat sosial ekonomis ini dipersubur lagi dengan pelaksanaan shadaqah yang bentuknya tidak hanya berupa materi, tetapi juga nonmateri. Hadits Nabi di bawah ini menggambarkan shadaqah dalam hubungannya dengan akhlak yang mulia.
Begitu juga Islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam yang keempat, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Dalam hubungan ini Nabi mengingatkan yang artinya; “siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta, dan perbuatan palsu, maka Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari).
Selanjutnya rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar  lagi dibandingkan dengan nilai pendidikan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam lainnya. Hal ini dipahami ibadah haji dalam Islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu disamping harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya. Hubungan ibadah haji dengan pendidikan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi:
kptø:$#֍ßgô©r&×M»tBqè=÷è¨B4`yJsùuÚtsù ÆÎgŠÏù¢kptø:$#Ÿxsùy]sùu‘ŸwuršXqÝ¡èùŸwurtA#y‰Å_’ÎûÆdkysø9$#3$tBur(#qè=yèøÿs?ô`ÏB9ŽöyzçmôJn=÷ètƒª!$#3(#rߊ¨rt“s?ur cÎ*sùuŽöyzϊ#¨“9$#3“uqø)­G9$#4Èbqà)¨?$#ur’Í<'ré'¯»tƒÉ=»t6ø9F{$#ÇÊÒÐÈ  
Artinya: 197. (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[21], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[22], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[23]dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
Berdasarkan analisis yang didukung dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits tersebut di atas, kita dapat mengatakan bahwa Islam sangat memberi perhatian yang besar terhadap pendidikan akhlak, termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun Iman dan rukun Islam terhadap pembinaan akhlak sebagaimana digambarkan di atas, menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integreted, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pendidikan akhlak.
F.       Strategi Pendidikan dan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak dalam PAI
Cara yang digunakan dalam pembinaan akhlak antara lain:
1.    Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu.  Pembiasaan selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti tepat dan positif ialah selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural.[24]
Kemudian, ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menekankan pentingnya pembiasaan bisa terlihat pada teks “amilus shalihat”. Teks ini diungkap dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali. Bisa diterjemahkan dengan kalimat “mereka selalu melakukan amal kebaikan” atau “membiasakan beramal saleh”. Jumlah term “amilus shalihat” yang banyak tersebut memperlihatkan bahwa pentingnya pembiasaan suatu amal kebaikan dalam proses pembinaan dan pendidikan karakter dalam Islam.[25]Dalam teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi, di mana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu tingkah laku (melalui proses). Oleh karena itu, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar tersebut adalah melalui kebiasaan yang baik.
Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi bi’atnya yang mendarah daging.[26]
Menurut Burghardt, sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan, kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang, dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan prilaku yang tidak diperlukan. Karenaproses penyusutanataupenguranganinilahmuncul suatupolabertingkahlaku baruyangrelatifmenetapdanotomatis.[27]
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan dengan metode pembiasaan ini adalah termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan metode paling efektif dalam pembentukan aqidah dan pelurusan akhlak anak didik, sehingga tujuan daripada diadakannya pembelajaran dengan metode pembiasaan ini adalah untuk melatih serta membiasakan anak didik secara konsisten dan kontinyu dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam dalam diri anak didik dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian hari.
2.    Metode Keteladanan
Metodeketeladanan merupaka  suatu  cara  atau  jalan  yang  ditempuh  seseorang  dalam  proses pendidikanmelalui  perbuatanatautingkahlakuyangpatutditiru(modeling). Namun  yangdikehendakidenganmetodeketeladanandijadikansebagaialat pendidikanIslamdipandangketeladananmerupakanbentukprilakuindividu yang  bertanggung  jawab   yang  bertumpu  pada  praktek  secara  langsung.Dengan  menggunakan  metode  praktek  secara  langsung  akan  memberikanhasil yangefektifdanmaksimal.
Keteladanandijadikansebagaialatuntukmencapaitujuanpendidikan Islam karena  hakekat  pendidikan  Islam  ialah  mencapai  keredhaan kepadaAllahdan mengangkattahapakhlakdalambermasyarakatberdasarkanpada agamasertamembimbingmasyarakatpadarancanganakhlakyangdibuatolehAllahSWT.untukmanusia.[28]
Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.[29]Cara yang demikian itu telah dilakukan Rasulullah saw. keadaan ini dinyatakan dalam QS: al-Ahzab: 21, yaitu:
ô‰s)©9tb%x.öNä3s9’ÎûÉAqߙu‘«!$#îouqó™é&×puZ|¡ym`yJÏj9tb%x.(#qã_ötƒ©!$#tPöqu‹ø9$#urtÅzFy$#tx.sŒur©!$##ZŽÏVx.ÇËÊÈ  
Artinya; 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
3.    Metode Cerita
Bercerita merupakan salah satu metode untuk mendidik anak didik. Berbagai nilai-nilai moral, pengetahuan, dan sejarah dapat disampaikan dengan baik melalui cerita. Cerita ilmiah maupun fiksi yang disukai anak didik dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan. Cerita dengan tokoh yang baik, kharismatik, dan heroik menjadi alat untuk mengembangkan sikap yang baik kepada anak didik dan sebaliknya. Cerita kepahlawanan dan pemikiran yang cerdas dari pahlawan dapat mendidik anak agar kelak memiliki jiwa kepahlawanan. Jadi cerita amat potensial untuk mendidik akhlak. Oleh karena itu, pendidik sebaiknya pandai bercerita.[30]
G.      Bentuk RPP yang didalamnya terdapat Nilai Pendidikan dan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak dalam PAI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Madrasah                                : MTs Nurul IslamKrapyak Kota Pekalongan
Mata pelajaran                       : Fiqih
Kelas/Semester                      : VIII / I
Materi Pembelajaran             : Sujud Syukur
Pertemuan Ke-                       : I ( Satu )
Alokasi Waktu                        : 1 x Pertemuan ( 2 x 40 Menit )

A.     Kompetensi Inti (KI)
1.  Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
2.  Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya
3.  Memahami dan menerapkan  pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata
4.  Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

B.     Kompetensi Dasar & Indikator
1.1Meyakini hikmah bersukur
1.1.1    Menunjukkan sikap menghayati ajaran agama Islam.

2.1Membiasakan sikap bersyukur kepada Allah swt. sebagai implementasi dari pemahaman tentang sujud syukur
2.1.1     Menunjukkan sikap tanggungjawab dalam mempelajari  sujud  syukur

3.1Memahami ketentuan sujud syukur
3.1.1    Menjelaskan pengertian sujud syukur
3.1.2    Menjelaskan hukum dan dalil disyariatkannya sujud syukur
3.1.3    Menjelaskan sebab-sebab sujud syukur

4.1 Memeragakan tata cara sujud syukur
4.1.1    Melafalkan bacaan dalam sujud syukur
4.1.2    Memperagakan tata cara sujud syukur
                             
C.    Deskripsi Materi Pembelajaran
1.  Pengertian sujud syukur
                      Syukur secara bahasa artinya adalah terimakasih, dan menurut istilah sujud  syukur  adalah  sujud  yang  dilakukan  sebagai  tanda  terima  kasih  seorang hamba kepada Allah swt.
2.  Hukum dan dalil disyariatkannya sujud syukur
Hukum bersyukur dengan cara melakukan sujud syukur adalah sunnah.
Adapun dalilnya antara lain: Surah al-Baqarah: 152, Surah Ibrahim: 7
Sementara itu hukum bersyukur dengan cara melakukan sujud syukur adalah sunnah. Hadits Rasullullah saw : 
عَنْ اَبِى بَكْرَةَ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا أّتَاهُ اَمْرٌ يَسَّرَهُ اَوْ بُشِّرَبِهِ خَرَّسَاجِدًا شُكْرًالِلَّهِ تَعَالَى (رواه ابو داود وابن ماجه والترمذي وحسنه)
Artinya: "Dari Abu Bakrah, sesungguhnya Rasulullah saw. apabila mendapat sesuatu yang menyenangkan atau diberi khabar gembira segeralah tunduk sujud sebagai tanda syukur kepada Allah swt." (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan at-Turmudzi yang menganggapnya sebagai hadits hasan).
3.  Sebab-sebab sujud syukur
Hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan sujud syukur adalah :
a.    Karena ia mendapat nikmat dan karunia dari Allah swt.
b.    Mendapatkan berita yang menyenangkan.
c.    Terhindar dari bahaya (musibah) yang akan menimpanya.
4.  Rukun Sujud syukur
Adapun rukunya:
1. Niat (di dalam hati)
2. Takbiratul ihram
3. Sujud
4. Duduk sesudah sujud (tanpa membaca tasyahud)
5. Salam
5.  Tata cara sujud syukur
Caranya,  yaitu  sebaiknya  suci  dari  hadas  dan  najis,  berdiri menghadap  kiblat,  kemudian  niat sujud syukur bersamaan takbiratul ihram, setelah itu langsung sujud satu kali, lalu duduk untuk mengucapkan salam.

D.     Kegiatan Pembelajaran
1.  Kegiatan Pendahuluan ( 10 menit )
·      Guru membuka pembelajaran dengan salam dan berdo’a bersama dipimpin oleh salah seorang peserta didik dengan penuh khidmat;
·      Pengkondisian kelas dengan senam otak ataupun bernyanyi yang riang
·      Guru memotivasi akan pentingnya kompetensi yang akan dipelajari
·      Memperlihatkan kesiapan diri dengan mengisi lembar kehadiran dan memeriksa kerapihan pakaian, posisi dan tempat duduk disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran;
·      Guru menyampaiakan garis besar materi yang akan dicapai dan menanyakan pelajaran yang telah lalu (apersepsi).
·      Guru memberikan penjelasan tentang penilaian yang akan dilakukan selama proses pembelajaran.
2.  Kegiatan Inti
üPeserta didik mengamatigambar dan video tentang sujud syukur yang di tayangkan  melalui LCD Projector (mengamati)
üPeserta didik menanyakanhal-hal yang belum difahami terkait pengertian sujud syukur ( menanya )
üPeserta didik mengungkapkan pendapatnya tentang tatacara melaksanakan sujud syukur ( mengkomunikasikan)
üMasing-masing kelompok mencatat pengertian sujud syukur dan tata cara melaksanakannya ( menalar / mengasosiasi )
üPeserta didik secara berkelompok mencari penjelasan dengan membaca buku  yang berkaitan dengan materi ajar, kemudian membandingkan degan hasil yang diamati sebelumnya. ( eksperimen / Eksplorasi )
üBersama dengan anggota kelompoknya, peserta didik, mendiskusikan hasil temuanya tentang sujud syukur ( eksplorasi )
üMasing-masing kelompok menempelkan hasil diskusinya di papan tulis
( mengkomunikasikan )
üMasing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya
( mengkomunikasikan )
üMasing-masing kelompok mendemonstrasikan tata cara sujud syukur
( mengkomunikasikan )
3.  Kegiatan Penutup
·      Guru mengadakan refleksi hasil pembelajaran serta menguatkan tata cara melaksanakan sujud syukur
·      Peserta didik bersama dengan guru  peserta didik menyimpulkan Intisari dari materi pelajaran.
·      Guru mengadakan tes lisan dengan jawaban singkat
·      Guru memberikan tugas individu mencari contoh sujud syukur
·      Guru menjelaskan secara singkat materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya
·      Guru memberikan pesan-pesan moral terkait dengan materi, seperti terbiasa melaksanakan sujud syukur dalam kehidupan sehari - hari
·      Guru mengakhiri pertemuan dengan mengajak berdoa dan dilanjutkan dengan salam
E.     Penilaian
a.  Penilaian Sikap Spiritual
1.   Sikap                   : Menghayati ajaran agama Islam
2.   Teknik                 : Observasi
3.   Instrumen           :

No
Nama Peserta Didik
Aspek menghayati ajaran agama islam
Skor Akhir (Modus)
Berdo’a sebelum dan sesudah menjalankan setiap perbuatan
Berusaha semaksimal mungkin untuk meraih hasil atau prestasi yang diharapkan
( ikhtiar )
Memelihara hubungan baik dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4

1
Azmi













2
Asfi













3















Kategori  :
4 = Sangat Bagus
3 = Bagus
2 = Cukup
1 = Kurang

Pedoman penskoran :
Skor Perolehan  x 4 =
Skor Maksimal

b.  Penilaian Sikap Sosial
1.   Sikap                   : Tanggungjawab
2.   Teknik                 : Observasi
3.   Instrumen           :
No
Nama Peserta Didik
Aspek Tanggung Jawab
Skor Akhir

Melaksanakan setiap pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya
Melaksanakan tugas individu dengan baik
Menerima resiko dari setiap tindakan yang
dilakukan

1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4

1
Azmi













2
Asfi













3















Kategori  :
4 = Sangat Bagus
3 = Bagus
2 = Cukup
1 = Kurang
Pedoman penskoran   :
Skor Perolehan  x 4 =
Skor Maksimal

C. Penilaian Pengetahuan
1. Teknik                  : Tertulis
2. Bentuk                 : Uraian
3. Instrumen           : Soal
1.  Apa pengertian sujud secara bahasa ?
2.  Jelaskan pengertian sujud syukur secara istilah ?
3.  Apa hukum sujud syukur ?
4.  Tuliskan dalil disyariatkannya sujud syukur ?
5.  Jelaskan sebab-sebab sujud syukur ?

Kunci Jawaban:
1.   Syukur secara bahasa artinya adalah terimakasih.

2.   Menurut istilah sujud  syukur  adalah  sujud  yang  dilakukan  sebagai  tanda  terima  kasih  seorang hamba kepada Allah swt. dalil disyariatkannya sujud ialah QS. Ibrahim : 7 dan QS.  Al-Baqarah  :152.

3.   Hukum bersyukur dengan cara melakukan sujud syukur adalah sunnah.

4.   Adapun dalilnya antara lain: Surah al-Baqarah: 152, Surah Ibrahim:
þ’ÎTrãä.øŒ$$sùöNä.öä.øŒr&(#rãà6ô©$#ur’Í<ŸwurÈbrãàÿõ3s?                               
Artinya  :  ”Karena  itu,  ingatlah  kamu  kepada-Ku  niscaya  Aku  ingat  (pula)  kepadamu,  dan bersyukurlah  kepada-Ku,  dan  janganlah  kamu  mengingkari  (nikmat)-Ku”.  (QS.  Al-Baqarah  :152)

5.   Hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan sujud syukur adalah :
a.  Karena ia mendapat nikmat dan karunia dari Allah swt.
b.  Mendapatkan berita yang menyenangkan.
c.   Terhindar dari bahaya (musibah) yang akan menimpanya.






D. Penilaian Praktik

Nama Peserta didik
Aspek yang dinilai
Menggunakan alat
Membaca do’a sujud syukur
Melaksanakan dengan baik
Menyimpan alat pada tempatnya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Eko

ü   
ü   





Fafa








Geri








Hadi








.....








Contoh:       Format instrumen penilaian praktik sujud syukur
Keterangan: diisi dengan tanda cek (√)

F.     Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
1.  Media/alat               : LCD, Layar Proyektor, Gambar
2.  Bahan                      : Spidol, tata cara sujud syukur, Kertas Karton
3.  Sumber belajar       : Buku guru Fiqih, MTs kelas 8, kementerian agama RI
Jakarta, 2014 halaman 16-17…,Buku siswa Fiqih MTs Kelas 8, kementerian agama RIJakarta, 2014 halaman 1-11 . . .       


Pekalongan, 16 November 2015
Mengetahui:
Kepala Madrasah Tsanawiyah Nurul Islam




Mislailatun Nikmah, S.H.


Guru Mata pelajaran Fiqih





Imam Syafi’I, S.Pd.I.




H.      Bentuk RPP yang didalamnya terdapat Nilai Pendidikan dan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak dalam Mapel Tahfidzul Ba’dhul Qur’an

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )

Satuan Pendidikan                : MTs Nurul Islam
Mata Pelajaran                      : Tahfidhul ba’dhul quran (suar)
Kelas/ Semester                     : VIII/ 1
Materi Pokok                         : Surat al-Munafiqun
Alokasi Waktu                       : 2 x 40 menit ( 2 x Pertemuan )
Hari/ Tanggal                        :
Standar Kompetensi             : 1. Membaca dan menghafal surat al-Munafiqun
Kompetensi Dasar                 : 1.1 Membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
                                                  1.2 Menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
                                                  1.3 Mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
A. Indikator Kompetensi      :
Indikator Pencapaian Kompetensi
Nilai Budaya dan Karakter Bangsa
1.    Mampu membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2.    Mampu menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
3.    Mampu mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
Disiplin, Kerja keras, Tanggungjawab, Jujur, Percaya diri, Sadar akan hak dan kewajiban.

B. Tujuan Pembelajaran      :
1. Siswa mampu membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2. Siswa mampu menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
3. Siswa mampu mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.

C. Materi Ajar Pokok           :
1. Melihat               : melihat Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 secara bersama-sama.
2. Membaca            : membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 secara klasikal dan individu.
3. Mengamati         : mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
4. Menanya             : menanyakan bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
5. Menghafal          : menghafalkan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 secara klasikal dan individu.
إِذَا جَاءكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ -١- اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاء مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ -٢- ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ -٣- وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِن يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ -٤

D. Metode Pembelajaran      :
1. Model pembelajaran                   : Pengajaran langsung.
2. Pendekatan pembelajaran           : Pendekatan ilmiah (scientific approach).
3. Metode                                       : Pembiasaan, Resitasi, Tanya jawab, Pengamatan, Hafal.
E. Strategi Pembelajaran     :
Tatap Muka
Terstruktur
Mandiri
1.    Mampu membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2.    Mampu mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
v  menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
ØMencari dan menerapkan bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dalam keseharian.
F. Langkah Pembelajaran   :
1. Kegiatan Awal (10 menit)
Apersepsi dan Motivasi
üGuru – Siswa memberi salam dan memulai pelajaran dengan kalimat basmallah dan berdo’a bersama sebelum memulai pelajaran.
üGuru memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
üSiswa menyiapkan kitab suci al-Quran
üSiswa secara bersama-sama membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 selama 5 – 10 menit.
üGuru menjelaskan secara singkat materi yang akan diajarkan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.
1.    Kegiatan Inti (60 menit)
Dalam kegiatan inti, guru dan siswa melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
a.    Elaborasi (30 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi pembelajaran dalam memahami Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
üGuru mengawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan, contohnya:
1.    Pernahkah kalian membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 ?
2.    Pernahkah kalian menghafalkan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 ?
3.    Siapakah di anatara kalian yang sudah bisa membaca dan menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 ?
üGuru menunjuk beberapa siswa yang sudah fasih untuk membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dan memimpin teman-temannya membaca klasikal di bawah bimbingan guru dengan membaca 2 – 3 kali.
üSetelah para siswa selesai membaca secara klasikal, guru menunjuk beberapa siswa untuk mengulangi membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
üGuru menjelaskan kembali beberapa hukum bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
üGuru memberikan ice breaker kepada siswa untuk merileksasi suasana siswa agar senantiasa dalam keadaan alfa zone setelah adanya suatu transfer of knowledge pada siswa, yang mana ice breaker tersebut adalah permainan pengetahuan.
üKemudian guru membagi siswa menjadi 5 kelompok untuk mendiskusikan materi tajwid yang telah disampaikan.
b.   Eksplorasi (15 menit)
üGuru meminta beberapa siswa untuk menjelaskan hukum bacaan yang terdapat dalam Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 setelah adanya penyampaian materi tersebut.
üGuru mengajukan beberapa pertanyaan tentang hukum bacaan tajwid kepada siswa.
üGuru meminta siswa agar menyalin Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 setelah menghafal.
üSiswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok.
c.    Kofirmasi (15 menit)
üDalam Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 banyak mengandung nilai-nilai sikap dan perilaku yang utama, yaitu disiplin dan tanggungjawab serta mengamalkan bacaan tajwin.
üGuru menyatukan pendapat dan menyimpulkan hasim diskusi.
üGuru memberikan tugas dalam bentuk permainan pendidikan yang harus diselesaikan oleh setiap kelompok dengan memberikan satu bingkisan yang mana di dalamnya terdapat beberapa saal yang berkaintan dengan materi tersebut dan diberi batasan waktu.
2.    Kegiatan Akhir (10 menit)
üGuru meminta siswa sekali lagi untuk membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 sebagai penutup materi pembelajaran.
üGuru meminta siswa untuk rajin mempelajari hukum bacaan tajwid dan menghafalkan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
üGuru memberikan tugas mengerjakan soal-soal latihan tentang hukum bacaan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 sebagai pekerjaan rumah.
üGuru menutup/ mengakhiri pelajaran tersebut dengan bacaan hamdalah/ do’a.
üGuru mengucapkan salam kepada siswa.

G. Sumber Belajar/ Bahan   :
1.    al-Quran dan terjemahan Departemen Agama RI.
2.    Buku cetak suar, untuk kalangan sendiri.
3.    Kaset VCD pembelajaran (aplikasi al-Kalam yang di dalamnya terdapat ayat-ayat suci al-Quran)
4.    LCD dan Proyektor.
5.    Sumber buku-buku lain yang relevan sebagai materi tambahan dan referensi.

H. Penilaian                           :
Indikator Pencapaian Kompetensi
Teknik Penilaian
Bentuk Penilaian
Contoh Instrumen Soal
1.    Mampu membaca Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan benar.
2.    Mampu menghafal Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar.
3.    Mampu mengidentifikasi bacaan tajwid Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4.
Tes membaca

Tes hafalan


Tes tertulis


Tes tertulis


Tes tertulis
Ketetapan membaca ayat
Kefasihan dan kelancaran
Uaraian


Uraian


Uraian
ØBacalah Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan fasih dan lancar?
ØHafalkan Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan benar dan lancar?
ØSebutkan bacaan tajwid dalam Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4?
ØBerikan contoh bacaan tajwid dalam al-Quran yang sesuai dengan contoh tadi?
ØJelaskan bacaan tajwid dalam Q. S. al-Munafiqun : 1 - 4 dengan baik dan benar?

vKunci Jawaban              :
Hukum nun sukun atau tanwin ada 5, yaitu:
1.    Idghom bighunnah      : apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf ya’, nun, mim, wawu.                           Contoh            : وَإِن يَقُولُوا
2.    Idghom bila ghunnah  : apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf lam dan ra’.
Contoh            :
3.    Idzhar halqi                 : apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf hamzah, ha’, ha, kha, ‘ain, ghain.            Contoh            : كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ
4.    Iqlab                            : apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf ba’.
Contoh            : مِن بُيُوتِهِنَّ
5.    Ikhfa’                          : apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf ta, tsa, jim, dal, dzal, za, sin, syin, shad, dlo’, tho’, dho’, fa, qof, kaf.
Contoh            : عَن سَبِيلِ اللَّهِ
vPedoman Penilaian        :
Nilai Akhir      =          Jumlah nilai yang diperoleh x 100
                                                Skor maksimal

Pekalongan, 05 Januari 2015


Mengetahui:

Kepala MTs Nurul Islam




Mislailatun Nikmah, S.H.
Guru Mata Pelajaran




Imam Syafi’i




I.         Bentuk RPP yang didalamnya terdapat Nilai Pendidikan dan Pembelajaran Moral, Nilai, Karakter dan Akhlak dalam Mapel Nahwu

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan                            : MTs Nurul Islam Krapyak – Pekalongan
Mata Pelajaran                                  : Nahwu Shorof
Kelas/ Semester                                 : VIII/ 1
Materi Pokok                                     :Kalimah Fi’il
Alokasi Waktu                                   : 1 x 40 menit (1 x pertemuan)
Hari/ Tanggal                                    :
Standar Kompetensi                         : Mengetahui kalimah fi’il
Kompetensi Dasar                             : 1.1 menjelaskan pengertian kalimah fi’il
                                                         1.2 menyebutkan macam-macam fi’il
                                                         1.3 memberikan contoh kalimah fi’il
Indikkator Kompetensi                    :
Indikator Pencapaian Kompetensi
Nilai Budaya & Karakter
1.    Mampu menjelaskan pengertian kalimah fi’il
2.    Mampu menyebutkan macam-macam kalimah fi’il
3.    Mampu memberikan contoh kalimah fi’il
Jujur, percaya diri, kerja keras, tanggung jawab, sadar akan hak dan kewajiban, cinta ilmu dan rasa ingin tahu.

*        Kewirausahaan/ ekonomi kreatif :
1.    Toleransi terhadap semua makhluk Allah SWT.
2.    Percaya diri (keteguhan hati dan optimis)
3.    Berorientasi pada tugas (berenovasi, tekun, tabah, bertekad dan energik)
4.    Berorientasi ke masa depan (punya perspektif)


A.    Tujuan Pembelajaran
1.    Siswa dapat menjelaskan pengertian kalimah fi’il
2.    Siswa dapat menyebutkan macam-macam kalimah fi’il
3.    Siswa dapat memberikan contoh kalimah fi’il
B.     Materi Ajar (Pokok)
No
Materi
Kalimah Fi’il
1
Jenis
Fi’il Madli
Fi’il Mudhori’
Fi’il Amar
2
Pengertian
Sudah selesai/ lewat (lampau)
Sekarang/ yang akan datang
Yang akan datang/ perintah
3
Tanda
Fathah
Dhummah
Sukun
4
Contoh
نَصَرَ
يَنْصُرُ
أُنْصُرْ

1.    Melihat                   : melihat pengertian, macam-macam dan contoh fi’il
2.    Membaca                : membaca pengertian, macam-macam dan contoh fi’il
3.    Mengamati             : mengidentifikasi tanda-tanda kalimah fi’il
4.    Menanya                 : menanyakan contoh macam-macam kalimah fi’il
5.    Menghafal              : menghafal pengertian, macam-macam dan tanda fi’il
C.    Model Pembelajaran
1.    Model pembelajaran           : pengajaran langsung
2.    Pendekatan pembelajaran   : pendekatan ilmiah (scientific approach)
3.    Metode                               : pembiasaan, tanya jawab, pengamatan, hafalan
D.    Strategi Pembelajaran
Tatap muka
Terstruktur
Mandiri
1.    Membaca pengertian, macam-macam dan contoh fi’il
2.    Mengidentifikasi tanda-tanda kalimah fi’il
ØMenghafalkan pengertian, macam-macam dan contoh fi’il
*     Mencari dan menerapkan tanda-tanda kalimah fi’il

E.     Langkah-langkah Pembelajaran
1.    Kegiatan Awal (10 menit)
Apersepsi dan Motivasi
üGuru dan Siswa memberi salam dan memulai pelajaran dengan membaca basmallah dan berdo’a secara bersama-sama.
üGuru memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan kalimah fi’il.
üSiswa menyiapkan buku cetak nahwu sharaf.
üSecara bersama-sama membaca pengertian, macam-macam dan contoh fi’il.
üGuru menjelaskan secara singkat materi yang akan diajarkan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.
2.    Kegiatan Inti (60 menit)
*   Dalam kegiatan inti, guru dan siswa melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
Elaborasi (30 menit)
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi pembelajaran dalam memahami kalimah fi’il.
*   Guru mengawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan, contoh:
a.    Pernahkan kalian membaca pengertian, macam-macam dan contoh fi’il ?
b.    Pernahkan kalian menghafalkan pengertian, macam-macam dan contoh fi’il ?
c.    Siapakah diantara kalian yang sudah mengerti pengertian, macam-macam dan contoh fi’il ?
*   Guru menunjuk beberapa siswa yang sudah tahu tentang materi untuk menjelaskan pengertian, macam-macam dan contoh fi’il dan memimpin teman-temannya dengan menjadi tutor sebaya di bawah bimbingan guru dengan jumlah 2-3 orang.
*   Setelah para siswa membaca materi secara singkat, guru menunjuk beberapa siswa untuk mengulangi apa yang telah dibaca.
*   Guru menjelaskan kembali kalimah fi’il secara singkat.
*   Guru memberikan ice breaker kepada siswa untuk merelaksasi suasana dan menfokuskan kembali kondisi siswa agar senantiasa dalam keadaan alfa zone setelah adanya suatu transfer of knowledge pada siswa.
*   Kemudian guru membagi siswa menjadi 4 kelompok untuk mendiskusikan materi kalimah fi’il.
Eksplorasi (15 menit)
ØGuru meminta beberapa siswa untuk menjelaskan kalimah fi’il setelah adanya penyampaian materi tersebut.
ØSelanjutnya, guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang kalimah fi’il.
Øsetelah menghafal dan mengidentifikasi, guru meminta siswa agar menyalin kalimah fi’il.
ØSiswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok.
Konfirmasi (15 menit)
vDalam kalimah fi’il banyak mengandung nilai-nilai sikap dan perilaku yang utama, yaitu ketelitian dan kesabaran serta mengamalkan contoh kalimah fi’il dalam kehidupan sehari-hari.
vGuru menyatukan pendapat dan menyimpulkan hasil diskusi.
vGuru memberikan tugas dalam bentuk permainan yang harus diselesaikan oleh setiyap kelompok dengan memberikan satu bingkisan yang mana didalamnya terdapat beberapa soal yang berkaitan dengan materi tersebut dan diberi batasan waktu.
3.    Kegiatan Akhir (10 menit)
·      Guru meminta agar para siswa membaca sekali lagi kalimah fi’il sebagai penutup materi pembelajaran.
·      Guru meminta agar siswa mempelajari kalimah fi’il dengan rajin.
·      Guru memberikan tugas mengerjakan soal-soal latihan tentang kalimah fi’il sebagai pekerjaan rumah (PR).
·      Guru menutup/ mengakhiri pelajaran tersebut dengan membaca hamdalah/ do’a.
·      Guru mengucapkan salam kepada para siswa.
F.     Bahan/ Sumber Belajar
1.    Buku cetak ilmu Nahwu , terjemah al-Jurmiyah oleh al-Imam Akhsonhaji.
2.    Kaset VCD Pembelajaran (aplikasi bahasa arab yang didalamnya yaitu meteri nahwu.
3.    LCD dan Proyektor
4.    Sumber buku-buku lain yang relevan sebagai materi tambahan dan refrensi.



G.    Penilaian
Indikator Pencapain Kompetensi
Teknik Penilaian
Bentuk Penilaian
Contoh Istrumen Soal
1.      Mampu menjelaskan pengertian kalimah fi’il
2.      Mampu menyebutkan macam-macam kalimah fi’il
3.      Mampu memberikan contoh kalimah fi’il
Tertulis


Tertulis



Tertulis
Uraian


Uraian



Uraian
1.    Jelaskan pengertian kalimah fi’il?
2.    Sebutkan dan jelaskan macam-macam kalimah fi’il?
3.    Berikan contoh macam-macam kalimah fi’il?

*   Kunci Jawaban:
1.    Kalimah Fi’il adalah kalimah yang menunjukkan arti pekerjaan yang disertai waktu.
2.    Macam-macam kalimah fi’il ada 3, yaitu:
a.    Fi’il madli        : kalimah yang menunjukkan pekerjaan yang sudah selesai atau lewat (lampau).
b.    Fi’il mudhari’  : kalimah yang menunjukkan pekerjaan yang sedang berlangsung atau yang akan datang.
c.    Fi’il amar         : kalimah yang menunjukkan pekerjaan perintah atau yang akan datang.
3.    Contoh macam-macam kalimah fi’il:

Fi’il Madli
Fi’il Mudhari’
Fi’il Amar
ضَرَبَ
يَضْرِبُ
إِضْرِبْ

ØPedoman Penilaian    :
                 Nilai Akhir      =          Jumlah nilai yang diperoleh x 100
                                                                 Skor maksimal

Pekalongan, 25 Agustus 2015

Mengetahui:

Kepala MTs Nurul Islam

Mislailatun Nikmah, S.H.
Guru Mapel

Imam Syafi’i, S.Pd.I.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. 1989. Ihya’ ‘Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.

Dharma Kesutra, Cepi Triatna dan Johar Permana. 2011. Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ebta Setiawan. 2010. KBBI- Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Offline Versi 1.5, Freewere.

Imam al-Ghazali. Tt. Kitab al-Arba’in fi Ushul al-din. Kairo: Maktabah al-Kindi.

Imam Suprayogo. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter”, (Malang: UIN –Maliki Press.

M. Yatimin Abdullah. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an. Jakarta: Penerbit Amzah.

Muchson dan Samsuri. 2013. Dasar-Dasar Pendidikan Moral (Basis Pengembangan Pendidikan Karakter). Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Muhammad al-Ghazali. 1993. Akhlak Seorang Muslim. Semarang: Wicaksana.

MuhibbinSyah. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung : RemajaRosdakarya.
Nashiruddin Abdullah bin Nashir at-Thurky. 1432. Al-Fasad al-Khuluqi fi al-Mujtama’ fi Dau’i al-Islam. Riyadh: Mathabi’ al-Hamidi.

Nur Hidayat. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

OemarMohammadal-Toumyal-Syaibany. 1976. FilsafatPendidikanIslam. Jakarta:BulanBintang.

Sahilun A. Natsir. 1991.Tinjauan Akhlak. Surabaya: Penerbit al-Ikhlas.

Ulil Amri Syafri. 2012. Pendidikan Karakter berbasis Al-Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


[1] Nashiruddin Abdullah bin Nashir at-Thurky, “Al-Fasad al-Khuluqi fi al-Mujtama’ fi Dau’i al-Islam”, (Riyadh: Mathabi’ al-Hamidi, 1423 H), hlm. 16. Dalam Ulil Amri Syafri, “Pendidikan Karakter berbasis Al-Qur’an”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 72.
[2]Sahilun A. Natsir, “Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Penerbit al-Ikhlas, 1991), hlm. 14.
[3]Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, “Ihya’ ‘Ulumuddin”, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), hlm. 56. Dalam Ulil Amri Syafri, ibid., hlm. 73.
[4] M. Yatimin Abdullah, “Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an”, (Jakarta: Penerbit Amzah, 2007), hlm. 4. Dalam Ulil AmriSyafri,Pendidikan Karakter BerbasisAl Quran, (Jakarta:RajaGrafindo Persada,2012),hlm. 137-138.
[5]Ulil Amri Syafri, ibid., hlm. 104.
[6]Ebta Setiawan, KBBI- Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Offline Versi 1.5, Freewere, 2010.
[7]Muchson dan Samsuri, op., cit., hlm. 21.
[8]Muchson dan Samsuri, “Dasar-Dasar Pendidikan Moral (Basis Pengembangan Pendidikan Karakter)”, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 35.
[9]Nur Hidayat, “Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 8.
[10]Nur Hidayat, op., cit., hlm. 11.
[11]Nur Hidayat, op., cit., hlm. 14.
[12]Nur Hidayat, op., cit., hlm. 17.
[13]Dharma Kesutra, Cepi Triatna dan Johar Permana, “Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah)”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 4.
[14]Imam Suprayogo, “Pengembangan Pendidikan Karakter”, (Malang: UIN –Maliki Press, 2013), hlm. 43.
[15]Dharma Kesutra, Cepi Triatna dan Johar Permana, “op., cit., hlm. 9-10.
[16]Imam Suprayogo, “op., cit.”, hlm. 29.
[17]Imam Suprayogo, “op., cit.”, hlm. 33-36.
[18]Muhammad al-Ghazali, “Akhlak Seorang Muslim”,  (Semarang: Wicaksana, 1993), cet. IV, hlm. 13.
[19]Hari kemudian Ialah: mulai dari waktu mahluk dikumpulkan di padang mahsyar sampai waktu yang tak ada batasnya.
[20]Ibid., Muhammad al-Ghazali, hlm. 12.
[21]Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[22]Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[23]Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
[24]MuhibbinSyah,Psikologi Pendidikan,(Bandung : RemajaRosdakarya,2000), hlm. 123.
[25]Ulil AmriSyafri,Pendidikan Karakter BerbasisAl Quran, (Jakarta:RajaGrafindo Persada,2012),hlm. 137-138.
[26]Imam al-Ghazali, “Kitab al-Arba’in fi Ushul al-din”, (Kairo: Maktabah al-Kindi, t.t.), hlm. 190-191.
[27]MuhibbinSyah,op., cit.,hlm. 118.
[28]OemarMohammadal-Toumyal-Syaibany,FilsafatPendidikanIslam,(Jakarta:BulanBintang,1976),hlm.420.
[29] Imam al-Ghazali, op., cit., hlm. 16.
[30]Slamet Suyanto, “Strategi Pendidikan Anak, (Yogyakarta : Hikayat Publishing, 2008), hlm. 46.

KONSEP PENDIDIKAN (Studi Pemikiran Ibn Maskawaih)

$
0
0


KONSEP PENDIDIKAN
(Studi Pemikiran Ibn Maskawaih)

Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
STAIN Pekalongan
2016

I.              Pendahuluan
Dalam sebuah tatanan kemasyarakatan, selalu ada seorang tokoh yang menjadi pelopor atau pembaharu, atau bahkan pengubah sejarah. Pada masyarakat yang telah melaju, selalu muncul seorang yang dianggap sebagai pembaharu. Begitu pula halnya yang terjadi pada masyarakat yang mengalami degradasi moral.
Pada situasi masyarakat seperti itulah, lahir seorang Ibn Maskawaih yang lebih dikenal sebagai filosof akhlak atau filosof moral. Disebut demikian karena beliau mencurahkan perhatiannya pada masalah akhlak manusia. Lain halnya dengan para filosof sebelumnya, yang lebih banyak membahas filsafat ke-Tuhan-an. Ibn Maskawaih seolah-olah diutus untuk memperbaiki situasi masyrakat yang kacau.
Ibn Hayam dalam bukunya “al-Anta” menggambarkan Ibn Maskawaih adalah seorang fakir diantara orang-orang kaya dan seorang kaya di antara Nabi-nabi.[1]
Ibn Maskawaih adalah seorang filosof Islam yang pertama kali membicarakan filsafat akhlak.[2]Beliau banyak memunculkan konsep-konsep pemikiran beliau tersebut dalam  buku TahdzibulbAkhlaq. Selain itu beliau juga mengungkapkan pikiran-pikirannya tentang pendikdikan kaitannya dengan akhlaq atau moral Manusia.


II.           Biografi Ibnu Maskawaih
Nama lengkap Ibn Maskawaih adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yaqub Miskawaih. Beliau lahir pada tahun 940 M di Rayy, Iran.[3]Ibn Maskawaih menghabiskan masa kecil dan remajanya di tanah kelahirannya itu, sebelum kemudian hijrah ke Baghdad, Irak. Di kota ini Ibn Maskawaih bekerja sebagai pustakawan Daulah Abasid. Beliau bekerja di tempat itu cukup lama, hingga terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan. Ibn Maskawaih menganggap perpustakaan serupa sekolah, tempatnya mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan. di sela-sela pekerjaannya sebagai pustakawan, Ibn Maskawaih menyempatkan diri melakukan berbagai pengkajian, baik di bidang filsafat, sejarah, kedokteran, maupun kimia. Di antara semua itu, Ibn Maskawaih lebih tertarik mengkaji filsafat Yunani dan Sejarah.
Seperti para ilmuwan lain yang hidup pada masa itu, Ibn Maskawaih mempelajari sejarah dan filsafat, terutama filsafat etika, sebagai alat mencari kebenaran. Dalam setiap kajian filsafatnya, beliau selalu mencari bagaimana cara membangun moral yang sehat dan jiwa yang harmonis. Di kemudian hari, para pemikir muslim, seperti Mohamed Arkoun, menyebut Ibn Maskawaih sebagai seorang muslim yang humanis jika dilihat dari sudut pandang tradisi intelektual Islam, bukan tradisi intelektual humanisme Eropa.
Sebagai ahli filsafat, Ibn Maskawaih sangat terppengaruh oleh pemikiran Neoplatonisme. Sehubungan dengan itu, ia telah mengahasilkan sebuah karya Monumental berjudul Tahdib al-Akhlaq (Pembinaan Ahlak).[4]

III.        Karya-Karya Ibn Maskawaih
Selama hidupnya, Ibn Maskawaih menghasilkan banyak karya, diantaranya sebagai berikut:
1.        Al-Fauz al-Akbar (kemenangan besar);
2.        Al-Fauz al-Asghar(kemenangan kecil);
3.        Tajarib al-Umam (sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulisnya pada tahun 369 H/979 M);
4.        Uns al-Farid (koreksi anekdot, syair, pribahasa, dan kata-kata hikmah);
5.        Tartib al-Sa’adah (tentang akhlak dan politik);
6.        Al-Musthaufa (syair-syair pilihan);
7.        Jawidan Khirad (koleksi ungkapan bikak/ hikmah yang tak lekang waktu);
8.        Al-Jami’
9.        Al-Siyar (tentang tingkah laku kehidupan);
10.    On The Siple Drugs (tentang kedokteran);
11.    On The Composition of The Bajats (seni memasak);
12.    Kitab al-Asyrabah (tentang minuman);
13.    Tahzib al-Akhlaq (tentang akhlaq);
14.    Risalah fi al-Lazzah wa al-Alam fi Jauhar al-Nafs;
15.    Ajwibah wa As-Ilah fi Al-Nafs wa al-Aql al-Siyar (tentang aturan hidup);
16.    Al-Jawab fi al-Masa’il al-Tsakats;
17.    Risalah fi Jawab fi Su’al Ali Ibn Muhammad Abu Hayyan al-Shufi fi Haqiqah al-Aql;
18.    Thaharah al-Nafs(suci dari nafsu).[5]





IV.        Setting Sosial
Ibn Maskawaih hidup di tengah-tengah masyarakat elit Arab di persia pada zaman Dinasti Buwaihi. Negara Bani Buwaihi merupakan salah satu negara yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad, dan kemudian menaklukkan Persia, Ray, dan Asfahan. Para penguasa Dinasty Buwaihi sangat gemar memajukan ilmu pengetahuan. mereka banyak meniru apa yang dilakukan oleh para khalifah Bani Abasiyah terutama Harun Rasyid, al-Amid dan al-Ma’mun.[6]
Ibnu Maskawaih yang terkenal dengan julukan al-Khazin, digelari juga sebagai “guru ketiga” setelah Aristoteles dan Al-Farabi. Sebagai seorang otodidak yang sukses, ia menggeluti berbagai disiplin ilmu sehingga menjadikannya sebagai “Bapak Filsafat Etika Muslim” dan Bapak Psikologi Pendidikan Muslim”. Selain itu, ia juga seorang sejarawan, sastrawan, dan pendidik.
Pada masa Ibn Maskawaih, filsafat dan sains warisan Yunani tumbuh subur sehingga sangat wajar jika karya-karya Ibn Maskawaih dipengaruhi oleh para filsuf Yunani klasik. Misalnya, karya yang menyangkut filsafat manusia, jiwa, dan etika, Ibn Maskawaih banyak merujuk pada karya-karya Galen, Phytagoras, Socrates, terutama Plato dan Aristoteles.
Bila diperhatikan daftar karya tulis Ibn Maskawaih, tidak ditemukan satu pun yang membahas secara khusus tentang pendidikan. Akan tetapi, ada beberapa buku yang pembahasannya dinilai banyak berkaitan dengan pendidikan, seperti tentang kejiwaan, akal, dan etika. Salah satu bukunya yang dinilai banyak mengandung teori dan konsep pendidikan ialah Tahzib.[7]



V.           Metodologi
Dalam mengungkapkan pemikirannya, Ibn Maskawaih menggunakan beberapa metode sesuai dengan bidang yang dikajinya. Sebagaimana telah diketahui, Ibn Maskawaih selain dikenal sebagai filososf moral, beliau juga merupakan tokoh ahli sejarah dan ahli kimia.
Di bidang ilmu sejarah, pemikiran Ibn Maskawaih lebih dekat dengan prinsip yang dianut ahli sejarah barat. Pandangan dan analisis Ibn Maskawaih mengenai sejarah yang dimuat dalam buku Tajarib al-Umam dinilai sangat filosofis, ilmiah dan tajam.
Pemikiran Ibn Maskawaih tentang akhlak merupakan paduan antara kajian teoritis dan tuntunan praktis.[8]Dalam hal ini Ibn Maskawaih menolak pendapat sebagian pemikir. Yunani yang mengatakan bahwa akhlak itu tidak dapat berubah karena ia berasal dari watak atau pembawaan.
Beliau mengungkapkan bahwa responsi individu terhadap beliau bermacam-macam tingkatan. Karena alasan itulah dalam mendidik, hendaknya seorang pendidik harus mampu memperhatikan perbedaan-perbedaan watak tersebut agar tiap orang akan tumbuh sesuai dengan watak individualnya tersebut.
Berdasarkan perbedaan individual itulah, maka Ibn Maskawaih menerapkan metode alami dalam pendidikan (Thoriqun Thobi’yyun). Metode alamiah itu bertolak dari pengamatan terhadap potensi-potensi insani. Mana yang muncul lahir lebih dahulu, maka pendidikan diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan potensi yang lahir lebih dulu itu, kemudian kepada potensi berikutnya yang lahir sesuai dengan hukum alam.
Sedangkan dalam buku Reinventing Kepemimpinan karya Dr. M. Sugeng Sholehuddin disebutkan tentang pendidikan, Ibn Maskawaih menggunakan metode alami yang dikenal dengan Thariqun Tha’iyyun dalam mendidik. Metode alami ini maksudnya adalah pengamatan total terhadap potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, kemudian dikembangkan sesuai dengan potensi yang muncul lebih dahulu.[9]
Mengenai filsafat, terutama pendaoatnya tentang jiwa, beliau bertumpu pada ajaran spiritualistik tradisional Plato dan Aristoteles dengan kecenderungan Platonis. Ia menulis masalah ini dalam al-Fauz al-Asghar dan Tahdzib al-Akhlaq.[10]
VI.        Teori
Pada bagian pertama, beliau membahas tentang jiwa manusia. Seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup jika ia mampu menciptakan kebahagiaan jiwa, mislanya dengan menuntut ilmu. Ibn Maskawaih beranggapan bahwa ilmu itu dapat membuat manusia bijak. Pada bagian berikutnya ia menguraikan beberapa jenis kebahagiaan dan sifat-sifatnya. Ibn Maskawaih berpendapat ada dua faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses mencapai kebahagiaan, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah kesehatan tubuh dan emosi manusia. Sedangkan faktor eksternal adalah hubungan sosial dan kondisi lingkungan sekitar.[11]
Beberapa teori yang disampaikan oleh Ibn Maskawaih adalah sebagai berikut:
1.        Teori tentang Alam
Dalam hal ini, Ibn Maskawaih mengaungkapkan teori evolusi. Beliau berpendapat bahwa alam berevolusi dari salah satu tingkatan yang paling rendah kepada tingkatan yang lebih tinggi. Evolusi ini melalui empat tingkatan. Tingkat yang paling rendah ialah berupa benda-benda mati (mineral). Berkembang ke arah yang lebih tinggi, yaitu alam tumbuh-tumbuhan (vegetable). Selanjutnya berevolusi ke alam binatang (animal), dan yang terakhir dan tinggi berkembang menjadi manusia (The Human).[12]
2.        Teori tentang Akhlak
Mengenai akhalak, Ibn Maskawaih menolak pendapat para filosof Yunani yang mengatakan bahwa watak itu alami dan tidak dapat berubah berkat pendidikan dan pengajaran, cepat atau lambat.[13]
Watak itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu: temperamen, seperti sifat pada seorang manusia yang mudah bereaksi oleh suatu hal yang sederhana dan watak yang diperoleh dari kebiasaan atau latihan yang berulang-ulang.[14]
Selain dari pada kedua hal itu, Ibn Maskawaih berpendapat bahwa orang yang hidup zuhud, mengasingkan diri dari masyarakat, adalah merupakan suatu pelarian, sekalipun ia menganggap dirinya baik, tetapi sebenarnya ia tidaklah mengerti arti kehidupan.[15]
Pendapat beliau yang kontroversial ini lebih dominan disebabkan oleh kondisi masyarakat pada saat itu. Pada saat itu kondisinya kacau dan perlu adanya seorang yang membenahinya, namun orang-orang zuhud seakan-akan lari dari permasalahan disekitarnya. Mereka mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli pada lingkungan sosialnya.[16]
VII.     Ide-Ide Pokok Ibnu Maskawaih tentang Pendidikan
1.    Filsafat yang melandasi Pemikiran Pendidikan Ibn Maskawaih
a.    Filsafat Manusia
Ibnu   Miskawaihmemandang  manusia  terdiri  dari  duasubstansi:pertama,substansiyangberupatubuhsebagaiwawasanmateri,dan  kedua,jiwa   (al-nafs),  yaitusubstansiyangtidakberdimensi  sebagaiwawasanimateridan  inilah  yangmenjadiesensimanusia.[17]
Dalam karyanya Tahzib, Ibn Maskawaih menjelaskan bahwa manusia terdiri atas jasmani dan rohani. Ia mengakui adanya potensi atau kemampuan dasar yang tabi’i, namun hal tersebut dapat berubah karena pengaruh dari dalam diri dan luar diri manusia, yaitu melalui pendidikan.
Ibn Maskawaih membagi manusia pada tiga tingkatan, sejalan dengan kemampuan akalnya, yakni:
1.    Manusia tingkat hewan, yaitu manusia yang tinggal di pelosok-pelosok terpencil dan tidak mempunyai peradaban;
2.    Manusia indriawi, yaitu manusia yang sudah mampu memahami dan membedakan sesuatu karena peradabannya sudah maju, tetapi mereka masih terkungkung oleh kemampuan indrawinya;
3.    Manusia intelektual, yaitu manusia yang telah berupaya dengan akalnya menemukan keutamaan atau fadilah dengan segala kemampuan.
4.    Manusia filsuf atau manusia setingkat nabi, inilah tingkatan yang paling tinggi bagi manusia karena dia telah menyentuh awal alam malaikat. Pada tingkatan ini, seluruh maujud bersatu dan bertaut antara awal maujud dan akhir maujud, yang dinamakan lingkaran eksistensi.[18]
Ibn Maskawaih menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai keistimewaan dan paling mulia. Hal ini karena dalam kenyataannya, manusia memiliki daya pikir. Dengan menggunakan daya pikir itu, manusia dapat membedakan dan menentukan mana yang benar dan mana yang salah, yang baik dan yang buruk. Manusia yang paling sempurna kemanusiaannya menurutnya adalah mereka yang paling benar dan tepat cara berpikirnya. Adapun manusia yang paling baik adalah yang paling mampu melakukan tindakan yang tepat, yang paling memperhatikan syarat-syarat substansinya.[19]
b.   Filsafat Jiwa
Menurut Ibn Maskawaih, jiwa yang terdapat pada diri manusia yang merupakan substansi yang tidak dapat diindra, terdiri atas jiwa rasional (an-natiqoh), apetitif (asy-syabu’iyah), dan syahwat (al-bahimiyah) dengan dayanya masing-masing (al-quwwa). Ketika aktivitas ketiga jiwa di atas normal, serasi, dan patuh pada jiwa rasional, muncullah keutamaan-keutamaan ilmu dan filsafat, kesantunan dan keberanian, kesederhanaan dan kedermawanan. Dari keutamaan tersebut lahirlah keadilan (al-‘adalah).[20]
Kesempurnaan  manusia  akan  dicapai  apabila  manusia  itu  sendiri mampumenyeimbangkandaritigaunsurkekuatanjiwayaitu:[21]
1.    Quwwat  al-Natiqah(daya  pikir)  merupakan  fungsi  jiwa  tertinggi, kekuatanberpikir,melihatfakta,alatyangdigunakanadalahotak.Bila kekuatanjiwaininormaldantidakbergeserdarihakekatnyaakanlahir keutamaan  ilmu  dan  al-hikmah  (kebijakan)  jiwa  pikir  kritis  analitis untukmengetahuisegalayangada.
2.    Quwwatal-Ghadabiyah(dayamarah)keberanianmenghadapiresiko,ambisipadakekuasaan,kedudukandankehormatanalatyangdigunakan hati.Kekuatanjiwainiseimbangdibawahkontroldayaaqliyahakan menghasilkankeutamaan  al-Hilm(kesantunan)dandiikuti  fadilahal- sajaah(keberanian).
3.    Quwwat  al-Shahwiyyah(nafsu)  atau  bisa  disebut  juga  quwwat al-bahimiyah(daya  hewani)  dorongan  nafsu  makan,  keinginan  kepada kelezatan makanan,  minuman, seks dan  segala sesuatu            yang berhubungandengankenikmatan  inderawi, alat  yangdigunakandalam badanmanusiaadalahperut.
Mengenai kekuatan jiwa, Ibn Maskawaih menyebutkan ada tiga macam kekuatan jiwa, yaitu:[22]
1.    Quwwatun Natiqoh (daya pikir), merupakan fungsi jiwa tertinggi, kekuatan berfikir, melihat fakta, dengan alatnya otak.
2.    Quwwatun Ghodhobiyah (daya marah), yakni keberanian menghadapi resiko, ambisi pada kekuasaan, kedudukan, dan kehormatan, alatnya hati.
3.    Quwwatun Syahwiyyah (nafsu), yakni dorongan nafsu makan, keinginan kepada kelezatan makanan/minuman/seksualitas dan segala macam kenikmatan indrawi, alatnya adalah perut, ada yang mengatakan jantung.[23]
Dari ketiga kekuatan tersebut akan lahir fadhilah-fadhilah sebagai berikut:[24]
1.    Al-Hikmah (kebijakan), ialah fadhilah sifat utama dari jiwa natiqoh jiwa pikir kritis analitis untuk mengetahui (mengenali) segala sesuatu yang ada kerena keberadaannya.
2.    Al-Iffah (kesucian diri), adalah sifat utama pada penginderaan nafsu syahwat.
3.    As-Saja’ah (keberanian), yaitu sifat utama ghodhobiyah.
4.    Al-‘Adalah, merupakan sifat utama pada jiwa.

c.    Filsafat Akhlak
Akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas secara spontan. Keadaan jiwa dapat berupa naluri atau fitrah sejak lahir, dapat pula latihan dan pembiasaan. Karakter manusia dapat dibentuk dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat ia hidup dan pendidikan yang diterimanya.
Beberapa hal pokok dalam filsafat akhlak Ibn Maskawaih adalah sebagai berikut:
1.    Kebaikan dan kebahagiaan, Terma kebaikan menurut Ibn Maskawaih berbeda dengan kebahagiaan. Perbedaannya, kebaikan menjadi milik semua orang, sedangkan kebahagiaan adalah milik individu.
2.    Keutamaan (fadhilah), menurut Ibn Maskawaih terdapat empat keutamaan, yakni hikmah iffah, syaja’ah, dan ‘adalah. Semua keutamaan tersebut adalah titik-titik tengah antara dua ujung keburukan, misalnya sederhana adalah titik tengah antara mengumbar nafsu dan mengekang atau mengabaikan nafsu, berani adalah titik tengah antara pengecut dan sembrono.
3.    Keadilan (al-‘adalah), Ibn Maskawaih mengelompokkan keadilan pada tiga kategori, yaitu alami (tabi’iyyu), konvensional (wada’iyyu), ketuhanan (ilahiyyu). Manusia yang benar-benar adil ialah manusia yang dapat mengharmoniskan semua daya, aktivitas, dan kondisi dirinya sehingga salah satunya tidak mendominasi yang lain.
4.    Cinta dan persahabatan (al-mahabbah wa as-shadaqah), Ibn Maskawaih membagi cinta menjadi dua, yaitu cinta manusia pada sesamanya dan cinta manusia pada Tuhan.[25]
2.    Pemikiran Pendidikan Ibn Maskawaih
a)   Karakter Manusia
Ibn Maskawaih berpendapat tentang karakter manusia menyatakan bahwa manusia memiliki dua macam karakter, pertama, yang tabi’i dan kedua, karakter yang lain dan diperoleh melalui kebiasaan dan latihan.
Ibn Maskawaih mengakui hakikat dan fungsi pendidikan dalam pembentukan kepribadian diri manusia sehingga terbentuk manusia yang memiliki malakah dan karakter terpuji.[26]Malakah mempunyai makna sebagai sifat yang berurat akar, sebagai hasil mengerjakan sesuatu secara berulang-ulang. Jika malakah dihubungkan dengan persoalan belajar, ia bermakna suatu tingkat capaian dan tingkat tertentu sebagai akibat proses belajar.
Sejalan dengan penjelasan tersebut, Ibn Maskawaih mengungkapkan bahwa manusia dalam menerima perubahan karakter itu berbeda-beda sehingga ia membagi manusia menurut tabi’atnya pada tiga kelompok, yaitu manusia yang baik, manusia yang jahat, dan manusia pada posisi tengah yang dapat berubah menjadi baik atau jahat bergantung pada faktor usaha, pendidikan, dan lingkungan. Pembagian ini memberi gambaran bahwa manusia dapat dididik, dan inilah menurutnya yang sesuai dengan realitas. Karena pemahamannya yang demikian, beliau menulis buku Tahzib supaya manusia berakhlak mulia.[27]
b)   Dasar Pendidikan
Dasar merupakan landasan bagi berdirinya sesuatu dan ia berfungsi sebagai pemberi arah terhadap tujuan yang akan dicapai.
1.    Syariat sebagai dasar pendidikan, Ibn Maskawaih tidak menjelaskan secara pasti apa yang menjadi dasar pendidikan. Akan tetapi, ia menyatakan bahwa syariat agama merupakan faktor penentu bagi lurusnya karakter manusia. Dengan syariat, manusia terbiasa untuk melakukan perbuatan terpuji, menjadikan jiwa mereka siap menerima al-hikmah dan fadhilah.[28]Karena rujukan syariat agama adalah al-Qur’an dan al-Sunnah.
2.    Pengetahuan psikologi sebagai dasar pendidikan, Ibn Maskawaih pada awal tulisannya dalam Tahzibmenegaskan adanya hubungan antara pendidikan dan pengetahuan tentang jiwa. Untuk memiliki karakter yang baik, manusia harus melalui perekayasaan (sina’ah) dan pengarahan pendidikan secara sistematis (ala tartib ta’limy).[29]Pembentukan karakter baik tersebut dapat tercapai jika kita memahami makna jiwa, mulai penciptaan, tujuan, kekuatan atau daya, dan malakah-nya. Jiwa yang dibina dengan tepat akan menjadikan manusia tersebut mencapai kesempurnaan. Pembinaan jiwa tersebut dapat dilakuakan melalui pendidikan.
c)    Tujuan Pendidikan
Corak pemikiran pendidikan Ibn Maskawaih lebih bertendensi etis dan moral. Hal ini terlihat dalam merumuskan pendapatnya tentang tujuan pendidikan sebagai berikut.
1.    Tercapainya Akhlak Mulia
Ibn Maskawaih mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan adalah terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, yang disebutnya isabah al-khuluq as-syarif, yakni pribadi yang mulia secara substansial dan essensial, bukan kemuliaan yang terporal dan aksidental, seperti pribadi yang materialistis dan otokratis.[30]
Hal ini sejalan dengan pandangannya bahwa kemuliaan dan keistimewaan manusia terletak pada jiwa rasionalnya. Menurutnya, manusia yang paling mulia adalah manusia yang paling besar kadar rasionalnya, dan terkendali olehnya. Oleh karena itu, pembentukan individu yang berakhlak mulia terletak pada cara menjadikan jiwa rasional ini unggul dan dia bisa menetralisasikan jiwa-jiwa lainnya.
2.    Kebaikan, Kebahagiaan, dan Kesempurnaan
Pada hakikatnya, tujuan pendidikan itu identik dengan tujuan hidup manusia. Tercapainya tujuan pendidikan merupakan langkah bagi tercapainya tujuan hidup manusia yang terakhir, yaitu kebaikan, kebahagiaan, dan kesempurnaan.
Manusia menurut Ibn Maskawaih memiliki keutamaan rohani, dengannya ia dapat menyamai roh-roh yang baik, dan keutamaan jasmani yang dengannya, ia menyamai hewan. Manusia dengan potensi fisiknya menempati alam rendah untuk mengaturnya, dan akan pindah ke alam tinggi bersama para malaikat dan roh yang baik.
Sehubungan dengan kebaikan, kebahagiaan, dan kesempurnaan di atas. Ibn Maskawaih membagi kedudukan manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT. pada:
a.    Kedudukan orang yang yakin, yaitu ytingkat filsuf dan ulama
b.   Kedudukan orang yang baik, yaitu orang yang mengamalkan pengetahuannya
c.    Kedudukan orang yang beruntung, yakni orang-orang yang saleh
d.   Kedudukan orang yang menang, yaitu tingkatan orang yang tulus.
Untuk mencapai semua tingkatan di atas, harus dimiliki empat kualitas, yaitu: (1) kemampuan dan semangat yang kuat, (2) ilmu-ilmu yang hakiki dan pengetahuan yang esensial-substansial, (3) malu akan kebodohan dan kekurangwaspadaan, dan (4) tekun melakukan kebajikan.
3.    Pendidik dan Subjek didik
Ibn Maskawaih mengelompokkan pendidik kepada orang tua, guru atau filsuf, pemuka masyarakat, dan raja atau penguasa. Ibn Maskawaih menjelaskan bahwa kewajiban orang tua mendidik anak-anak mereka supaya menaati syari’at dan seluruh sopan santun dengan berbagai cara.
Menurut Ibn Maskawaih, guru atau filsuf adalah penyebab eksistensi intelektual manusia karena pendidikan yang mereka berikan dan ilmu yang mereka kembangkan. Tugas pemuka masyarakat, yaitu pertama, meluruskan dan memandu manusia dengan ilmu-ilmu rasional dengan melatih daya-daya analisis potensinya. Kedua, memandu manusia dengan keterampilan praktis sesuai dengan kemapuannya.
Pengertian subjek didik bagi Ibn Maskawaih cukup luas, yaitu semua orang yang memperoleh atau memberikan bimbingan, bantuan, dan latihan dari orang lain, baik berupa ilmu pengetahuan maupun keterampilan guna mengembangkan diri. Menurutnya, manusia memiliki watak yang berbeda. Ada yang memiliki sifat baik sejak awal dan ada juga yang tidak memiliki sifat tersebut. Akan tetapi, pembawaan sifat tersebut dapat berubah, jika ia memiliki kesungguhan untuk menemukan kebenaran yang hakiki. Jika perbedaan watak ini diabaikan, setiap orang akan tumbuh sesuai dengan watak individunya yang tabi’i, di sinilah letak pentingnya pendidikan agama.
Ibn Maskawaih mengemukakan bahwa respon individu dalam menerima pendidikan ada yang harus dengan paksaan. Ada pula manusia yang responnya sangat mudah dan cepat karena ia mempunyai watak yang baik, potensi unggul.
Mengenai tahapan perkembangan kejiwaan manusia, menurut Ibn Maskawaih, berkembang dari tingkat sederhana pada tingkat yang tinggi. Awalnya, daya yang muncul berhubungan dengan makanan, untuk bertahan hidup lalu berkembang daya yang bersifat syahwiyah, yang membuatnya cenderung pada kesenangan. Kemudian, berkembang daya imajinasi melalui pancaindra, selanjutnya muncul daya ghadhabiyah. Ia mencoba mengatasi apa-apa yang merusak diri dan mencari yang bermanfaat dari dirinya. Setelah itu, muncul secara berangsur daya atau kekuatan natiqah yang ditandai dengan rasa malu. Pada tahap ini, manusia akan merasakan mana yang baik dan mana yang buruk. Pada saat ini jiwa sudah siap menerima pendidikan.
Hubungan pendidik dengan subjek didik haruslah didasarkan pada cinta, kasih sayang, persahabatan, keadilan, kebaikan, dan fadhilah. Hal ini karena menurut Ibn Maskawaih bahwa manusia adalah makhluk sosial yang harus membagi cinta dan kasih sayang, bersahabat, menegakkan keadilan, dan kebaikan serta berupaya memperoleh keutamaan. Untuk itu, dalam pendidikan diperlukan komunikasi dua arah (interaksi) dan multiarah (transakasi).[31]
4.    Fungsi Pendidikan
Menurut Ibn Maskawaih, fungsi pendidikan adalah sebagai berikut:
a.    Menanamkan akhlak mulia
Bagi Ibn Maskawaih, pembentukan akhlak mulia merupakan tujuan pendidikan, sekaligus sebagai fungsi pendidikan. Nilai-nilai akhlak mulia yang perlu ditanamkan dan dibiasakan itu pada aspek rohani seperti jujur, tabah, sabar, dan lain-lain. Juga pada aspek jasmani seperti adab berpakaian, berbicara dan lain-lain.
b.   Memanusiakan manusia
Ibn Maskawaih menyatakan bahwa tugas pendidikan adalah menundukkan manusia sesuai dengan substansinya sebagai makhluk yang termulia. Selain itu, pendidikan bertugas mengangkat manusia dari tingkat terendah pada tingkat tinggi.
c.    Sosialisasi individu manusia
Ibn Maskawaih menyatakan bahwa kebajikan dan malakah manusia itu sangat banyak jumlahnya, dan seorang individu tidak dapat mencapainya sendirian. Sejumlah individu harus bersatu untuk mencapai kebahagiaan bersama sehingga satu sama lainnya saling menyempurnakan. Masing-masing individu menjadikan dirinya seperti satu tubuh yang saling menunjang.[32]
Manusia menurut Ibn Maskawaih, tidak dapat mandiri dalam menyempurnakan esensi dan subtansinya sebagai insan tanpa berintegrasi dengan individu lainnya. Oleh karena itu, diperlukan segala bentuk hubungan sosial lainnya, diantaranya melalui interaksi pendidik-subjek didik dalam proses pendidikan.
5.    Materi Pendidikan
Ibn Maskawaih tidak menjelaskan dengan tegas materi apa yang harus diajarkan kepada subjek didik. Akan tetapi, dapat dipahami bahwa ia menekankan meteri pendidikan itu haruslah bermanfaat bagi terciptanya akhlak mulia dan menjadikan manusia sesuai dengan substansi serta esensinya.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Ibn Maskawaih membagi ilmu pada dua kelompok: ilmu-ilmu mulia (al-Ulum asy-Syarifah) dan ilmu-ilmu yang hina (al-ulum ar-radi’ah). Pembagian martabat ilmu tersebut sesuai dengan substansi dari objek ilmu yang ada di alam ini. Ilmu-ilmu tentang manusia (seperti ilmu pendidikan, ilmu kedokteran, dan lain-lain) adalah lebih mulia dari ilmu tentang hewan, dan ilmu-ilmu tentang hewan lebih mulia dari ilmu-ilmu mengenai benda mineral (al-Jamadat).[33]Ia lebih menekankan mempelajari al-ulum al-aqliyah karena itu berkaitan langsung dengan substansi, eksistensi, dan kualitas manusia.
Mengenai urutan yang harus diajarkan pada subjek didik, yang pertama sekali adalah kewajiban syariat sehingga subjek didik terbiasa. Kemudian, materi yang berhubungan dengan akhlak sehingga akhlak dan kualitas terpuji merasuk dalam dirinya, dan terbiasa dengan perkataan yang benar dan argumentasi yang tepat. Kemudian, meningkat setahap demi setahap pada materi ilmu lainnya sehingga subjek didik mencapai tingkat kesempurnaan.[34]
Bagi Ibn Maskawaih, ilmu itu tiada batasnya. Ia berkembang dan harus digali terus-menerus tanpa mengenal lelah sehingga ditemukan kebenaran hakiki, yakni kebenaran yang bersumber dari pemilik ilmu-ilmu itu, yaitu Yang Maha Berilmu.[35]
6.    Metode dan Alat Pendidikan
a.    Metode alami (tabi’iy)
Sebagaimana diuraikan terdahulu, bagi Ibn Maskawaih, setiap individu mempunyai perbedaan dengan individu lainnya, termasuk tahapan perkembangannya. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budi pekerti harus berjenjang, setahap demi setahap sehingga sampai pada kesempurnaan.
Dengan demikian, ide pokok dari metode alami ini adalah dalam pelaksanaan kerja dan proses mendidik itu hendaknya didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan manusia lahir batin, jasmaniah dan rohaniah. Setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan manusia membutuhkan pemenuhan psiko-fisiologis, dan cara mendidik hendaknya memperhatikan kebutuhan-kebutuhan ini sehingga sesuai tuntunan tahapan pertumbuhan dan perkembangan setiap pribadi.
b.   Nasihat dan tuntunan sebagai metode pendidikan
Ibn Maskawaih menyatakan, supaya anak menaati syari’at dan berbuat baik, diperlukan dan nasihat dan tuntunan. Subjek didik tidak terarah pada tujuan pendidikan yang diharapkan jika mereka tidak diberi nasihat dan pengajaran lainnya.
Dalam al-Qur’an, apa yang dikemukakan Ibn Maskawaih banyak ditemukan, seperti dalam surat Luqman: 13-19. Ini menunjukkan betapa pentingnya nasihat dalam interaksi pendidik dengan subjek didik.
c.    Ancaman, hardikan, pukulan, dan hukuman sebagai metode pendidikan
Ibn Maskawaih mengindikasikan banyak sekali yang dapat dilakukan dalam mendidik, seperti tertera di atas dan dilaksanakan secara akurat sesuai dengan tuntutan yang diperlukan.[36]Artinya, jika subjek didik tidak melaksanakan tata nilai yang telah diajarkan, mereka diberi sanksi berbagai cara sehingga mereka kembali pada tatanan nilai yang ada. Akan tetapi, pemberian sanksi harus bertahap dalam pelaksanaannya, yaitu ancaman, hardikan, kemudian pukulan (bersifat jasmani), dan hukuman (baik bersifat jasmani maupun rohani).
d.   Sanjungan dan pujian sebagai metode pendidikan
Ibn Maskawaih menandaskan, jika subjek didik melaksanakan syari’at dan berprilaku baik, dia perlu dipuji.[37]Selanjutnya, Ibn Maskawaih menyatakan, jika ia didapati melakukan perbuatan yang melanggar syari’at dan budi pekerti mulia, anak didik jangan langsung dicerca, apalagi di depan orang banyak.
e.    Mendidik berdasarkan asas-asas pendidikan
Pemikiran Ibn Maskawaih dalam Tahzib mengenai asas-asas pendidikan antara lain: asas bertahap, perbedaan, kesiapan, gestalt, keteladanan, kebebasan, aktivitas, keadilan, cinta, dan persahabatan serta pembiasaan dan pergaulan.
Dalam asas kesiapan, Ibn Maskawaih menyatakan bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kesiapan untuk memperoleh bermacam-macam tingkatan. Dengan model kesiapan ini, manusia mempunyai harapan untuk meningkatkan kualitas dirinya. Hanya saja, hal ini tidak sama untuk semua individu.[38]
Asas Gestalt adalah mendahulukan pengetahuan yang umum kemudian merincinya. Ibn Maskawaih menandaskan jika mengetahui yang universal, maka akan mengetahui yang partikularnya, karena partikular itu tidak dapat terpisah dengan yang universalnya.[39]
Asas keteladanan adalah pemberian contoh yang baik bagi subjek didik, kecenderungan manusia untuk meniru menyebabkan keteladanan menjadi penting artinya bagi pendidikan.
Asas kebiasaan bagi Ibn Maskawaih sangat penting dan menjadi perhatiannya. Dikatakannya, subjek didik boleh bebas memilih, apakah menjadi makhluk mulia atau menjadi makhluk hina seperti binatang, atau menjadi manusia sederajat malaikat, bahkan menyatu ddengan Tuhan. Itu semua terserah pada manusia sebagai subjek dari pendidikan.[40]
Asas pembiasaan adalah upaya praktik dalam pembinaaan dan pembentukan subjek didik. Ibn Maskawaih berulang-ulang menyatakan untuk membiasakan berbuat baik dan taat kepada orang tua, guru dan pendidik, biasakanlah untuk tidak berbohong, sering berjalan, bergerak, rekreasi, oalh raga dan seterusnya.[41]
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa asas-asas pendidikan dari pemikiran Ibn Maskawaih didasari oleh hakikat jati diri subjek didik sehingga sangat penting untuk dipahami dan diterapkan dalam usaha pendidikan.
VIII.  Analisis
a.    Analisis Masa Lalu
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa, Ibn Maskawaih adalah seorang tokoh Islam Humanis, yang mana dalam pemikiran-pemikirannya menjelaskan di bidang etika yang di dalamnya membahas jiwa manusia dan akhlak manusia baik dari jenisnya maupun sifat-sifatnya. Ibn Maskawaih juga merupakan seorang filosof yang sangat kritis terhadap kehidupan sosisal pada masyarakat saat itu. Beliau mendapat julukan sebagai “Bapak Filsafat Etika Muslim” dan Bapak Psikologi Pendidikan Muslim”. Selain itu, ia juga seorang sejarawan, sastrawan, dan pendidik.
Pemikiran Ibn Maskawaih, khususnya mengenai filsafat, sebagian besar sama dengan para filosof sebelumnya, seperti Plato dan Aristoteles, namun beliau lebih kritis, dikatakan lebih kritis karena ia tidak hanya mengikuti pendapat yang telah ada, tetapi ia menyesuaikannya dengan kondisi masyarakat pada masanya.
Pemikirannya yang paling menonjol adalah mengenai filsafat moral/ akhlaknya. Dalam hal ini, beliau berbeda pendapat dengan para filosof Yunani yang menjadi sumber filsafatnya. Oleh karena itulah, Ibnu Maskawaih sangat memperhatikan pendidikan, terutama pendidikan anak-anak.
Sebagai seorang penulis, Ibnu Maskawaih adalah seorang yang produktif yang karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Beliau juga sangat memperhatikan pergaulan sosial. Karena dari situlah akan muncul cinta dan saling peduli. Itu sebabnya beliau mengecam orang zuhud, yang dianggapnya melarikan diri dari pergaulan sosial dan persoalan-persoalannya.[42]
b.   Analisis Masa Sekarang
PemikiranIbnuMiskawaihtentangtujuandanfungsipendidikan dapatdijadikan sumbangan sehubungan dalam upaya dan mencariformat   pendidikan yang Islami, tiga tujuan yang dicetuskannya masihsangat  relevandengansistem pendidikan sekarang,dimana penyelenggaraanpendidikanselamainilebih berorientasiterhadappersaingansosialekonomiglobalsehingga menyebabkankeringnya  pendidikandarinilai–nilaimoral   danAgama.
Ibnu Maskawaih merupakan filosof pertama yang membahas masalah akhlak. Hal ini membuka cakrawala baru bagi para filosof yang hidup setelah beliau seperti Ibnu Sina dan al-Ghazali. Dari beliau-beliau inilah muncul konsep-konsep kependidikan yang diterapkan pada pendidikan yang senantiasa berkembang saat ini. Dan konsep-konsep tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam sistem pendidikan sekarang, hingga terwujudlah cita-cita pendidikan yaitu terwujudnya pribadi susila, berwatak yang lahir dan perilaku-perilaku luhur atau berbudi pekerti mulia.[43]
Dari ketiga fungsi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh Ibn Maskawaih, kalau kita kaitkan dengan pendidikan sekarang ada sisi positif sebagai kontribusi pemikiran untuk mencari format pendidikan yang semakin Islami. Begitu juga diantaranya yang perlu kita pertimbangkan mengingat perputaran waktu dan kondisi yang berbeda.
Adapun sisi yang perlu dikembangkan dari gagasan Ibn Maskawaih walau bagaimanapun juga pendidikan hendaknya tidak mengenyampingkan pendidikan moral. Kalau kita mencoba bercermin dari krisis ekonomi yang baru ini melanda bangsa kita sebetulnya diawali oleh krisis moral dimana penyelenggaraan pendidikan hanya berorientasi  pada persaingan ekonomi global, sementara garapan moral sebagai pengejawantahan agama kurang mendapat perhatian seakan-akan hanya sebaatas pengajaran materi sebagai pelengkap bukan penanaman pendidikan moral yang mengarah kepada kedewasaan dan tanggung jawab, atau dengan kata lain pendidikan hanya hmenunjukkan “learning for knowlaedge” tidak “learning to be person”.
Sebagai akibat dari arah pendidikan yang mengenyampingkan peranan moral manusia telah terkooptasi pada sebuah realitas yang menjadikan posisi dan kedudukannya hanya hseharga dengan sebuah barang (materi), makro kosmos otak manusia modern telah terkontaminasi pada imbas modern secara global, sehingga lajur dan konstruksi pemikiran mereka hanya mengikuti jiwa terendah yaitu kesenangan dunia.
Hal yang perlu kita pertimbangkan kaitannya dengan pendidikan sekarang, gagasan Ibn Maskawaih terkesan terlalu menekankan pada aspek normatif, ritualistik dan eskatatologis. Suatu problematika pendidikan selama ini dalam kenyataannya perlu hadirnya pendidikan moral, namun disisi lain menurut iadanya ukedinamisan sesuai kemajuan zaman yang semakin global. Salah satu solusinya pendidikan khususnya pendidikan Islam harus dapat imengembangkan etika dan moral keagamaan yang mempunyai relevansi dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingg tujuan dan cita-cita pendidikan Islam akan tercapai yaitu, “transfer of knowledge” dan “transfer of value”.[44]
Di  antara  beberapa  tawaran  pemikiran  tersebut  ialah  Posisi pendidikanIslamharusberadadalamposisiyangequalibrium; selain  transferofknowledgedanjugaharus   dibarengidengan transferofvalues.PendidikanIslam(khususnyapesantren)mau menerima kehadiran  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  karena pada dasarnyakemajuanilmudanteknologisesuaidengancita-citasetiapmuslimyaitu;kebaikandidunia dandiakhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Madjidi, Busyairi. 1997. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Jakarta: al-Amin Press.

Dardy, Ahmad. 1986.  Kuliah Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Departemen Agama, 1987. Ensiklopedia Islam I. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan  Agama Islam.


Madjidi, Busyairi. 1997. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Al-Amin Press.

Mahmud, 2011. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Murtiningsih, Wahyu. 2009. Biografi Para Ilmuwan Muslim. Yogyakarta: Insan Madani.

Ramli, 2015. PendidikanDanIlmuPengetahuan DalamUpayaMencari Format PendidikanYangIslami (KajianPemikiranIbnuMiskawaih). Jurnal EL-FURQONIA Vol.1 No.1

Sholehuddin, M. Sugeng. 2010. Reinventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Press.

Syah Nasution, Hasyim. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Syarif, M. 1998. Para Filosof Muslim. Bandung: Mizan.

Yusuf Musa, Muhammad. 1963. Falsafah Akhlaq fil Islam. Qahirah: Muwasatul Khanji.

Nur Hamim, 2014. Pendidikan  Akhlak:KomparasiKonsepPendidikanIbnuMiskawaihDanAl-Ghazali”, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 18, Nomor 1.


[1]Departemen Agama, “Ensiklopedia Islam I, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan  Agama Islam, 1987), hlm. 353. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, “Reinventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam”, (Pekalongan: STAIN Press, 2010), hlm. 13.
[2]Ibid ., hlm.353. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, loc. cit., . . .
[3]Sedangkan dalam buku karya M. Sugeng Sholehuddin, “Reinventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam”, (Pekalongan: STAIN Press, 2010), hlm. 14, disebutkan bahwa nama lengkapnya yaitu Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’kub bin Maskawaih, lebih dikenal dengan nama Ibn Maskawaih. Beliau dilahirkan di Ray, sebuah kota di sebelah selatan Teheran di Persia (Irak), pada tahun 330 H (941 M) dalam buku karya Dr. Muhammad Yusuf Musa, “Falsafah Akhlaq fil Islam”, (Qahirah: Muwasatul Khanji:1963), hlm. 74. Ada juga yang mengatakan pada tahun 320 H (932 M), Selain itu ada yang berpendapat tahun 325 H (937 M).
[4]Wahyu Murtiningsih, “Biografi Para Ilmuwan Muslim”, (Yogyakarta: Insan Madani, 2009), hlm. 179-180.
[5]Hasyim Syah Nasution, “Filsafat Islam”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 57.
[6]Ahmad Dardy, “Kuliah Filsafat Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 37. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 16.
[7]Mahmud, “Pemikiran Pendidikan Islam”, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), cet. ke-1. hlm. 277-278.
[8]Ahmad Dauny, ibid., hlm. 61. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 16.
[9] M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 20.
[10]M. M. Syarif, “Para Filosof Muslim”, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 88. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 17.
[11]Wahyu Murtiningsih, op., cit., hlm. 180.
[12]Departemen Agama, “Ensiklopedi Islam I …, hlm. 354. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 18.
[13]Busyairi Madjidi, “Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim”, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997), hlm. 34. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, loc. cit.,  . . .
[14]Ibid, hlm. 34. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, loc. cit.,  . . .
[15]Departemen Agama, “Ensiklopedi Islam I, …, hlm. 354. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 18.
[16]M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., … hlm. 18.
[17]IbnuMiskawaih,Menuju  Kesempurnaan  Akhlak”, ter.  HelmiHidayat(Bandung:Mizan1994),35. Dalam Nur Hamim, “Pendidikan  Akhlak:KomparasiKonsepPendidikanIbnuMiskawaihDanAl-Ghazali”, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 18, Nomor 1 (Juni) 2014, hlm. 12.
[18]Ibn Maskawaih, “Tahzib”…, hlm. 55-58. Dalam Mahmud, ibid., hlm. 278.
[19]Mahmud, ibid., hlm. 279.
[20]Ibn Maskawaih, “Tahzib”…, hlm. 18-19. Dalam Mahmud, ibid., hlm. 279.
[21]Ramli,PendidikanDanIlmuPengetahuan DalamUpayaMencari Format PendidikanYangIslami (KajianPemikiranIbnuMiskawaih)”, Jurnal EL-FURQONIA Vol. 1, No. 1 Agustus 2015, hlm. 3.
[22]Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, (Jakarta: al-Amin Press, 1997), hlm. 30. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., hlm. 19.
[23]Majid Fachry, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm 268. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, loc. cit., …
[24]Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, hlm. 32. Dalam M. Sugeng Sholehuddin, op. cit., …
[25]Ibn Maskawaih, “Tahzib”…, hlm. 161-162. Dalam Mahmud, ibid., hlm. 280.
[26]Ibn Maskawaih, “Tahzib”…, hlm. 37-39. Dalam Mahmud, ibid., hlm. 280.
[27]Beliau lebih menekankan adanya kehendak Allah, tetapi perbaikannya diserahkan kepada manusia dan bergantung pada kemauannya. Ibn Maskawaih, “Tahzib”, … hlm. 39-41. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 281.
[28]Ibn Maskawaih, “Tahzib”, … hlm. 42. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 281.
[29]Ibn Maskawaih, “Tahzib”, … hlm. 2-3. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 281.
[30]Ibn Maskawaih, “Tahzib”, … hlm. 3. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 282.
[31]Ibn Maskawaih, “Tahzib”, … hlm. 3. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 284.
[32]Terma “Al-Insan Madaniyyun bi At-Tabi’i” sering digunakan untuk istilah tersebut karena kebahagiaan manusia terletak dalam interaksinya dengan manusia lain dan karena ia dapat menemukan nikmat itu pada dirinya. Lihat, Ibn Maskawaih, Tahzib . . ., p 159, 164, dan 182. Bandingkan, idem, Al-Hawamil wa Sawamil, Kairo: t.p., 1370/1951, p, hlm. 69, 70 dan 87, serta idem, al-Fauz. . ., p, hlm. 52-53.
[33]Ibn Maskawaih, Tahzib…, hlm. 44-45. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 285.
[34]Ibn Maskawaih, Tahzib…, hlm. 60. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 285.
[35]Ibid., hlm. 208. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 286.
[36]Ibid., hlm. 42. Dalam Mahmud, loc. cit., hlm. 286.
[37]Ibid., hlm. 69-70. Dalam Mahmud, loc. cit., hlm. 287.
[38]Ibid., hlm. 46. Dalam Mahmud, loc. cit., hlm. 287.
[39]Ibid., hlm. 49. Dalam Mahmud, loc. cit., hlm. 287.
[40]Ibid., hlm 55-56. Dalam Mahmud, op. cit., hlm. 288.
[41]Ibn Maskawaih, Tahzib…, Dalam Mahmud, loc.cit., hlm. 288.
[42]M. Sugeng Sholehuddin, op., cit., hlm. 21.
[43]M. Sugeng Sholehuddin, loc., cit., hlm. 21.
[44] Ramli, “Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam Upaya mencari Format Pendidikan yang Islami (Kajian Pemikiran Ibn Maskawaih)”, Jurnal, El-Furqonia, vol. 01, No. 1 Agustus 2015, hlm. 178-179.

KEBIJAKAN FULL DAY SCHOOL DALAM PERSPEKTIF LOCAL WISDOM

$
0
0


KEBIJAKAN FULL DAY SCHOOL DALAM PERSPEKTIF LOCAL WISDOM

Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026) Kelas B

Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016

Syafi’i, Imam. 2016. Kebijakan Full Day School Dalam Perspektif Local Wisdom.Paper, Jurusan Magister Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Pekalongan dengan Dosen Pembimbing: (1) Prof. Dr. H. Maksum Mukhtar, M.A. dan (2) Dr. H. Muhlisin, M.Ag.

ABSTRAK
Full day school adalah sekolah sepanjang hari atau program pendidikan yang seluruh aktivitasnya berada di sekolah sepanjang hari (sejak pagi sampai sore), makna sepanjang hari pada hakikatnya tidak hanya upaya menambah waktu dan memperbanyak materi pelajaran. Kebijakan ini banyak menuai pro dan kontra antara pemerhati pendidikan dan masyarakat selaku subjek dan objek dalam dunia pendidikan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pendekatan konten analisis isi dalam perspektif local wisdom, serta teknik analisis datanya menggunakan teknik deskriptif analisis kritis.
Sungguhpun demikian dalam perspektif local widom justru program ini dapat menjadi salah satu lembaga yang dapat menjadi solusi dalam mengatasi kemerosotan moral bangsa ini karena dalam pelaksanaannya juga mampu menerapkan kegiatan belajar mengajar yang bersifat komprehensif, yang mana dalam kurikulumnya tidak hanya terbaku pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah namun juga dengan mempertimbangkan kondisi kearifan lokal dari pada potensi yang terdapat dalam suatu daerah tersebut sehingga program ini dapat menjadi solusi bagi masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya.

Kata Kunci: Kebijakan, Full Day School, Local Wisdom.


Di  dalam  proses  pendidikan  ada  sebuah  tujuan  mulia,  yaitu penanamannilaiyangdilakukanolehpendidikterhadappesertadidik,dan untukmencapaitujuanpendidikanitusendiriyaitu:sebagaimanatermuat dalamUUSisdiknas No.20Tahun2003 bab 1 pasal 1tentangSistemPendidikan Nasionalyangberbunyi:
“Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban ubangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”[1]

Secara fitrah manusia memiliki potensi (kemampuan) untuk membina dan mengembangkan aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT.[2]
A.      Definisi Full Day School
Kata full day schoolberasal dari bahasa Inggris. Full artinya penuh, day artinya hari, sedangkan school artinya sekolah. Jadi pengertian full day school adalah sekolah sepanjang hari atau proses belajar mengajar yang dilakukan mulai pikul 07.00-15.00 dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali. Hal yang diutamakan dalam full day school adalah pengaturan jadwal mata pelajaran dan pendalaman.[3]
Full day school adalah suatu kebutuhan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi terhadap perkembangan sosial budaya sebagai akibat globalisasi informasi serta percepatan perkembangan ilmu pengetahuan.[4]
B.       Alasan Pelaksanaan Full Day School
Penerapan sistem full day school disejumlah lembaga pendidikan di akhir-akhir ini diilhami oleh rasa keprihatinan atas persekolahan konvensional yang dipandang memiliki banyak kelemahan, karena sistem yang digunakan lebih menekankan aspek intelektual sementara dari segi afektif dan psikomotor sangat lemah. Hal ini disebabkan karena terbatasnya jumlah waktu yang diberikan oleh sekolah hdan interaksinya serba mekanisme formal. Untuk itu hingga saat ini model full day school telah menjadi kecenderungan kuat dalam proses pendidikan di Negara Indonesia dan banyak lembaga pendidikan yang menerapkan sistem ini dengan model yang sangat variatif, seperti full day school, boarding school, dan program ma’had.[5]
Dengan mengikuti full day school, orang tua dapat mencegah dan menetralisir kemungkinan dari kegiatan-kegiatan anak yang menjurus pada kegiatan yang negatif. Alasan memilih dan memasukka anaknya ke full day school, salah satu pertimbangannya adalah dari segi edukasi siswa. Banyak alasan mengapa full day school menjadi pilihan, antara lain; Pertama, meningkatnya jumlah orang tua tunggal dan banyaknya aktivitas orang tua yang kurang memberikan perhatian pada anaknya, terutama yang berhubungan dengan aktivitas anak setelah pulang dari sekolah. Kedua, perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat. Perubahan tersebut jelas berpengaruh pada pola pikir dan cara pandang masyarakat. Kemajuan sains dan teknologi yang begitu cepat perekembangannya, terutama teknologi komunikasi dan informasi lingkungan perkotaan yang menjurus ke arah individualisme. Ketiga, kemajuan IPTEK begitu cepat sehingga jika tidak dicermati, maka kita akan menjadi korban, terutama korban teknologi komunikasi, dunia seolah-olah sudah tanpa batas. Dari kondisi seperti itu, akhirnya para praktisi pendidikan berpikir keras untuk merumuskan suatu paradigma baru dalam dunia pendidikan.[6]
Selain itu ada beberapa alasan lain yang disampaikan orang tua yaitu;
1.         Kurang  adanya  waktu  yang  disediakan  orang  tua  untuk  menemani anaknyadi karenakanadanyatuntutanpekerjaan,sosialatauapapunyangmenyibukkan orangtua.
2.         Orang tua percaya bahwa full day school  mempunyai manajemen waktu yang baik, lebih baik dari pada sekolah yang hanya beberapa jam tetapi hanya diisi dengan mengerjakan LKS.
3.         Orang tua tidak ingin memaksakan visi mereka kepada anak, yang dilakukan orang tua hanya memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh anak tahap demi tahap agar anak “siap” dan matang menjadi apa saja yang diinginkan di masa depan.
4.         Orang tua percaya bahwa full day school dapat melatih anak untuk mempunyai/ menumbuhkan motivasi belajar dari proses dan lingkungan yang kondusif dan fun bagi anak.
5.         Dengan memasukka ke full day school mereka berharap dapat memperbaiki nilai akademik anak-anak mereka sebagai persiapan untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan sukses.[7]
Jika kita pahami alasan orang tua di atas banyak permasalahan yang timbul di luar sekolah ataupun sepuklang dari sekolah. Saat ini, cukup banyak dan mudah ditemui pasangan suami istri yang bekerja di kantor. Sedangkan putra-putri kesayangan mereka ditinggal di rumah. Anak-anak bersekolah mulai pagi hingga siang hari. Selain itu, mereka berada di rumah sampai sore tanpa mendapatkan bimbingan dan pengawasan yang memadai. Kemudian anak-anak bertemu dengan teman sebaya, bermain di sungai, bermain playstation (PS) atau kalau tidak mereka akan menghabiskan waktu di depan televisi.[8]
Untuk memaksimalkan waktu luang anak-anak agar lebih berguna, maka kditerapkanlah sistem full day school dengan tujuan membentuk akhlak dan akidah dalam menanamkan nilai-nilai yang positif, mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai khalifah fil ardl dan sebagai hamba Allah, serta memberikan dasar yang kuat dalam belajar di segala aspek.
C.      Kurikulum Full Day School
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, inisiatif yang dilakukan lemabaga pendidikan dengan menerapkan sistem full day school. Di mana dalam full day school proses pemebelajarannya tidak hanya bersifat formal, tetapi juga banyak suasana yang bersifat informal, tidak kaku, menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreativitas dan inovasi bagi guru.
Kurikulum program full day school didesain untuk menjangkau masing-masing bagian dari perkembangan anak. Konsep pengembangan dan inovasi sistem pembelajarannya adalah dengan mengembangkan kreativitas yang mencakupo integritas dan kondisi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan utama pendidikan dalam peningkatan mutu adalah melahirkan manusia yang mampu melakukan hal baru, tidak sekedar mengulang apa yang dilakukan generasi sebelumnya sehingga bisa menjadi manusia kreatif, penemu dan penjelajah. Selain untuk membentuk jiwa yang mampu bersikap kritis, juga untuk membuktikan dan tidak menerima begitu saja apa saja yang diajarkan.[9]
Dalam full day school semua program dan kegiatan siswa di sekolah, baik belajar, bermain, beribadah dikemas dalam sebuah pendidikan. Titik tekannyaadalah siswa selalu berprestasi belajar yakni diharapkan terjadi perubahan positif dari setiap individu siswa sebagai hasil dari proses dan aktivitas dalam belajar. Proses pembelajaran yang diterapkan berlangsung secara aktif, kreatif, transformatif sekaligus intensif. Sistem full day school mengindikasikan proses belajar yang aktif dalam mengoptimalisasikan potensi dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal baik sapras di lembaga dan mewujudkan proses pembelajaran yang kondusif demi pengembangan potensi yang seimbang. Adanya sistem ini, lamanya waktu pembelajaran tidak menjadi beban bagi anak didik, karena sebagaian waktunya digunakan untuk waktu-waktu informal.
Kurikulum yang diterapkan dalam model full day school adalah integrated curriculum yaitu perpaduan kurikulum pendidikan nasional dengan kurikulum Departemen Agama, dengan adanya perpaduan kurikulum tersebut maka proses belajar membutuhkan waktu yang lama. Kurikulum integratif ini digunakan dalam rangka untuk mengembangkan integrasi antara kebutuhan kehidupan jasmani dengan rohani yang mana mengintegrasikan antara iman, ilmu dan amal.[10]
D.      Faktor Penunjang dan Penghambat Program Full Day School
Setiap sistem pembelajaran pasti memiliki kelebihan (faktor penunjang) dan kelemahan (faktor penghambat) dalam penerapannya. Tak terkecuali dengan sistem full day school. Adapun faktor pendukung pelaksanaan sistem full day school adalah setiap sekolah mempunyai tujuan yang ingin dicapai, tentunya pada tingkat kelembagaan. Untuk menuju ke arah tersebut, diperlukan berbagai kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Salah satunya sistem yang akan digunakan di dalam sebuah lembaga tersebut. Apabila kita sudah memiliki sistem yang baik, maka semuanya dapat diberdayakan menurut fungsi masing-masing kelengakapan sekolah.[11]
Faktor-faktor pendukung tersebut antara lain:
1.         Kurikulum
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang mulai digunakan dalam bidang oleh raga, yaitu kata “currere” yang berarti jarak tempuh lari, kurikulum merupakan suatu rekonstruksi berkelanjutan yang merupakan pengalaman belajar anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang terorganisasikan dengan baik.[12]
Kurikulummempunyai  kedudukansentraldalamseluruhproses pendidikan.  Kurikulum          mengarahkan   segala  bentukaktivitas pendidikandemitercapainyatujuan-tujuanpendidikan.Kurikulumjuga merupakan   suatu   rencana  pendidikan,   memberikan   pedoman  dan pegangan  tentangjenis, lingkup, urutan isi,sertaproses pendidikan.[13]
2.         Manajemen Pendidikan
Manajemen atau pengelolaan adalah kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau melalui orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan SDM, sarana dan prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dengan adanya manajemen yang efektif dan efisien, maka sangat menunjang dalam pengembangan lembaga pendidikan yang dapat tercapai secara optimal.[14]
3.         Sarana dan Prasarana
Sarana pembelajaran atau fasilitas merupakan kelengkapan yang menunjang belajar peserta didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar.[15]sekolah yang menerapkan full day school, diharapkan mampu memenuhi sarana penunjang kegiatan pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa.
Sarana prasarana mempunyai arti penting dalam pendidikan, terutama sistem full day school karena apabila suatu sekolah tidak terdapat sarana prasarana, maka tidak akan dapat melangsungkan proses belajar mengajar. anak didik tentu akan belajar lebih baik dan menyenangkan jika suatu sekolah dapat memenuhi segala kebutuhannya. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai, maka masalah yang dihadapi anak didik dalam belajar relatif sedikit dan hasil belajar anak didik akan lebih baik.[16]
4.         Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan bangsa, di samping SDA, serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak faktor penyebab yang mempengaruhi pembangunan bangsa, salah satu diantara faktor-faktor tersebut adalah kualitas SDM sebagai pelaku utama dan yang paling penting menerima hasil serta dampak pembangunan bangsa itu. Sumber daya manusia dalam pendidikan meliputi guru. Dalam penerapan full day school, guru dituntut untuk selalu memperkaya pengetahuan dan keterampilan serta harus memperkaya diri dengan metode-metode pembelajran yang tidak membuat siswa bosan. Guru harus mempunyai kualifikasi sebagai tenaga pengajar, karenanya harus memilikikemampuan profesional dalam proses pembelajaran, agar pencapaian mutu yang diharapkan akan mencapai target.[17]
Dalam penerapan full day school tentunya timbul permasalahan yang ada meskipun sedikit, walaupun semua kegiatan sudah diprogram secara baik. Permasalahan yang timbul dalam penerapan full day school antara lain:
1.        Terbatasnya sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan bagian dari pendidikan yang vital untuk menunjang keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan sarana dan prasarana yang baik untuk dapat mewujudkan keberhasilan pendidikan. Banyak hambatan yang dihadapi sekolah dalam meningkatkan mutunya karena keterbatasan sarana dan prasarananya. Keterbatasan sarana dan prasarana dapat menghambat kemajuan sekolah.
2.        Guru yang tidak profesional. Guru merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar. keberlangsungan kegiatan belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh profesionalitas guru. Akan tetapi pada kenyataannya guru mengahadapi dua yang dapat menurunkan profesionalitas guru. Pertama, berkaitan dengan faktor dari dalam diri guru meliputi pengetahuan, keterampilan, disiplin, upaya pribadi, dan kerukunan kerja. Kedua, berkaitan dengan faktor dari luar yaitu berkaitan dengan pekerjaan, meliputi manajemen dan cara kerja yang baik, penghematan biaya dan ketepatan waktu. Kedua faktor tersebut dapat menjadi hambatan bagi pengembangan sekolah dan juga penerapan full day school.
Adanya faktor pendukung, juga diiringi oleh faktor penghambat. Faktor penghambat ini menjadi hal niscaya dalam proses pendidikan. Banyak faktor penghambat dalam penerapan full day school, salah satunya adalah masih banyak kekurangan-kekurangan yang dihadapi sekolah untuk meningkatkan mutunya, mayoritas keterbatasan sarana dan prasarana yang dpat mengahambat kemajuan sekolah.
Selain faktor siswa, pegawai atau tenaga teknis, dan dana, kualitas guru juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan proses belajar mengajar. dalam dunia pendidikan senantiasa dikembangkan sikap dan kemapuan profesional. Bahwa guru itu menghadapi masalah yaitu berkaitan faktor dari dalam, meliputi pengetahuan, ketrampilan disiplin, upaya pribadi, dan kerukunan kerja. Dan berkaitan dalam pekerjaan, meliputi manajemen dan cara kerja yang baik, penghematan biaya, dan ketepatan waktu.
E.       Metode Full Day School
Metode sering dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Metode mempunyai peranan penting dalam mencapai keberhasilan kegiatan belajar mengajar.[18]
Metode pembelajaran full day school tidak melulu dilakukan di dalam kelas namun juga siswa diberi kebebasan untuk memilih tempat belajar. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode yang dapat mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik dan metode yang bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan berada di sekolah. Metode yang digunakan antara lain:
1.        Metode PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan),
Yaitu metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan sikap dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.[19]
2.        Metode Diskusi,
Yaitu percekapan yang responsif yang dijalin oleh pertanyaan-pertanyaan problematis dan diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya.[20]
3.        Metode Tanya Jawab,
Yaitu cara penyajian pengajaran oleh guru dengan memberikan pertanyaan dan meminta jawaban kepada siswa.[21]
4.        Metode Quantum Learning,
Yaitu merupakan metode yang teknik penggunaannya untuk memberikan sugesti positif yaitu dengan cara mendudukkan murid secara nyaman, menggunakan poster-poster untuk memberikan informasi kesan besar sambil menonjolkan informasi.[22]
5.        Metode Terpadu
Metode terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuwan secara holistik, bermakna otentik, atau eksplorasi topik atau tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran.[23]

6.        Metode Karya Wisata
Metode ini sering digunakan bila ingin melihat suatu proses pembentukan alat, benda atau proses produksi dan lebih banyak digunakan untuk mengetahui peninggalan zaman sejarah sejak zaman pra sejarah sampai zaman sekarang ini.[24]
7.        Metode Kerja Kelompok
Metode ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar, di mana siswa di salam kelas dipandang sebagai suatu kelompok terdiri dari 5 atau 7 siswa, mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru.[25]
8.        Metode Game
Game atau permainan yang menarik dan tidak banyak aturan pada umumnya disukai anak-anak. Berbagai jenis permainan, termasuk bermain peran amat potensial untuk membelajarkan anak, konsep itulah yang dikenal dengan bermain sambil belajar.[26]
F.       Analisis Full Day School dalam Perspektif Local Wisdom
Pada dasarnya pendidikan diselenggarakan bukan semata-mata membekali peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan, namun pendidikan juga harus berorientasi pada pemberian bekal bagi peserta didik agar dapat menjalani hidupnya dengan baik. Salah satu ciri manusia yang berkualitas ialah mereka yang tangguh iman dan taqwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian, ciri kompetensi pendidikan kita adalah ketangguhan dalam iman dan taqwa serta memiliki akhlak mulia.
Pematangan potensi rohaniah dan jasmaniah ini dapat dicapai melalui proses pendidikan, karena pendidikan merupakan rangkaian dari bimbingan serta pengarahan terhadap potensi manusia yang berupa kemampuan dasar dan kemampuan belajar. Sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadi manusia sebagai makhluk individu dan sosial dalam segala lingkungan hidup.
Lewat pendidikan orang mengharapkan supaya semua bakat kemampuan dan kemungkinan yang dimiliki bisa dikembangkan secara maksimal, agar orang bisa mandiri dalam proses membangun pribadinya.
Lembaga pendidikan dipandang sevagai industri yang dapat mencetak jasa, yang dimaksud jasa di sini adalah jasa pendidikan, yaitu suatu proses pelayanan dalam pengetahuan, sikap dan tindakan keterampilan manusia dari keadaan sebelumnya menjadi  semakin baik sebagai manusia seutuhnya. Oleh sebab itulah pembangunan di masa sekarang dan masa mendatang sangat dipengaruhi oleh sektor pendidikan, sebab dengan bantuan pendidikan, setiap individu diharapakan bisa maju berkembang dan di kemudian hari bisa mendapatkan pekerjaan yang pantas.
Dalam ajaran Islam bahwa pendidikan mendapat posisi yang sangat penting dan tertinggi, karena pendidikan merupakan salah satu perhatian sentral masyarakat. “ Tanpa pendidikan, manusia sekarang tidak akan berbeda dengan manusia masa masa lampau, bahkan malah lebih rendah atau jelek.
Oleh sebab itulah full day school dapat menjadi salah satu alternative lembaga pendidikan bagi masyarakat dalam meminimalisir merosotnya karakter suatu bangsa ini dari arus globalisasi yang sekarang ini berkembang. Hal ini karena sedikitnya filter yang dimiliki oleh masyarakat pada umunya selaku pelaksana dalam setiap kebijakan yang muncul dalam bidang pendidikan dan pemerintah pada khusunya selaku aktor dalam dunia kebijakan negara ini.
Hal ini disebabkan manajemen lembaga pendidikan yang dikembangkan dalam full day school merupakan bentuk komprehensif dari manajemen barat dan kearifan lokal daerah setempat sehingga materi yang ada dalam kurikulum pun mengikuti perkembangan zaman dan atas dasar perkembangan kearifan lokal masyarakat setempat seperti penerapan mapel baca tulis qur’an (BTQ), scien club, dan program-program yang lainnya. Selain itu metode yang digunakan dalam pemebelajaran juga relatif beraneka ragam sehingga kondisi siswa senantiasa bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lingkungan tersebut ataupun di lingkungan rumahnya yang disebabkan adanya pembiasaan.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, M. dkk. 2000. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Pustaka Setia.

Baharuddin. 2009.PendidikandanPsikologiPerkembangan. Yogyakarta:Arruzz Media.

Daryanto dan Tasrial. 2012. Konsep Pembelajaran Kreatif. Yogyakarta: Gava Media.

Hafidudin, Didin. 2003. Manajemen Syari’ah dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Khobir, Abdul. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.

Mustakim, Zaenal. 2009. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.

Rahman, Arif. 2002.  Prinsip-Prinsip Sekolah Unggul. Jakarta:MediaWacana.

Roestiyah. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rieneka Cipta.

Sudjana. 2004. Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah Production.

Sumiati, Endang. 2013. Strategi Pencapaian QualityAssurance Model Full Day School di SDIT Ar-Rahman Pacitan. Tesis. Perpustakaan: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sururi, Imam. 2012. Penerapan Sistem Full Day School dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di SD Islam al-Munawwar Tulungagung. Tulunggagung: Skripsi tidak diterbitkan.

Suyanto, Slamet. 2008. Strategi Pendidikan Anak. Yogyakarta: Hikayat.

Syah, Darwyn. 2007. Perencanaan Sistem PAI. Jakarta: Gaung Persada Press.

Syaodih Sukmadinata, Nana. 2006. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Rosda Karya.

Ticho,fullday schoolvssekolahtradisional,http://ticho.multiply.com/journal/item/17/Full-Day-VS-Sekolah-Tradisionaldalamgoogle.co.id.DiAkses20September2016.

Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Umar Fakhrudin, Asef. 2011. Terapan Quantum Learning. Yogyakarta: Laksana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara. 2003.

Undang-undang Sisdiknas(Sistem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003, Jakarta: Sinar Grafika. 2013.


[1]Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 7.
[2]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 3.
[3]Baharuddin,PendidikandanPsikologiPerkembangan,(Yogyakarta:Arruzz Media, 2009), hlm. 227.
[4]ArifRahman,  Prinsip-Prinsip Sekolah Unggul(Jakarta:MediaWacana,2002), hlm.31.
[5]Endang Sumiati, Strategi Pencapaian QualityAssurance Model Full Day School di SDIT Ar-Rahman Pacitan, Tesis, (Perpustakaan: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013), hlm. 4-5.
[6]Baharuddin,PendidikandanPsikologiPerkembangan. . . , hlm. 229.
[7] Ticho,fullday schoolvssekolahtradisional,http://ticho.multiply.com/journal/item/17/Full-Day-VS-Sekolah-Tradisionaldalamgoogle.co.id.DiAkses20September2016.
[8]Imam Sururi, Penerapan Sistem Full Day School dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di SD Islam al-Munawwar Tulungagung, (Tulunggagung: Skripsi tidak diterbitkan, 2012), hlm. 6.
[9]Baharuddin,PendidikandanPsikologiPerkembangan. . . , hlm. 230.
[10]Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010), hlm. 111.
[11]Didin Hafidudin, Manajemen Syari’ah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm. 4.
[12]M. Akhmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 13.
[13]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2006), hlm. 4.
[14]Sudjana, Manajemen Program Pendidikan, (Bandung: Falah Production, 2004), hlm. 17.
[15]Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2009), hlm. 113.
[16]Baharuddin,PendidikandanPsikologiPerkembangan. . . , hlm. 234.
[17]Sudjana, Manajemen Program Pendidikan . . ., hlm. 374.
[18]Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran . . ., hlm. 113.
[19] Daryanto dan Tasrial, Konsep Pembelajaran Kreatif, (Yogyakarta: Gava Media, 2012), hlm. 111.
[20] Darwyn Syah, Perencanaan Sistem PAI, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 141.
[21]Darwyn Syah, Perencanaan Sistem PAI . . ., hlm. 135.
[22]Asef Umar Fakhrudin, Terapan Quantum Learning, (Yogyakarta: Laksana, 2011), hlm. 37.
[23] Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 56.
[24]Darwyn Syah, Perencanaan Sistem PAI . . ., hlm. 144.
[25] Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2011), hlm. 15.
[26]Slamet Suyanto, Strategi Pendidikan Anak, (Yogyakarta: Hikayat, 2008), hlm. 45.

EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Aplikatif)

$
0
0


EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Studi Aplikatif)
Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)

Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016
ABSTRAK
Sebagai seorang pendidik, guru sering dihadapkan untuk mengambil keputusan penting terkait siswa, seperti menentukan seorang siswa perlu mengulang materi, naik kelas, lulus ataukah tidak. Itu bukan pekerjaan yang mudah.
Istilah evaluasi yaitu suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.
Kata kunci: Evaluasi, Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam

Evaluasi merupakan bagian dari proses belajar mengajar yang secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pengajaran. Pada sebagian guru masih ada asumsi yang kurang tepat. Asumsi yang tidak pada tempatnya misalnya, adalah hal biasa jika kegiatan evaluasi tidak mempunyai tujuan tertentu, kecuali bahwa evaluasi adalah kegiatran yang diharuskan oleh peratuaran atau undang-undang.
Aturan yang mengikat tersebut termasuk pasal 58 ayat (1) UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas, yang menyatakan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, uraian berikut mendiskusikan cara evaluasi yang dilakukan guru untuk menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.
Ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam melakukan evaluasi belajar antara lain; menidentifikasi tujuan, menentukan pengalaman belajar, menentukan standar dan mengembangkan ketrampilan.[1]
A.       Definisi Evaluasi, Pembelajaran dan PAI
Evaluasi mempunyai arti yang berbeda untuk guru yang berbeda. Berikut beberapa arti yang telah secara luas dapat diterima oleh para guru di lapangan antara lain;
1.         Dikutip oleh H.M Sukardi dalam bukunya yang berjudul evaluasi pendidikan (prinsip dan operasionalnya) disebutkan bahwa;
Evaluation is a process which determines the extent to which objectives have been achieved (Cross, 1973: 5),

yang artinya bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai.[2]
2.         Dikutip oleh S. Eko Putro Widoyoko dalam bukunya yang berjudul evaluasi program pembelajaran disebutkan bahwa;
Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and judgmental information about the worth and merit of some object’s goals, design, implementation, and impact in order to guide decision making, serve needs for accountability, and promote understanding of the involved phenomena,

yang artinya evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggungjawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena.[3]
3.         Dalam komite Studi Nasional tentang Evaluasi dari UCLA (Stark dan Thomas, 1994: 12) menyatakan bahwa; evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyususnan program selanjutnya.[4]
4.         Dikutip oleh S. Eko Putro Widoyoko dalam bukunya yang berjudul evaluasi program pembelajaran disebutkan bahwa; Brinkerhoff (1986:ix) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.[5]
5.         Evaluasi adalah proses pemberian makna atau ketetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.[6]
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.[7]
Sedangkan pembelajaran merupakan salah satu bentuk program, karena pembelajaran yang baik memerlukan perencanaan yang matang dan dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai orang, baik guru maupun siswa, memiliki keterkaitan antara kegiatan pembelajaran yang satu dengan kegiatan pemebelajaran yang lain, yaitu untuk mencapai kompetensi bidang studi yang pada akhirnya untuk mendukung pencapaian kompetensi lulusan, serta berlangsung dalam oraganisasi.[8]
Dalam sistem pembelajaran, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang diperoleh dari evaluasi dapat dijadikan umpan balik atau feed back bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan program pendidikan.
B.       Tujuan dan Peranan Evaluasi Pembelajaran PAI
Dengan evaluasi, maka dapat diketahui tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui materi pula tingkat perubahan perilakunya. Selain itu, evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan kurang cerdas dan dilakukan tindakan yang tepat bagi mereka. Bagi peserta didik yang cerdas dapat diberikan pelajaran tambahan yang meningkatkan kecerdasannya, dan bagi yang kurang cerdas dapat diberikan perhatian khusus dalam rangka mengejar kekurangannya.
Lebih dari itu, sasaran evaluasi tidak hanya bertujuan mengevaluasi peserta didik saja, melainkan juga bertujuan mengevaluasi pendidik, materi pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang berkaitan dengan materi pendidikan. Hal ini perlu dilakukan, karena antara satu komponen pendidikan dan komponen pendidikan lainnya saling berekaitan.[9]
Ada beberapa tujuan mengapa evaluasi dilakukan oleh setiap guru. Minimal ada 6 evaluasi dalam kaitannya dengan belajar mengajar antara lain sebagai berikut;
1.         Menilai ketercapaian (attainment) tujuan; tujuan evaluasi akan menentukan metode evaluasi yang digunakan oleh seorang guru.
2.         Mengukur macam-macam aspek belajar yang bervariasi.
3.         Sebagai sarana (means) untuk mengetahui apa yang siswa telah ketahui.
4.         Memotivasi belajar siswa.
5.         Menyediakan informasi untuk tujuan bimbingan dan konseling.
6.         Menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum.[10]
Adapun peranan pembelajaran PAI antara lain;
1.         Fungsi Evaluasi Pendidikan
a.    Evaluasi berfungsi selekif
Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap siswanya, dimana seleksi tersebut mempunyai beberapa tujuan.
b.    Evaluasi berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan evaluasi, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya.
c.    Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu evaluasi.
d.   Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan
Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil terapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode pembelajaran, kurikulum, sarana, dan sistem kurikulum.
Sedangkan evaluasi dalam pengembangan sistem pendidikan dimaksudkan untuk:
a.    Perbaikan sistem
Dalam konteks ini, peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil penilaian dijadikan input bagi perbaikan-perbaikan yang diperlukan di dalam sistem pendidikan yang sedang dikembangkan.
b.    Pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat
Dalam pertanggungjawaban hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari sistem yang sedang dikembangkannya serta usaha lebih lanjut yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Untuk menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan diperlukan kegiatan evaluasi.
c.    Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan sistem pendidikan dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan: pertama, apakah sistem baru tersebut akan atau tidak akan disebarluaskan? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana pula sistem baru tersebut akan disebarluaskan? Untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam menjwab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan kegiatan evaluasi.[11]
C.       Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran PAI
Prinsip tidak lain adalah pernyataan yang mengandung kebenaran hampir sebagian besar, jika tidak dikatakan benar untuk semua kasus. Keberadaan prinsip bagi seorang guru mempunyai arti penting, karena dengan memahami prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk atau kenyakinan bagi dirinya atau guru lain guna merealisasi evaluasi dengan cara yang benar.
Dalam bidang pendidikan, beberapa prinsip evaluasi dapat dilihat seperti berikut ini;
1.         Evaluasi harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan.
2.         Evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif.
3.         Evaluasi diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta didik.
4.         Evaluasi dilaksanakan dalam proses kontinu.
5.         Evaluasi harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.
Sedangkan menurut Slameto (2001: 16), evaluasi harus mempunyai minimal tujuh prinsip, antara lain sebagi berikut; terpadu, menganut, cara belajar siswa aktif, kontinuitas, koherensi dengan tujuan, menyeluruh, membedakan (diskriminasi) dan pedagogis.[12]
Dalam bukunya, Abudin Nada yang berjudul ilmu pendidikan dijelaskan bahwa prinsip-prinsip evaluasi antara lain;
a.    Keterpaduan
Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran di samping tujuan instruksional dan materi serta metode pengajaran. Tujuan instruksional, materi danmetode pengajaran, serta evaluasi merupakan tiga kesatuan terpdu yang tidak boleh dipisahkan. Karena itu, perencanaan evaluasi harus sudah ditetapkan pada waktu menyusun satuan pengajaran sehingga dapat disesuaikan secara harmonis dengan tujuan instruksional dan materi pengajaran yang hendak disajikan.
b.    Keterlibatan siswa
Prinsip ini berkaitan erat dengan meode belajar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif, siswa mutlak. Untuk dapat mengetahui sejauh mana siswa berhasil dalam kegiatan belajar mengajar yang djalaninya secara aktif, siswa membutuhkan evaluasi.
c.    Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang sudah disajikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur.
d.   Pedagogis
Evaluasi perlu diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi pedagogis. Evaluasi dan hasilnya hendaknya dapat dipakai sebagai alat motivasi untuk siswa dalam kegiatan belajarnya.
e.    Akuntabilitas
Sejauh mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (accountability) agar dapat dipertimbangkan pemanfaatannya.[13]
D.       Sistem Evaluasi Pembelajaran PAI
1.    Langkah Perencanaan
Sukses atau tidaknya suatu program evaluasi pada hakikatnya turut menentukan olh baik tidaknya perencanaan. Makin sempurna kita melakukan langkah pokok peencanaan, makin sedikit kesulitan ang akan kita jumpai dalam pelaksanaan langkah-langkah berikutnya.
2.    Langkah Pengumulan Data
Hal yang kita hadapi dalam melakukan langkah ini adalah menentukan data apa saja yang kia butuhkan untuk melakukan tugas evaluasi yang kita hadapi dengan baik.
3.    Langkah Penelitian Data
Data yang telah terkumpul harus disaring terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan atau verifikasi data bertujuan untuk memisahkan data yang baik dari data kurang baik yang akan dapat memperjelas atau bahkan merusak gambaran yang akan kita peroleh mengenai hal yang sedang kita evaluasi.
4.         Langkah Pengolahan Data
Langkah pengolahan ata merupakan suatu keharusan. Fungsi pengolahan data dalam proses evaluasi adalah untuk memeroleh gambaran yang selengkap-lengkapnya tentang diri orang yang sedang dievaluasi .
5.         Langkah Penafsiran Data
Dalam prakteknya, langkah pengolahan data dan penafsiran data tidak dipisah-pisahkan. Kalau kita melakukan suatu pengolahan terhadap suatu data, dengan sendirinya kita akan memperoleh tafsir makna data yang kita hadapi.
6.         Langkah Meningkatkan Daya Serap Peserta Didik
a.       Memperjelas tujua intruksional
b.      Penilaian awal yang menentukan kebutuhan peserta didik
c.       Memonitoring kemajuan peserta didik
7.         Laporan Hasil Penelitian
a.       Laporan kemajuan umum
b.      Laporan kemajuan khusus.[14]

\
E.       Cara Pelaksanaan/ Teknik Evaluasi Pembelajaran PAI
1.    Instrumen Evaluasi
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan  secara lebih efektif dan efesien. Kata “alat” biasa disebut dengan istilah “instrument”. Dengan demikian, alat evaluasi juga dikenal dengan instrumen evaluasi.
Untuk memperjelas pengertian “alat” atau “instrument”, terapkan pada dua cara mengupas kelapa, yang sau menggunakan pisau perag, yang satu lagi tidak. Tentu saja dengan pisau perang  hasilnya akan lebih baik dan lebih cepat dilakukan dibandingkan dengan cara yang pertama. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi.
Contoh pertama :
Jika yang dievaluasi suatu keterampilan siswa dalam membaca, maka hasil evaluasinya berupa gambaran tentang tingkat keterampilan siswa dalam membaca.
Contoh kedua :
Jika yang dievaluasi seberapa siswa mampu mengingat nama kota atau sungai, hasil evaluasinya berupa beberapa banyak siswa dapat menyebutkan nama kota dan sungai yang diingat.
Dengan pengertian tersebut, alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu dengan hasil seperti kaadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau teknik, maka dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di atas, ada dua teknik evaluasi, yaitu teknik nontes dan teknik tes.[15]
2.    Teknik Evaluasi
a.    Teknik non tes
1)   Skala bertingkat (rating scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan.
2)   Kuesioner (questionaire)
Kusioner sering dikenal sebagai angket, yaitu sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden).[16]
3)   Daftar cocok (check list)
Yang dimaksud daftar cocok adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat), dimana reponden yang dievaluasi hanya membubuhkan tanda cocok (centang) ditempat yang telah disediakan.
4)   Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
5)   Pengamatan (observation)
Pengamatan yaitu suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
6)   Riwayat hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari objek yang dimulai.
b.    Teknik tes
Tes merupakan suatu alat pengumpul infomasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat ukur yang lain, tes ini bersfat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.
Ditinjau dari segi keunaan untk mengukur siswa, ada tiga macam tes, yaitu:
1)   Tes diagnostik
Tes yanhg digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
2)   Tes formatif
Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Evaluai formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau tes akhir proses.[17]
3)   Tes sumatif
Tes sumaif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok  program atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah tes formaif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatf dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir semester.[18]
F.        Syarat Evaluasi Pembelajaran PAI
Evaluasi untuk suatu tujuan tertentu penting, tetapi ada kemungkinan tidak menjadi bermanfaat lagi untuk tujuan lain. Oleh karena itu, seorang guru harus mengenal beberapa syarat-syarat yang harus dipatuhi agar mereka dapat merencana dan melakukan evaluasi dengan bijak dan tepat.
Suatu evaluasi perlu memenuhi beberapa syarat sebelum diterapkan kepada siswa yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku. Evaluasi yang baik, harus mempunyai syarat seperti berikut :
1.    Valid                                               5. Membedakan
2.    Andal                                              6. Norma
3.    Objektif                                          7. Fair
4.    Seimbang                                        8. Praktis

G.      Karakteristik Evaluasi Pembelajaran PAI
Kegiatan evaluasi dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa karakteristik penting, da antaranya sebagai berikut :
1.    Memiliki implikasi tidak langsung terhadap siswa yang dievaluasi.
Hal ini terjadi misalnya seorang guru melakukan penilaian terhadap kemampuan yang tidak tampak dari siswa. Apa yang dilakukan adalah ia lebih banyak menafsir melalui beberapa aspek penting yang diizinkan seperti melalui penampilan, keterampilan, atau reaksi mereka terhadap suatu stimulus yang diberikan secara terencana.
2.    Lebih bersifat tidak lengkap, Dikarenakan evaluasi tidak dilakukan secara kontinu maka hanya merupakan sebagian fenomena saja. Atau dengan kata lain, apa yang dievaluasi hanya sesuai dengan pertanyaan item yang direncanakan oleh seorang guru.
3.    Mempunyai sifat kebermaknaan relatif. Ini berarti, hasil penilaian tergantung pada tolak ukur yang digunakan oleh guru. Di samping itu, evaluasi pun tergantung dengan tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan.[19]
Maka sangat penting bagi guru agar ketika merencanakan kegiatan evaluasi, sebaiknya perlu mempertimbangkan lebih dahulu karakteristik evaluasi yang manakah, yang hendak dibuat untuk para siswa.[20]

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Hamzah B. Uno dan Satria Koni, 2013. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Kencana Prenada media Group.

Putro Widoyoko, Eko. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Pendidik dan Calon Pendidik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sukardi. 2012. Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), (Jakarta: Bumi Aksara.


[1]H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 12.
[2]H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), . . . hlm. 1.
[3]Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Pendidik dan Calon Pendidik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 3.
[4]Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Pendidik dan Calon Pendidik), . . . hlm. 4.
[5]Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Pendidik dan Calon Pendidik), . . . hlm. 5.
[6]Hamzah B. Uno dan Satria Koni, Assesment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 3.
[7]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Kencana Prenada media Group, 2010), hlm, 307.
[8]Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Pendidik dan Calon Pendidik), . . . hlm. 9.
[9]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan.., hlm. 308.
[10] H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), . . . hlm. 9-10.
[11]Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 14-18.
[12]Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Pendidik dan Calon Pendidik), . . . hlm. 4-5.
[13]Ibid., hlm. 19-21.
[14]Ibid., hlm, 132-167.
[15]Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2013), hlm. 40.
[16]Ibid., hlm. 29-30.
[17]Ibid., hlm. 32-39.
[18]Ibid., hlm. 42.
[19] Sukardi,Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), hlm. 3-4.
[20]Ibid.,hlm. 4.

Telaah Praktik Pembelajaran Karakter (Telaah Kitab Ta'lim Muta'allim)

$
0
0


TELAAH PRAKTIR PEMBELAJARAN KARAKTER
(Telaah Kitab Ta’limul Muta’allim)
Oleh:
IMAM SYAFI’I         (2052115026)
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016
ABSTRAK
Pengarang kitab Ta’limul Muta’allim melihat kebanyakan penuntut ilmu di zamannya mempelajari ilmu dengan tekun, tetapi mereka tidak dapat mencapai target bahkan terhalangi dari manfaat dan buahnya karena mereka menyalahi prosedurnya dan meninggalkan syarat-syaratnya, barangsiapa yang salah jalan ia tersesat dan tidak akan meraih keinginannya sedikit maupun banyak, timbullah keinginanku untuk menerangkan kepada mereka cara belajar sesuai yang telah aku lihat di buku-buku dan yang telah aku dengar dari guru-guruku yang berilmu dan bijaksana dengan harapan aku mendapat do’a dari orang-orang yang tulus menginginkannya agar aku selamat di hari kiamat.
Kitab Ta’limul Muta’allimsebagai materi pembelajaran karakter pencari ilmu di dalamnya dibagi menjadi beberapa pasal, antara lain: definisi ilmu dan fiqih serta keutamaannya, niat ketika belajar, memilih bidang ilmu, guru, teman dan ketekunan, mengagungkan ilmu dan ulama, tekun dan semangat, memulai belajar, pengaturannya dan urutannya, tawakkal, waktu mencari ilmu, kasih sayang dan nasihat, mengambil faidah, bersikap wara’ saat belajar, hal-hal yang dapat memperkuat hafalan dan yang menyebabkan kelupaan, serta hal-hal yang dapat mendatangkan rizqi dan yang dapat mencegahnya, yang dapat menambah umur dan yang dapat menguranginya.

Kata Kunci: Kitab Ta’limul Muta’allim, Pembelajaran Karakter.

Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media, revolusi iptek tidak hanya mampu menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyataan hidup bagi manusia modern, melainkan juga mengundang serentetan permasalahan dan kekhawatiran. Teknologi multimedia misalanya, yang berubah begitu cepat sehingga mampu membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak terbatas ragamnya, serta lebih mudah dan enak untuk dinikmati. Namun di balik semua itu, sangat potensial untuk mengubah cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat merambah ke bilik-bilik keluarga yang semula sarat norma susila.[1]
Kemudian meningkatnya perhatian terhadap pendidikan akhlak itu disebabkan ketidakmampuan negara dalam mengatasi masalah minuman keras, kriminaliatas, kekerasan, disintegrasi keluarga, meningkatnya jumlah remaja yang bunuh diri dan remaja putri yang mengandung, menurunnya tanggung jawab masyarakat, tumbuhnya pertentangan rasial dan etnis.[2]
Disinilah akhlak harus berbicara, sehingga mampu menyaring ampas negatif teknologi dan menjaring saripati informasi positf. Dengan otoritas yang ada dalam akhlakul karimah, seorang akan berpegang kuat pada komitmen nilai. Komitmen nilai inilah yang dijadikan modal dasar pengembangan akhlak, sedangkan pondasi utama sejumlah komitmen nilai adalah akidah yang kokoh. Akhlak, pada hakikatnya merupakan manifestasi akidah. Akidah yang kokoh berkorelasi positif dengan akhlakul karimah.
Sehingga pendidikan nilai-nilai akhlak diposisikan sebagai institusi yang dianggap gagal membentuk anak didik beretika baik dan mulia. Padahal tujuan pendidikan di anataranya adalah membentuk pribadi berwatak, bermartabat, beriman dan bertakwa, serta beretika.
Akhlak maupun etika menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, sudah tentu etika yang baik dan mulia (akhlaqul karimah). Mengingat dengan etika akan membentuk watak bangsa yang berkarakter dan memiliki jati diri. Pada masa Presiden Soekarno ketika itu, dalam setiap kesempatan senantiasa mengingatkan tentang arti pentingnya nation and charakter building (pembangunan bangsa dan karakter), karena dengan memiliki karakter, suatu bangsa akan dihargai dan diperhitungkan oleh bangsa manapun di dunia ini.[3]
A.      Biografi
Nama lengkap beliau adalah Tajudin Nu’man bin Ibrahim bin Kholil al-Zarnuji. Zarnuj adalah sebuah bilangan di daerah mā warāan nahar atau yang dikenal dengan transoxania. Beliau menimba ilmu pada Ali bin Abu Bakar al-Farghani al-Marghinani dan Zakiyyudin al-Qorokhi. Beliau termasuk ulama’ besar madzhab Hanafi. Di antara buah karyanya adalah kitab al-Mudhih Syarah kitab al-Maqomat al-Haririahdan Ta’limul Muta’allim Fi Thariqit Ta’allum. Beliau wafat pada hari jum’at 10 Muharram 640 H/1242 M di Bukhara.[4]
B.       Latar Belakang Penyusunan Kitab Ta’limul Muta’allim
Dalam muqodimah Ta’lim Muta’allimbeliau menceritakan bahwa latar belakang beliau menyusun kitab tersebut adalah rasa keprihatinan beliau melihat banyak sekali santri yang tidak berhasil dengan gemilang dan bahkan tidak merasakan buah dan manfaatnya ilmu karena sebab jalan yang mereka pilih dalam menuntut ilmu salah. Di dalamnya beliau menyebutkan barmacam-macam bekal yang harus dipersiapkan dan selalu dibawa dalam menempuh perjalanan mencari ilmu agar para santri dan pelajar pada umumnya sampai pada tujuan mereka, yaitu menempuh benderang cahaya ilmu.[5]
Setelah penulis beristikharah kepada Allah mengenai hal ini, penulis memberi judul kitab ini: Ta’limul Muta’allim Fi Thariqit Ta’allum dan penulis membaginya menjadi beberapa pasal, yaitu:[6]
1.         Hakikat ilmu dan fiqih
2.         Niat ketika belajar
3.         Memilih bidang ilmu, guru, teman dan ketekunan/ketabahan
4.         Mengagungkan ilmu dan ahli ilmu (ulama’)
5.         Tekun dan semangat belajar serta tujuan yang mulia
6.         Waktu memulai belajar, pengaturannya dan urutannya
7.         Tawakkal
8.         Waktu mencari ilmu
9.         Sikap kasih sayang dan nasihat menasihati dengan tujuan kebaikan
10.     Mengambil faidah
11.     Bersikap wara’ saat belajar (menjaga dari barang yang haram ketika mencari ilmu
12.     Hal-hal yang dapat memperkuat hafalan dan yang menyebabkan kelupaan
13.     Hal-hal yang dapat mendatangkan rizqi dan yang dapat mencegahnya, yang dapat menambah umur dan yang dapat menguranginya
14.     Menjelaskan sejatinya ilmu dan fiqih dan keutamaannya ilmu
C.      Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ta’limul Muta’allim
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim Thorīqat Ta’allum dijelaskan bahwa penulis melihat sebagian besar santri pada zamannya banyak yang mencari ilmu dengan bersemangat namun mereka tidak bisa menghasilkan ilmu, mengambil buahnya ilmu dan manfaatnya ilmu yaitu amal dan menyebarkan ilmunya. Sebab orang tersebut salah pada jalannya dan meninggalkan syarat-syaratnya ilmu dan setiap salah jalannya pasti tersesat dan tidak akan mendapatkan apa yang menjadi tujuannya baik sedikit maupun banyaknya. Ibarat orang yang berjalan pada jalan yang salah. Maka penulis menginginkan sekali menjelaskan caranya mencari ilmu sesuai atas apa yang penulis lihat dan ketahui dalam kitab-kitab dan keterangan-keterangan yang telah penulis dengar dari para guruku yang memiliki ilmu dan hikmah. Penulis berharap do’a dari orang yang mencintai ilmu dan ikhlas supaya bisa menjadi orang yang beruntung dan selamat pada hari kiamat.
Penulis meminta kebaikan dari Allah dalam menyusun kitab ini yang diberi nama Ta’līmul Muta’allim Thorīqat Ta’allum. Dan penulis membagi isi materinya menjadi beberapa bab sebagai berikut:[7]
1.         Menjelaskan ilmu dan keutamaannya ilmu fiqih
Ketahuilah, diwajibkannya seorang muslim untuk mencari ilmu, bukan pada setiap ilmu melainkan hanya pada ilmu khaal, yaitu ilmu ushûluddim (ilmu agama dan ilmu fiqih). Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu yang berkenaan dengan agamanya pada setiap saat, baik saat sehat, sakit, bepergian ataupun pada saat di rumah. Misalnya, diperintah shalat maka wajib mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan shalat. Hal itu karena untuk bisa terlaksananya perkara yang hukumnya wajib dituntut dengan adanya sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib.[8]
Adapun penjelasan hakikatnya ilmu adalah suatu sifat yang memperjelas orang yang memilikinya, sedangkan fiqih adalah ilmu untuk mengetahui dalamnya ilmu. Menurut Imam Abu Hanifah, bahwa fiqih adalah ilmu/pengetahuan jiwa tentang sesuatu yang baik atau tidak baik untuk dirinya. Beliau juga berkata bahwa tidak ada ilmu kecuali untuk diamalkan, sedangkan amal adalah meninggalkan dunia untuk akhirat.[9]
Keutamaan ilmu tidak asing lagi bagi siapaun karena ilmu hanyalah dikhususkan bagi manusia sedangkan sifat-sifat lainnya juga dimiliki oleh manusia dan binatang, seperti keberanian, kekuatan kemurahan hati, kasih sayang dan sifat-sifat selain ilmu.[10]
2.         Menjelaskan niat dalam belajar
Hendaknya seorang pelajar berniat dalam menuntut ilmu adalah untuk mencari ridha Allah, bekal di akhirat, membasmi kebodohan dari dirinya dan orang lain, menghidupkan agama dan menegakkan Islam karena Islam akan tegak dengan ilmu, selain itu tidak dibenarkan zuhud dan taqwa yang disertai dengan kebodohan.[11]
3.         Menjelaskan dalam memilih guru, teman dan ketekunan
Hendaknya seorang murid memilih bidang ilmu yang terbaik yang ia butuhkan untuk menjalankan agamanya saat itu, kemudia ia memilih apa yang ia akan butuhkan kelak, dalam hal ini yang perlu ia dahulukan adalah ilmu tauhid dan ma’rifah untuk mengenali Allah dengan dalillnya, karena keimanan seorang muqalid meskipun kami anggap sah tetapi ia akan berdosa bila tidak mempelajari dalil-dalilnya, dan memilih buku yang lama dari pada buku-buku yang baru, guru-guru berkata: “berpedomanlah pada buku-buku lama dan jauhilah buku-buku baru”.[12]
4.         Mengagungkan ilmu dan orang yang mempunyai ilmu
Ketahuilah bahwa seorang yang mencari ilmu tidak akan mendapat ilmu dan tidak akan manfaat dari ilmunya kecuali dengan mengagungkan ilmu dan orang-orang yang berilmu, mengagungkan dan menghormati guru. Tidaklah engkau melihat seseorang tidak menjadi kafir karena bermaksiat, tetapi ia kafir karena meremehkannya dan tidak menghormatinya, di antara penghormatan terhadap ilmu adalah menghormati guru.[13]
5.         Bersungguh-sungguh, tidak pernah bosan dan bercita-cita yang mulia
Kunci utama memperoleh segala sesuatu adalah kesungguhan dan semangat yang tinggi, barangsiapa yang bersemangat menghafal buku-buku karya Muhammad bin al-Hasan Rahimahullah dan disertai dengan kesungguhan dan ketekunan, kelihatannya ia akan menghafal sebagian besar kitabnya atau setengahnya, sedangkan jika ia bersemangat tinggi tetapi tidak sungguh-sungguh atau sebaliknya, maka ia tidak akan memperoleh ilmu kecuali sedikit.[14]
6.         Menjelaskan waktunya memulai belajar, ukuran dan urutannya belajar
Guru kami Syaikhul Islam menetapkan dimulainya belajar pada hari rabu. Adapun mengenai ukuran memulai belajar bagi yang baru belajar disebutkan oleh Abu Hanifah nasihat gurunya agar memulai memahami isi kitab dengan mengulanginya sebanyak dua kali dengan perlahan, setiap harinya ditambah materi pelajaran. Namun bila materinya banyak maka bila diperlukan untuk diulangi maka diulangi pelajaran sebelumnya.[15]
7.         Tawakkal
Seorang santri harus bertawakkal dalam menuntut ilmu, tidak perlu memusingkan masalah rizqi dan tidak perlu menyibukkan hatinya akan masalah dunia, karena orang yang sibuk memikirkan urusan rizqi baik itu sandang dan pangan, jarang sekali ia berusaha untuk mencari akhlak yang baik dan hal-hal yang luhur.[16]
8.         Menjelaskan waktu yang dapat menghasilkan ilmu
Hendaknya seorang murid menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar, bila ia telah bosan dari satu bidang ilmu ia bisa berpindah ke bidang ilmu lainnya. Dan waktu belajar adalah sejak dari ayunan sampai ke liang lahat dan sebaik-baik waktu adalah masa muda, menjelang waktu subuh dan antara maghrib dan isya’.[17]
9.         Menjelaskan kelembutan kasih sayang dan nasihat
Orang yang berilmu harus bersifat kasih sayang, memberi nasihat dan tidak iri karena iri hanya merusak dan tidak bermanfaat. Ia tidak boleh bermusuhan denga siapapun karena hal ini menyia-nyiakan waktunya.[18]
10.     Menjelaskan dalam mencari keutamaan ilmu
Hendaknya seorang santri selalu siap setiap saat untuk mengambil ilmu agar ia mendapatkan kemuliaan. Cara memperolehnya setiap saat ia harus membawah pena agar ia bisa menulis ilmu yang ia dengar. Seorang santri hendaknya mengambil manfaat ilmu dari guru-guru karena bukanlah segala yang hilang bisa dapat kembali.[19]
11.     Wira’i ketika belajar/mencari ilmu
Selama seorang santri semakin wara’, ilmunya akan semakin bermanfaat, belajarnya semakin mudah dan banyak mendapat ilmu. Di antara sifat wara’ yang sempurna ialah tidak makan banyak, tidak banyak tidur, tidak banyak berbicara yang tidak berguna, dan menjaga diri dari makanan pasar sebisanya karena makanan pasar lebih dekat dengan najis dan pengkhianatan, lebih jauh dari menyebut nama Allah dan lebih dekat kepada kelalaian, selain itu mata orang-orang miskin meliriknya tetapi mereka tidak mampu untuk membelinya, dengan demikian hati mereka sakit dan hilanglah keberkahannya.[20]
12.     Menjelaskan perkara yang menjadikan hafal ilmu dan lupa ilmu
Penyebab utama memperkuat hafalan adalah kesungguhan, ketekunan, makan sedikit, shalat malam dan membaca al-Qur’an serta memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi SAW., karena beliau adalah rahmat bagi alam semesta, menggunakan siwak, meminum madu, memakan kemenyan yang dicampur gula, dan memakan 21 kismis merah setiap hari yang dikunyah dapat memperkuat hafalan dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Adapun yang menyebabkan kelupaan adalah banyaknya maksiat, banyaknya pikiran dan kesedihan tentang urusan duniawi, serta apa saja yang dapat menambah dahak. Kesusahan akan urusan duniawi dapat menggelapkan hati sedangkan memikirkan ahkhirat dapat menerangi hati, hal ini akan nampak sewaktu shalat.[21]
13.     Menjelaskan sesuatu yang mendatangkan rizqi, yang menghalanginya dan sesuatu yang bisa menambah dan mengurangi umur
Seorang santri perlu mengkonsumsi makanan dan mengetahui hal-hal yang dapat menambah rizqi, yang menambah umur dan kesehatan agar ia dapat lebih konsentrasi menuntut ilmu. Melakukan kemaksiatan dapat menyebabkan terhambatnya rizqi terutama berbohong, karena hal ini menyebabkan kefakiran, dan banyak tidur juga menjadi salah satu penyebabnya.
Penyebab utama yang dapat mendatangkan rizqi adalah menjalankan shalat dengan penuh khusyu’, lengkap dengan rukun-rukunnya, kewajibannya, sunnah-sunnahnya, dan adab-adabnya, mendatangi masjid sebelum adzan, selalu dalam keadaan suci, menunaikan shalat sunnah subuh, dan shalat witir juga dapat mendatangkan rizqi.[22]
D.      Literatur Pembanding
Pembandingnya adalah kitab adabud dunnya waddin, karangan Abi Hasan Ali bin Muhammad, pada tahun 364 M, yang mana dalam kitab ini pembahasannya terdapat akhlak pencari ilmu dan akhlak yang mengajarkan ilmu. kemudian dalam kitab itu tidak fokus pada akhlak, karena di dalamnya juga terdapat pembahasan akal, adab agama (membahas usuluddin, puasa, zakat dll), adab dunia (seperti dalam hal mu’amalah dll), adab terhadap diri sendiri, akhlak yang baik dan lain-lain yang sebagian besar lebih bersifat universal, sungguhpun demikian didalamnya bab terdapat tema-tema kecil seperti pembahasan tentang ilmu, adab orang yang belajar, adab pengajar, syarat-syarat dalam mencari ilmu.[23]
E.       Analisis Kitab Ta’limul Muta’allim
Berdasarkan data-data di atas penulis mengklasifikasikan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ta’līmul Muta’allim Thorīqat Ta’allum, menjadi 4 macam:
1.    Hubungan antara manusia dengan Allah, yang meliputi:
a.    Berdo’a sebelum dan sesudah belajar.
Pelajar memulai dan mengakhiri belajar dengan membaca basmallah, hamdallah, shalawat kepada Nabi dan keluarganya serta para sahabat kemudian meminta pertolongan Allah tentang ilmu.[24]
Jabir bin Abdullah R.A., mengatakan bahwa pada saat turun ayat bismillahirrahmanirrahim, maka awan lari ke timur, angin berhenti, laut bergelombang, binatang-binatang mendengarkan dengan telinganya, dan syaitan-syaitan dilempari dari langit. Allah SWT. bersumpah dengan kemuliaan-Nya bahwa jika disebutkan nama-Nya pada sesuatu, maka akan menjadi obat baginya. Jika disebutkan nama-Nya pada sesuatu, maka akan menjadikan keberkahan baginya. Dan barang siapa membaca bismillahirrahmanirrahim dijamin masuk surga.”[25]
Kemudian ada riwayat lain dari Ikrimah mengatakan bahwa Allah menciptakan qalam dan lauh yang pertama kali dan Allah memerintahkan qalam menulis di atas lauh segala sesuatu yang akan terjadi sampai hari kiamat. Maka sesuatu yang pertama kali yang ditulis di atas lauh adalah bismillahirrahmanirrahim.Kemudian Allah SWT. menjadikan ayat ini sebagai jaminan keamanan bagi hamba-Nya yang membacanya. Karena kalimat itu merupakan bacaan seluruh penghuni tujuh langit dan bacaan orang-orang yang selalu menyucikan Allah SWT., yaitu orang yang telah mendapatkan keagungan.”[26]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat bismillahirrahmanirrahim, shalawat atau do’a-do’a dapat menjadikan suatu keberkahan tersendiri bagi para pembacanya dan menjadikan diangkat derajat kemuliaannya serta dapat menjadikannya mudah dalam segala urusannya.
b.    Menjauhi perkara dosa
Kemudian pelajar hendaknya menjauhi beberapa perkara dosa, karena satu dosa merupakan kotoran yang melekat di hati.[27]
Perbuatan dosa membuat hati manusia merasa bersalah dan tidak tenang bahkan bisa membuat hati putus asa sehingga bingung tidak tahu akan lari kemana. Kondisi tersebut membuat pikiran tidak dapat berfungsi dengan sempurna, sebab kondisi kejiwaan sangat mempengaruhi kinerja pikiran.[28]
Imam al-Syafi’i dalam gubahan sya’irnya mengatakan, bahwa: “Aku mengeluh pada Imam Waqi’ akan lemahnya hapalanku, maka beliau menyuruhku untuk meninggalkan maksiat dan beliau memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan pada ahli maksiat.”[29]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hati manusia sering kali berubah, terkadang berangsur-angsur menjadi terang, terasa lapang, ibadah menjadi ringan sehingga belajar juga semakin kuat. Namun terkadang hati berubah menjadi terasa sesak, dunia terasa sempit, ibadah jadi kendor dan akhirnya belajarpun menjadi malas. Hal itu disebabkan karena hatinya telah menjadi gelap dan keras yang merupakan akibat dari dosa yang menumpuk dan nafsu yang memegang kendali kemauan dan gerakan manusia.
c.    Disiplin waktu
Pelajar dapat membagi waktu agar dapat memenuhi hak-haknya waktu sehingga tidak ada waktu yang kosong dan sia-sia dengan memperbanyak untuk mengulang pelajaran di waktu malam terlebih lagi pada waktu sahur agar dapat mengejar para ahli ilmu. Dan Pelajar yang tidak bisa menanggung deritanya (cobaan) mencari ilmu dalam waktu yang pendek, maka pelajar akan berada di kehinaan kebodohan pada waktu yang lama.[30]
Menurut al-Ghazali dalam kitab ihya’ ulumiddin membagi waktu 24 jam menajdi tiga bagian:
1.    8 jam untuk ilmu
2.    8 jam untuk urusan dunia
3.    8 jam untuk urusan akhirat[31]
Kemudian pelajar menghidupkan waktu malam, karena waktu malam itu lebih mulia dari waktu siang. Ibadah yang dilakukan di malam hari jauh lebih besar pahalanya dari ibadah yang dilakukan di siang hari. Pada waktu malam juga terdapat waktu mustajabah. Nabi SAW. bersabda: ”sesungguhnya di malam hari terdapat waktu yang tiada satupun yang saat itu meminta hal dunia maupun akhirat kecuali diberinya. Setiyap malam rahmat Allah turut ke langit dunia, ketika tersisa sepertiga akhir dari malam dia berkata adakah yang berdo’a, sehingga kukabulkan? Adakah yang meminta sehingga kuberi? Adakah yang meminta ampunan sehingga kuampuni?. Barang siapa mengisi malamnya dengan tidur, maka di hari kiamat ia datang dalam keadaan fakir.”[32]
Malam adalah waktu yang luar biasa. Menurut kyai Nawawi Banten belajar di waktu malam adalah salah satu sebab terbukanya hati dalam memahami ilmu. Waktu malam juga termasuk waktu yang senggang, sepi, dan tenang sehingga sangat cocok untuk mengulang-ulang membaca pelajaran dan menghafalkan.[33]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang yang alim membutuhkan waktu yang tidak sebentar sebab ilmu pengetahuan sangat luas sekali sehingga butuh waktu yang panjang. Tiada yang tahu luasnya ilmu kecuali Allah al-Alim. Sehebat apapun manusia dan selama apapun dia hidup, tidak akan mampu mengumpulkan semuanya.
d.   Niat dan tujuan
Pelajar membaguskan/ memurnikan niatnya dalam mencari ilmu dengan tidak mengharapkan harta benda dan menjauhi dari mencintai kedudukan, dimuliakan manusia serta dipuji oleh manusia agar ia menjadi orang yang mulia, karena pelajar yang mencari ilmu karena Allah, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali perkara dunia dan ia tidak akan mencium baunya surga.[34]
Setiap orang yang menuntut ilmu harus punya niat, karena sahnya amal dengan niat. Niat menuntut ilmu yang utama adalah mencari ridlanya Allah SWT. kemudian di antara niat mencari ilmu yang lain adalah untuk mendapatkan pahala di akhirat, untuk menghidupkan agama Allah yaitu agama islam, untuk melanggengkan agama islam, untuk menghilangkan kebodohan dirinya dan kebodohan orang-orang yang bodoh serta untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan Allah berupa nikmat akal dan kesehatan badan. Dan janganlah berniat untuk mendapatkan perhatian manusia dan untuk mendapatkan harta benda serta dengan niat agar dimuliakan pejabat atau penguasa.[35]
Sebelum berangkat mencari ilmu hendaknya pelajar mengatur niat terlebih dahulu, merenungkan tujuannya mencari ilmu dan menghayati manfaat ilmu yang kelak akan diperolehnya. Dengan demikian niatnya akan menjadi kukuh dan kuat sehingga tidak mudah goyah dan roboh ketika badai cobaan dan ujian menerpanya. Setelah niatnya terasa sangat kuat mengucap di dada kemudian atur dan rencanakan urutan, cara, dan metode dalam belajar.[36]
Pelajar mengamalkan sesuatu yang pernah didengarnya dari beberapa golongan ilmu ibadah dan ilmu akhlak yang utama serta mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya walaupun satu kalimat karena Allah Ta’ala, agar ia tidak termasuk orang yang menyembunyikan ilmu sehingga mendapatkan laknat dari Allah.[37]
Mengamalkan atau mempraktekkan ilmu termasuk cara yang paling efektif untuk menancapkan ilmu dengan kokoh dalam hati. Ilmu akan terasa berkesan dalam hati setelah diamalkan sehingga tidak mudah hilang. Sufyan al-Tsauri mengatakan bahwa “ilmu memanggil amal, jika ia datang (maka ia akan tetap) namun jika tidak datang ilmu akan pergi.”[38]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa niat dan tujuan dalam mencari ilmu sangatlah penting bagi pelajar agar selama perjalanannya dapat menuai kesempurnaan hidupnya dan mengangkat derajat juga martabat kemanusiaannya.
2.    Hubungan antara manusia dengan sesamanya, yang meliputi:
a.    Akhlak terhadap keluarga, yaitu berbuat baik dan mendo’akan kedua orang tua.
Pelajar berbuat baik terhadap kedua orang tua dengan sungguh-sungguh dan mendo’akan kedua orang tua serta mengirimkan pahala kebaikan setelah wafatnya.[39]
Abdullah bin Umar RA., dia berkata, “seorang lelaki telah datang kepada Nabi SAW. lalu berkata, “sesungguhnya aku ingin berjihad.” Beliau bersabda, “apakah kamu mempunyai kedua orang tua?” dia menjawab, “ya.” Beliau bersabda, berjihadlah dengan melayani mereka.”Adapun cara berbakti kepada mereka adalah dengan mencukupi keperluan mereka, menghindarkan mereka dari hal yang menyakitkan, dan merawat mereka seperti merawat anak kecil. Janganlah bersikap kasar terhadap mereka, janganlah menolak apa yang mereka inginkan, dan menjadikan pelayanan kepada mereka sebagai ganti memperbanyak shalat sunnahdan puasa.
Kemudian memohonkan ampun untuk mereka seusai shalat. Jangan membuat mereka lelah, jangan membebani dan menyakiti mereka, jangan mengeraskan suara melebihi mereka, jangan membantah perintah mereka selama tidak melanggar agama, misalnya perintah untuk meninggalkan suatu perintah yang wajib seperti haji bagi yang mampu, shalat lima waktu, puasa, zakat, nadzar dan tidak pula melanggar dosa seperti zina, minum arak, membunuh, menuduh palsu, dan mengambil harta tanpa sepengetahuan pemiliknya.[40]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbuat baik dan mendo’akan terhadap kedua orang tua itu wajib karena pahalanya seperti orang yang berjihad dan dilarang membantah kecuali dalam hal ajakan melaksanakan perbuatan yang tidak baik menurut ajaran agama.
b.    Akhlak terhadap masyarakat, antara lain:
1.   Memuliakan dan mengagungkan guru
Pelajar menyakini kemuliaan dan keluhuran seorang guru agar pelajar menjadi orang yang beruntung pada zaman yang akan dihadapinya, sehingga ia mampu bersungguh-sungguh mencari ridhanya guru dan mengagungkan guru dengan hati yang bersih supaya termasuk golongan orang yang utama.[41]
Seorang murid harus memiliki kenyakinan bahwa gurunya sangat ahli dan yang paling unggul di antara sekian ulama’ lainnya agar ia lebih antusias dengan apapun yang ia dengar dari gurunya. Dan murid harus selalu berprasangka baik pada gurunya, jika ada yang menggunjingnya ia harus menghentikannya dan jika tidak bisa, maka segera pergi dan meninggalkan mereka untuk menjaga iktikad pada guru. Selain itu jangan pernah berburuk sangka pada gurunya walaupun yang dilakukan gurunya tidak cocok dengannya, bahkan walaupun tidak sesuai dengan sunnah, beliau lebih paham dan lebih mengetahui rahasia dibalik yang dikerjakannya. Cukuplah kisah Nabi Musa dengan gurunya Nabi Khidhir sebagai contoh pentingnya menjaga hati dari prasangka buruk pada guru.[42]
Memuliakan guru merupakan kewajiban seorang murid, Nabi SAW. telah bersabda yang artinya “pelajarilah ilmu serta belajarlah tenang dan berwibawa dan rendah dirilah pada orang yang kamu belajar darinya.”
Tujuan menghormati guru adalah untuk mengagungkan ilmu beliau dan untuk mendapatkan ridlo beliau. Dalam buku karangan Sayyid Ahmad al-Hasyimi yang berjudul Muhtarul Ahadits al-Nabawiyyah disebutkan bahwa “sesungguhnya guru dan dokter tidak akan tulus jika mereka tidak dimuliakan, maka sabarlah dengan penyakitmu jika kamu meninggalkan dokternya dan terimalah kebodohanmu jika kamu tinggalkan guru.”[43]
Syeikh Ahmad al-Maihiy al-Syaibani dalam kitab Hasyiah Syaibani menyebutkan bahwa “lebih kudahulukan guruku atas diriku sendiri dan orang tuaku walaupun aku memperoleh keutamaan dan kemuliaan dari orang tuaku sebab guruku mendidik jiwaku (ruh) dan ayahku mendidik ragaku sedangkan ruh bagaikan mutiara dan jisim bagaikan wadahnya.”[44]
Kemudian sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata dalam sya’irnya yaitu “aku menyakini bahwa hak yang paling penting adalah hak seorang guru dan merupakan hak yang paling wajib dipenuhi bagi semua umat dan sungguh sangat layak jika seorang guru diberi seribu dirham sebagai penghormatan untuk satu huruf yang beliau ajarkan.[45]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menyakini kemuliaan dan keluhuran sang guru serta menghormati guru merupakan suatu kewajiban bagi pelajar, karena dalam hal ini menyebabkan ridlanya guru dan salah satu cara dalam mengagungkan pemilik ilmu.
2.   Taat dan tawadlu’
Pelajar duduk dengan tenang, takut terhadap guru dan ilmu serta patuh pada guru dengan menghadap pada guru dan menundukkan kepala saat guru menerangkan sesuatu serta mencatat apa-apa yang belum diketahui agar dapat dipahaminya.[46]
Kemudian di dalam kitab al-Bayan disebutkan bahwa seorang pelajar harus bersikap tawadlu’ (rendah hati) dan sopan kepada guru walaupun gurunya lebih muda, kurang tersohor dan lebih rendah nasab dan kebaikannya daripada dirinya, dengan tawadlu’, maka ia bisa mendapatkan ilmu.[47]
Pelajar menggunakan pekerti yang baik dan budi yang mulia serta sopan santun terhadap orang yang mengajarinya agar mencapai kemuliaan yang tinggi dengan tidak membuat kebosanan pada guru, karena hal itu akan merusak kepahaman dan pekerti yang dapat mencegah dalam mengambil kemanfaatan ilmu. Kemudian ia meminta ijin kepada guru ketika ada halangan untuk tidak masuk dalam belajar dengan menjelaskan halangannya.[48]
Orang yang mengajarimu walau satu huruf yang penting dalam agama, maka dia adalah bapakmu dalam agama, jangan pernah mengatakan, dia mantan guruku, maka ilmumu tidak akan bermanfaat dan tidak akan bisa mendapatkan barokah ilmu dan guru, Jangan pula berjalan di muka guru, jangan menduduki tempat duduknya guru, jangan bertanya sesuatu yang membosankan, jangan mengetuk-ngetuk pintu guru, tetapi bersabarlah hingga guru keluar. Barang siapa yang menyakiti hati guru, maka ia tidak akan bisa mendapatkan barokahnya dan manfaatnya ilmu kecuali sedikit.[49]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa taat dan rendah hati terhadap orang yang mengajari merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi pelajar dalam mencari ilmu, karena hal ini dapat meningkatkan kemuliaan yang tinggi bagi pelajar dan dapat menjaga kepahamannya selama mencari ilmu serta dapat memberi keberkahan dan kemanfaatan ilmu.
3.   Tidak sombong dan tidak minder
Pelajar tidak merasa malu dan sombong terhadap orang yang lebih rendah nasabnya dan umurnya serta lainnya seperti berselisih tentang ilmu dan unggul-unggulan dalam hal ilmu serta menganggap remeh ilmu dengan beralasan ilmu itu mudah, karena orang yang malu dan orang yang sombong tidak akan mendapatkan ilmu sebagaimana air yang tidak akan mengalair ke atas gunung.[50]
Imam as-Syafi’i mengatakan “tidak akan berhasil orang yang mencari ilmu dengan keangkuhan, orang yang akan berhasil mendapatkannya adalah yang mencarinya dengan kerendahan diri dan serba diliputi keterbatasan.”[51]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat sombong dan minder yang dimiliki oleh pelajar dapat mencegah rusaknya ilmu dan mempersulit kepahamannya selama mencari ilmu, karena ilmu hanya akan diberikan kepada orang yang memiliki sifat rendah hati dan memiliki sifat percaya diri yang tidak berlebihan.
3.    Akhlak terhadap lingkungannya, yang meliputi:
Pelajar dianjurkan memakan makanan yang halal, memakai pakaian yang bersih dan menggunkan alat belajar yang halal serta menata semua perkara dengan rajin seperti meletakkan sesuatu pada tempat yang tetap agar hatinya menjadi terang dan bersinar.[52]
Abu Hurairah RA. Telah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “barang siapa mencari harta secara halal, dengan menjaga harga diri dan tidak meminta-minta untuk mencukupi keluarganya dan mengasihi tetangganya, maka Allah SWT. akan membangkitkannya pada hari kiamat dengan wajah seperti bulan purnama. Barang siapa mencari harta secara halal untuk ditumpuk-tumpuk karena sombong dan pamer, maka dia akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat dalam keadaan Dia murka kepadanya.”[53]
Sungguh, jika salah seorang di antara kamu mengambil tali kemudian menuju ke suatu lembah untuk mencari kayu lalu datang ke pasarmu untuk menjualnya dengan satu mud kurma, itu lebih baik baginya daripada meminta manusia, baik mereka memberinya atau tidak memberinya.”[54]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terang dan bersinarnya hati disebabkan oleh penggunaan apa-apa yang ada dalam diri pelajar yaitu dengan sesuatu yang bersifat halal dan baik serta bersih juga rapi, sehingga ilmu mudah diterima dengan baik.
4.    Akhlak terhadap diri sendiri, yang meliputi:
a.    Menjaga kebersihan dengan bersuci
Apabila hendak masuk pada tempat belajar, maka pelajar dianjurkan bersuci dengan berwudlu, menggunakan pakaian yang bersih dan suci serta berbau harum serta bersiwak agar sesampainya di tempat belajar sudah bagus dan rapi. Kemudian ia mempersiapkan apa-apa yang diperlukan saat di tempat belajar seperti buku, bolpoin dan sebagainya dalam belajar agar tidak mengganggu dalam proses belajar mengajar.[55]
Hal ini sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah SAW.yaitu bahwa wudluitu sebagian dari iman. Begitu pula hati harus dikosongkan dari akhlak tercela, kemudian diisi dengan akhlak terpuji. Begitu pula mengenai anggota tubuh. Ia harus dikosongkan dari dosa-dosa, kemudian diisi dengan ketaatan. Masing-masing dari tingkatan ini adalah syarat untuk masuk dalam tingkatan selanjutnya. Maka penyucian diawali dengan penyucian lahir, kemudian penyucian roh, hati dan batin.[56]
Tugas pertama pelajar ialah mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang rendah berdasarkan sabda Rasulullah SAW. bahwa“Agama didirikan di atas kebersihan.”Bukanlah yang dimaksud kebersihan baju saja, tetapi di dalam hati. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala : “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.”(QS. Al-Taubah: 28), sedangkan najasah tidak khusus mengenai baju.
Maka, selama batin tidak dibersihkan dari hal-hal yang keji, ia pun tidak menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama dan tidak diterangi dengan cahaya ilmu. Ibnu Mas’ud berkata, “Bukanlah ilmu itu karena banyak meriwayatkan, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang dimasukkan ke dalam hati.”[57]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berwudlu, bersiwak dan menjaga kebersihan baik jasmani maupun rohani sangat dianjurkan bagi pelajar, karena hal ini menyebabkan diterimanya ilmu yang bermanfaat dalam hati bagi pelajar.
b.    Muthola’ah (mengulang pelajaran)
Apabila sepulang dari tempat belajar, sesampainya di rumah pelajar mengulang pelajaran yang baru saja ia dapatkan di tempat belajar sampai pada pelajaran yang berikutnya, begitu pula ketika akan masuk pada pelajaran yang baru agar ilmunya menetap di hati dengan kuat.[58]
Mengasah kemampuan hafalan dengan terus akan meningkatkan volume hafalan secara bertahap. Dalam manaqib Imam Syafi’i yang disebutkan dalam pembukuan kitab al-Umm dikisahkan bahwa Imam Syafi’i ketika beliau telah berkembang beliau dikirim ibunya untuk belajar menulis, namun karena sang ibu tidak mampu membiayainya, maka Syafi’i kecil tidak diurus oleh guru.
Sikap guru tersebut membuat Syafi’i selalu mendekatkan jaraknya dari guru, beliau berusaha menghafal semua yang diajarkan sang guru pada murid-murid. Luar biasa secara bertahap daya ingat al-Syafi’i meningkat sampai pada lefel yang amat mengagumkan, bahkan ketika gurunya pergi Syafi’ilah yang mengajari teman-temanya karena mereka belum hafal apa yang diajarkan oleh sang guru.[59]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa muthalaah (mengulang pelajaran) sebelum dan sesudah belajar sangatlah diperlukan, karena hal ini dapat meningkatkan daya ingat pelajar terhadap ilmu yang telah didapat selama melaksanakan proses belajar mengajar dan akan membuatnya mudah dalam memahami ilmu.
c.    Berkerja keras dan bermusyawarah
Dalam sya’ir kitab ta’lim muta’allim disebutkan bahwa “kemalasan disebabkan sedikitnya membaca tentang keutamaan ilmu.” Oleh karena itu, hendaknya seorang murid menimbulkan kesungguhan dan ketekunan dalam dirinya dengan menelaah keutamaan ilmu, karena ilmu akan tetap kekal selama pengetahuan itu masih ada, sedangkan harta akan habis, seperti yang dikatakan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib bahwa “kami rela ketentuan Tuhan yang Maha Perkasa pada diri kami, kami memperoleh ilmu dan musuh memperoleh harta, karena harta akan hancur dalam waktu dekat sedangkan ilmu akan kekal selamanya.” Dengan ilmu yang manfaat seseorang mendapat pujian yang indah dan akan terus melekat padanya meski setelah ia wafat karena ilmu itu hidup kekal.[60]
Ada tiga tingkatan bagi manusia dalam bermusyawarah, bertanya dan mengutarakan pendapat:
1.    Seorang yang sempurna, yaitu orang memiliki pemahaman dan pendapat yang benar dan mau mengutarakannya. Ia sempurna karena meluruskan temannya yang melenceng pemahamannya.
2.    Seorang yang setengah sempurna, yaitu orang yang memiliki pemahaman dan pendapat yang benar namun tidak mau mengutarakannya dan orang yang mengutarakan pendapatnya namun pendapatnya tidak benar, akhirnya dengan musyawarah ia mendapatkan kebenaran.
3.    Orang yang tiada sempurna sama sekali, yaitu orang yang tidak mau mengutarakan pendapatnya dan pendapatnya salah, akhirnya ia tidak memperoleh kebenaran.[61]
Pelajar bersungguh-sungguh dengan sekuat tenaga dalam menghasilkan ilmu seperti bermusyawarah dengan para ahli ilmu agar dapat memperoleh ilmu karena ilmu tidak akan didapat dengan bersanatinya badan dan banyak menganggur dan hidupnya ilmu adalah dengan bermusyawarah. Setelah itu pelajar menghafalkan ilmu per bab/ tiap satu permasalahan samapai ke bab/ permasalahan yang lain dengan pelan-pelan seperti memahami lafadznya, bahasanaya, i’robnya, dan beberapa makna yang diucapkan guru, sehingga ilmu itu akan mudah diingat dan menjadi jelas serta nyata, karena orang yang mencari ilmu dengan borongan/ semua bab, maka hal itu akan membuat repot bagi dirinya dan akan menjadi sia-sia atas apa yang telah dilakukannya.[62]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bekerja keras sangatlah perlu bagi pelajar, karena dalam menjalani hidup ini dianjurkan untuk berusaha sesuai kemampuan dengan kata lain harus berusaha semaksimal tanpa mengeluh dan bosan. Hal itu bisa dilakukan dengan cara bermusyawarah terhadap orang yang lebih pandai ilmunya agar kemampuan yang dimiliki dapat meningkat.
1.         Kelebihan Kitab Ta’limul Muta’allim
Adapun kelebihan dari kitab Ta’limul Muta’allim menurut penulis adalah sebagai berikut:
a.    Kitab disusun dari sebuah latar belakang yang bersumber dari permasalahan dalam mencari ilmu
b.    Kitab ini dimulai dari menata hati yaitu dengan pembahasan niat atau tujuan dalam mencari ilmu, yang merupakan dasar utama dalam menentukan visi dan misi dalam mencari ilmu.
c.    Lebih fokus membahas pada akhlak orang yang mencari ilmu (peserta didik)
d.   Kitab Ta’limul Muta’allim dimulai dan diakhiri dengan kalimat rasa syukur kepada Allah SWT. dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW., sehingga hal itu dapat memberikan keberkahan (bertambahnya kebaikan) bagi penulis, guru, pencari ilmu dan pembaca.
e.    Kitab Ta’limul Muta’allim merupakan sebuah kitab klasik yang memuat pendidikan akhlak dalam proses belajar mengajar secara ringkas dan specifik.
f.     Kitab Ta’limul Muta’allim ditulis dalam bentuk syair-syair yang bersifat nadhaman sehingga memudahkan anak-anak dan para pencari ilmu untuk menghafalkan dan mempelajarinya.
g.    Kitab Ta’limul Muta’allim disusun secara sistematis dengan meletakkan beberapa bab yang runtut sehingga memudahkan para pencari ilmu dalam memahami kitab tersebut.
h.    Dengan kemudahan dalam memahami kitab Ta’limul Muta’allim, hal itu menjadikan para pencari ilmu mampu mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada di kitab Ta’limul Muta’allim dalam kehidupan sehari-hari, terutama terhadap kepribadian pencari ilmu.
i.      Isi dari kitab Ta’limul Muta’allim dapat dijadikan salah satu sumber inspirasi pendidikan dalam membentuk pribadi pencari ilmu (peserta didik) yang memiliki akhlak dan sikap yang baik dalam proses belajar mengajar.
j.      Ada pesan singkat yang memberikan motifasi kepada pencari ilmu yaitu sebagai salah satu langkah yang ditempuh penulis untuk memberikan peringatan agar dapat melaksanakan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah dihafalkan dan dipelajari dalam kehidupan sehari-harinya pada saat proses belajar mengajar maupun bermasyarakat.
2.         Kekurangan Kitab Ta’limul Muta’allim
a.    Penyampaian isi materi masih bersifat universal namun dalam beberapa baitnya sudah menjurus pada specifikasi dalam suatu pembelajaran dan pendidikan
b.    Tidak disamapaikan secara urut metode dalam penyampaian materi atau metode pembelajarannya
c.    Tidak menyampaikan adab seorang guru pada khususnya
d.   Lebih fokus akhlak pada perilaku santri atau pencari ilmu



















DAFTAR PUSTAKA

Abu Aufa al-Dimawi, tt. Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Pekalongan: Hasan bin Idrus.

Ahmad, Masrohan. 2010. Terjemah al-Ghunyah, Jakarta: Citra Risalah.

Baalawi al-Hadad, Abdullah. Tt. Nashaihul Diniyah, Maktabah Toha Putra.

Burhan al-Islam, Imam. Terjemah Ta’limul Muta’allim, Jakarta: CV. Megah Jaya.

Ghazali, Imam. 1995. Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin (Penerjemah: Zaid Husein al-Hamid). Jakarta : Pustaka Amani.

Hadi, Nur. 1978. Terjemah Cara Jawa Kitab Ta’limul Muta’allim, Surabaya: Perpustakaan Ahmad bin Sa’id bin Nabhan.

Khoiri, Alwan, 2005. dkk, Akhlak/ Tasawuf.Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.

Maisur Sindi al-Thursidi, Ahmad, 1987. Ta’limul Muta’allim. Semarang: Karya Thoha Putra.

Maulana al-Tarobani, Ibnu. 2014. Zadul Muta’allim (Pengantar memahami Nadham Ta’limul Muta’allim). Bojonegoro: al-Aziziyyah.

Muchson dan Samsuri. 2013. Dasar-Dasar Pendidikan Moral, Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Abu Hamid. Tt. Ihya’ Ulumiddin, Beirut: Maktabah Darul Kutub al-Ilmiah.

Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Muhammad. Tt. Maraqiyul Ubudiyah Syarah Bidayatul Hidayah, Surabaya: tt.

Niam, Shohibun. 2014. Zadul Muta’allim. Bojonegoro: al-Aziziyyah.

Rahmaniyah, Istighfarotur. 2010. Pendidikan Etika (Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang Pendidikan). Malang: Aditya Media.

Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Sayyid Ahmad. Tt. Muhtarul Ahadits al-Nabawiyyah, Surabaya: Maktabah Nurul Huda.

Sunarto, Ahmad. 2012. Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia). Surabaya: al-Miftah.


[1]Alwan Khoiri, dkk, Akhlak/ Tasawuf,(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 25.
[2] Muchson dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013),hlm. 86.
[3]Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika (Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang Pendidikan), (Malang : Aditya Media, 2010), hlm. 2-4.
[4]Al-Zarkali, al-‘Alam, Vol. VIII, hlm. 44.
[5] Ibnu Maulana al-Tarobani, Zadul Muta’allim (Pengantar memahami Nadham Ta’limul Muta’allim), (Bojonegoro: al-Aziziyyah, 2014), hlm. v.
[6] Abu Aufa al-Dimawi, Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Pekalongan: Hasan bin Idrus, tt), hlm. 3-5.
[7] Nur Hadi, Terjemah Cara Jawa Kitab Ta’limul Muta’allim, (Surabaya: Perpustakaan Ahmad bin Sa’id bin Nabhan, 1978), hlm. 4-5.
[8] Imam Burhan al-Islam, Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Jakarta: CV. Megah Jaya, 2012), hlm. 1.
[9] Imam Burhan al-Islam, Terjemah Ta’limul Muta’allim…, hlm. 5.
[10] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia), (Surabaya: al-Miftah, 2012), hlm. 25.
[11] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 35.
[12] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 49.
[13] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 70.
[14] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 106.
[15] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 140.
[16] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 154.
[17] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 158.
[18] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 166.
[19] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 174.
[20] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 185.
[21] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 196.
[22] Ahmad Sunarto, Etika menuntut Ilmu (Terjemah Ta’limul Muta’allim Jawa Pegon dan Bahasa Indonesia)…, hlm. 211-212.
[23]Abi Hasan Ali bin Muhammad, Adabud Dunya Waddin, (Indonesia: Kharomain, 1421 H), hlm. 348-350.
[24] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, Tanbihul Muta’allim, (Semarang: Karya Thoha Putra, 1987),hlm. 6.
[25]Masrohan Ahmad, Terjemah al-Ghunyah, (Jakarta: Citra Risalah, 2010), hlm. 301.
[26]Masrohan Ahmad, op., cit., vol. 1, hlm. 303.
[27] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 9.
[28]Shohibun Niam, Zadul Muta’allim, (Bojonegoro: al-Aziziyyah, 2014), hlm. 15.
[29] Ahmad Sunarto, Etika Menuntut Ilmu terjemah Ta’limul Muta’allim, (Surabaya: al-Miftah, 2012), hlm. 195.
[30] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 17-18, 20.
[31] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, (Beirut: Maktabah Darul Kutub al-Ilmiah, tt), vol.1, hlm. 80.
[32]Abdullah Baalawi al-Hadad, Nashaihul Diniyah, (Maktabah Toha Putra, tt), hlm. 30-31.
[33]Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Maraqiyul Ubudiyah Syarah Bidayatul Hidayah, (Surabaya: tt), hlm. 40.
[34] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 20-21.
[35]Taufiqul Hakim, op., cit., hlm . 6-11.
[36]Shohibun Ni’am, op., cit., hlm. 1.
[37] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 22-23.
[38] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, op., cit., hlm. 88.
[39] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 10.
[40]Masrohan Ahmad, op., cit., vol. 1, hlm. 112-113.
[41] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 11-12.
[42]Shohibun Ni’am, op., cit., hlm. 94-95.
[43] Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Muhtarul Ahadits al-Nabawiyyah, (Surabaya: Maktabah Nurul Huda, tt), hlm. 71.
[44] Ahmad al-Maihi al-Syaibani, Hasyiah al-Syaibani Ala Syarhis Sittin, (Sangkapura: Maktabah Usaha Keluarga, tt), hlm. 2.
[45] Ahmad Sunarto, op., cit., hlm. 71.
[46] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 5.
[47]Taufiqul Hakim, op., cit., hlm. 40-41.
[48] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 12, 18.
[49] Tafiqul Hakim, op., cit., hlm. 15-16.
[50] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 19.
[51] Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Muhadzzab, vol. 1, hlm. 35.
[52] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 8-9.
[53]Masrohan Ahmad, op., cit., vol. 1, hlm. 94.
[54]Masrohan Ahmad, op., cit., vol. 1, hlm. 95.
[55] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 4.
[56] Imam Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin (Penerjemah: Zaid Husein al-Hamid), (Jakarta : Pustaka Amani, 1995), hlm. 24.
[57] Imam Ghazali, ibid., hlm. 8.
[58] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 7.
[59]Shohibun Ni’am, op., cit., hlm. 18.
[60] Ahmad Sunarto, op., cit., hlm. 108.
[61] Syeikh al-Zarnuji, Ta’lim Muta’allim, hlm. 14.
[62] Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 14-16.

KBK, KTSP, DAN KURIKULUM 2013

$
0
0


KBK, KTSP, DAN KURIKULUM 2013
(STUDY CIRI, PERSAMAAN, PERBEDAAN)
Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026) Kelas B

Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016

ABSTRAK
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua sisi dari satu mata uang. artinya, dalam proses pendidikan dua hal itu tidak dapat dipisahkan. Kurikulum tidak akan berarti tanpa diimplementasikan dalam proses pembelajaran, sebaliknya pembelajaran tidak akan efektif tanpa didasarkan pada kurikulum sebagai pedoman. kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya.
Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan. Pemahaman akan konsep kurikulum, mutlak diperlukan bagi setiap orang yang berprofesi kependidikan termasuk guru, sebab kurikulum berfungsi sebagai alat dan pedoman dalam pelaksanaan proses pendidikan.

Kata Kunci                  : Ciri, Persamaan, dan Perbedaan Kurikulum
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memilih kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.[1]
Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional yang terbaru telah disahkan presiden pada 8 juli 2003 (Nomor 20 Tahun 2003). Dibanding dengan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional sebelumnya (Nomor 2 Tahun 1989), undang-undang tentang sistem pendidikan nasional yang baru ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Sedangkan salah satu upaya yang segera dilakukan untuk memenuhi tuntunan tersebut adalah pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.[2]
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua sisi dari satu mata uang. artinya, dalam proses pendidikan dua hal itu tidak dapat dipisahkan. Kurikulum tidak akan berarti tanpa diimplementasikan dalam proses pembelajaran, sebaliknya pembelajaran tidak akan efektif tanpa didasarkan pada kurikulum sebagai pedoman.[3]Pemahaman akan konsep kurikulum, mutlak diperlukan bagi setiap orang yang berprofesi kependidikan termasuk guru, sebab kurikulum berfungsi sebagai alat dan pedoman dalam pelaksanaan proses pendidikan.[4]
A.      Pengertian KBK, KTSP, dan Kurikulum 2013
a.    Pengertian KBK
Dalam dokumen kurikulum 2004 dirumuskan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan (Depdiknas 2002).
Dari rumusan di atas, tampak jelas bahwa konsep KBK bertumpu pada konsep seperti yang dikemukakan Hilda Taba, yaitu kurikulum sebagai suatu rencana. Ini berarti dalam KBK yang lebih ditekankan adalah kompetensi atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu, sedangkan masalah bagaimana cara mencapainya, secara operasional diserahkan kepada guru di lapangan. Dalam KBK tidak secara khusus dijelaskan apa yang harus dilakukan guru untuk mencapai kompetensi tertentu.[5]
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yaitu suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan dan penguasaan kompetensi bagi peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, orang tua, dan masyarakat, baik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, memasuki dunia kerja maupun sosialisasi dengan masyarakat.[6]
b.    Pengertian KTSP
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, Ayat 15), dijelaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[7]
KTSP yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK yang disebut pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka.[8]
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.[9]
c.    Pengertian Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah sebuah kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan soft skills dan hard skills yang berupa sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Dalam konteks ini, kurikulum 2013 berusaha untuk lebih menanamkan nilai-nilai yang tercermin pada sikap dapat berbanding lurus dengan keterampilan yang diperoleh peserta didik melalui pengetahuan di bangku sekolah. Dengan kata lain, antara soft skills dan hard skills dapat tertanam secara seimbang, berdampingan, dan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya kurikulum 2013, harapannya peserta didik dapat memiliki kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan yang meningkat dan berkembang sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah ditempuhnya sehingga akan dapat berpengaruh dan menentukan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya.[10]
B.       Ciri-Ciri KBK, KTSP, dan Kurikulum 2013
1.    Karakteristik KBK
Berdasarkan pengertian di atas, maka KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga karakteristik utama, yaitu; Pertama, KBK memuat sejumlah kompetensi dasar  yang harus dicapai oleh siswa. Artinya melalui KBK diharapkan siswa memiliki kemampuan standar minimal yang harus dikuasai. Kedua, implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan kepada proses pengalaman dengan memperhatikan keberagaman setiap individu. Pembelajaran tidak sekadar diarahkan untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana materi itu dapat menunjang dan mempengaruhi kemapuan berpikir dan kemampuan bertindak sehari-hari. Ketiga: Evalausi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil belajar dan proses belahar. Kedua sisi evaluasi itu sama pentingnya sehingga pencapaian standar kompetensi dilakukan secara utuh yang tidak hanya mengukur aspek pengetahuan saja, akan tetapi sikap dan keterampilan.
Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik KBK secara lebih rinci sebagai berikut:[11]
1.    Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Ini mengandung pengertian bahwa KBK menekankan kepada ketercapaiankompetensi. Artinya isi KBK pada intinya adalah sejumlah kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, kompetensi inilah yang selanjutnya dinamakan standar minimal atau kemampuan dasar.
2.    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya, keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu saja sangat tergantung pada kemampuan siswa. Sebab dinyakini, siswa memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai hasil belajar.
3.    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Artinya, sesuai dengan keberagaman
Terdapat sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi antara lain;
1.    Prinsip Pengembangan
a.    Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai budaya.
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk manusia yang beriman dan bertakwa sejalan dengan filsafat bangsa, maka peningkatan keimanan dan pembentukan budi pekerti luhur merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan oleh para pengembang KBK.
b.    Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika
Pembentukan manusia yang utuh merupakan tujuan utama pendidikan. Manusia utuh adalah manusia yang seimbang antara kemampuan intelektual dan sikap moral serta keterampilan.
c.    Penguatan integritas nasional
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku dengan latar budaya yang sangat beragam. Pendidikan harus dapat menanamkan pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa yang majemuk, sehingga mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
d.   Perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi
Pengembangan KBK diarahkan agar anak memiliki kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh tantangan serta ketidakpastian melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
e.    Pengembangan kecakapan hidup
Kecakapan hidup mencakup keterampilan diri (Personal Skills), keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan akademik (academic skills), keterampilan vokasional (vocational skills). Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui pembudayaan membaca, menulis, berhitung, sikap, perilaku adaptif, kreatif, kooperatif dan kompetitif.
f.     Pilar pendidikan
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam empat, yaitu; belajar untuk memahami, belajar untuk berbuat kreatif, belajar hidup dalam kebersamaan, belajar untuk membangun dan mengekspresikan jati diri yang dilandasi ketiga pilar sebelumnya.
g.    Komprehensif dan berkesinambungan
Komprehensif mencakup keseluruhan dimensi kemampuan dan substansi yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan pendidikan menengah.
h.    Belajar sepanjang hayat
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat.
i.      Diversifikasi kurikulum
Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
2.    Prinsip Pelaksanaan
a.    Kesamaan memperoleh kesempatan
Prinsip ini mengandung pengertian, bahwa melalui KBK penyediaan tempat yang memberdayakan semua peserta didik secara demokratis dan berkeadilan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sangat diutamakan. Seluruh peserta didik dari berbagai kelompok seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat dan unggul berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
b.    Berpusat pada anak
Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerjasama dan menilai diri sendiri diutamakan agar peserta didik mampu membangun kemauan, pemahaman dan pengetahuannya. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik perlu terus-menerus diupayakan. Penyajiaannya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan peserta didik melalui pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
c.    Pendekatan menyeluruh dan kemitraan
Semua pengalaman belajar dirancang secara berkesinambungan mulai dari taman kanak-kanak samapai dengan kelas XII. Pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berfokus pada kebutuhan peserta didik yang bervariasi dan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. keberhasilan pencapaian pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung jawab bersama dari peserta didik, guru, sekolah dan madrasah, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha dan industri dan masyarakat.
d.   Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan
Standar kompetensi disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah dan madrasah. Standar kompetensi dapat dijadikan acuan penyusunan kurikulum berdiversifikasi berdasarkan pada satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik serta taraf internasional.[12]
2.    Karakteristik KTSP
Dihubungkan dengan konsep dasar dan desain kurikulum, maka KTSP memiliki semua unsur yang sekaligus merupakan karakteristik KTSP itu sendiri, yakni:[13]
1.    Dilihat dari desainnya KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari pertama, struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap mata pelajaran yang harus dipelajari itu selain sesuai dengan nama-nama disiplin ilmu juga ditentukan jumlah jam pelajaran secara ketat. Kedua, kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari sistem kelulusan yang ditentukan oleh standar minimal penguasaan isi pelajaran seperti yang diukur dari hasil Ujian Nasional. Soal-soal dalam UN itu lebih banyak bahkan seluruhnya menguji kemampuan kognitif siswa dalam setiap mata pelajaran. Walaupun dianjurkan setiap guru menggunakan sistem penilaian proses misalnya dengan portofolio, namun pada akhirnya kelulusan siswa ditentukan oleh sejauh mana siswa menguasai materi pelajaran.
2.    KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya melalui CTL, inkuiri, pembelajaran portofolio, dan lain sebagainya. Demikian juga secara tegas dalam struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri, yakni komponen kurilkulum yang menekankan kepada aspek pembangunan minat dan bakat siswa.
3.    KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP, yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Dengan demikian, maka KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan lokalnya, KTSP didasarkan pada keberagaman kondisi, sosial, budaya yang berbeda masing-masing daerahnya.
4.    KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan pada indikator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilaian.
KTSP dikembangakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut ini:[14]
1.    Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
KTSP mimiliki prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangakan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered). Di samping itu juga pengembangan KTSP perlu memperhatikan potensi dan kebutuhan lingkungan di mana siswa tinggal.
2.    Beragam dan terpadu
Pengembangan kurikulum memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang, dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna.
3.    Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis.
4.    Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum
5.    Menyeluruh dan berkesinambungan
6.    Belajar sepanjang hayat
7.    Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
3.    Karakteristik Kurikulum 2013
Dalam Kurikulum 2013 terdapat karakteristik yang menjadi ciri khas pembeda dengan kurikulum yang telah ada selama ini di Indonesia. Karakteristik kurikulum 2013 sebagai berikut;[15]
a.    Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran kurikulum 2013 ialah pendekatan scientific dan tematik-integratif. Pendekatan scientific adalah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran tersebut dilakukan melalui proses ilmiah. Apa yang dipelajari dan diperoleh peserta dilakukan dengan indra dan akal pikiran sendiri sehingga mereka mengalami secara langsung dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan. melalui pendekatan tersebut, peserta didik mampu menghadapi dan memecahkan masalah yang dihadapi dengan baik.
b.    Kompetensi Lulusan
Dalam konteks ini kompetensi lulusan berhubungan dengan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi ini sebenarnya sudah ada pada kurikulum sebelumnya, hanya saja penyebutannya berbeda, misalnya sikap disebut dengan afektif, pengetahuan disebut dengan kognitif, dan keterampilan disebut dengan psikomotorik. Selain itu, titik tekannya berubah terbalik.
c.    Penilaian
Pada kurikulum 2013 proses penilaian pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment). Penilaian otentik adalah penilaian secara utuh, meliputi kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instruktional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.
4.        Persamaan dan Perbedaan KBK, KTSP, Kurikulum 2013
Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum lain adalah.
1.    KBK yang dikedepankan Penguasaan materi Hasil dan kompetenasi Paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning to know,learning to do, learning to live together, dan learning to be.
2.    Silabus ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.
3.    Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi.
4.    Metode pembelajaran Keterampilan proses dengan melahirkan metode pembelajaran PAKEM dan CTL.
5.    Sistem penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif, penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas.
6.    KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS).
Kemudian beberapa kelebihan KTSP antara lain:
1.    Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
2.    Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan.
3.    Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri yang paling tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
4.    Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
5.    Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
6.    Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam meningkatkan mutu pendidikan.
7.    Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakatdan lingkungan yang berubah secara cepat serta mengakomodasikannya dengan KTSP.
Adapun beberapa persamaan dan perbedaan KBK, KTSP, Kurikulum 2013, dapat disimpulkan sebagai berikut:[16]
No
KBK
KTSP
Kurikulum 13
1
Standar Kompetensi Lulusan diturunkan standar isi
Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan
2
Standar Isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran
3
Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan
Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan dan pengetahuan
4
Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
5
Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran yang terpisah
Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)
6
Tahun 2004-2005, Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Tahun 2006-2013, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Tahun 2013-2015, Kurikulum 2013 (K-13)






Perbedaan pola pikir sebagai berikut:















Susunan struktur kurikulum berbasis kompetensi SD dan MI:[17]
No
Mata Pelajaran
Alokasi Waktu
Kelas I & II
Kelas III & IV
Kelas V & VI
1
Pendidikan Agama
*
3
3
2
Kewarganegaraan
*
2
2
3
Bahasa Indonesia
*
6
6
4
Matematika
*
6
6
5
Sains
*
4
4
6
Pengetahuan Sosial
*
4
4
7
Kesenian
*
2
2
8
Keterampilan
*
2
2
9
Pendidikan Jasmani
*
2
2

Jumlah
27
31
31

Susunan struktur kurikulum berbasis kompetensi SMP dan MTs:[18]
No
Mata Pelajaran
Alokasi Waktu
Kelas VII
Kelas VIII
Kelas IX
1
Pendidikan Agama
2
2
2
2
Kewarganegaraan
2
2
2
3
Bahasa dan Sastra Indonesia
5
5
5
4
Matematika
5
5
5
5
Sains
5
5
5
6
Pengetahuan Sosial
5
5
5
7
Bahasa Inggris
4
4
4
8
Pendidikan Jasmani
2
2
2
9
Kesenian
2
2
2
10
Keterampilan



11
Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2

Jumlah
34
34
34

Susunan struktur kurikulum 2013:[19]
STRUKTUR KURIKULUM SD (K-13)
No
Komponen
I
II
III
IV
V
VI
Kelompok A






1
Pendidikan  Agama dan Budi Pekerti
4
4
4
4
4
4
2
PPKN
5
6
6
4
4
4
3
Bahasa Indonesia
8
8
10
7
7
7
4
Matematika
5
6
6
6
6
6
5
IPA
 *
*
 *
3
3
3
6
IPS
 *
*
 *
3
3
3
Kelompok B






7
Seni Budaya & Prakarya (termasuk muatan lokal**)
4
4
4
5
5
5
8
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan  (termasuk muatan lokal).
4
4
4
4
4
4
Jumlah
30
32
34
36
36
36
            Catatan:
* KD IPA dan IPS kelas I s.d. Kelas  III diintegrasikan ke mata pelajaran lainnya
** Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah
STRUKTUR KURIKULUM SMP (K-13)
No
Komponen
VII
VIII
IX

Kelompok A



1
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
3
3
3
2
Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan
3
3
3
3
Bahasa Indonesia
6
 6 
6
4
Matematika
5
5
5
5
Ilmu Pengetahuan Alam
5
5
5
6
Ilmu Pengetahuan Sosial
4
 
7
Bahasa Inggris
4
4
4

Kelompok B



8
Seni Budaya (termasuk mulok)*
3
3
3
9
Pend. Jasmani, OR & Kesehatan
(termasuk mulok)
3
 
3
10
 Prakarya  (termasuk mulok)
2
2
2
Jumlah
38
38
38
                       * Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah.


Struktur Kurikulum Peminatan SMA(K-13)
MATA PELAJARAN
Kelas
X
XI
XII
Kelompok A dan B (Wajib)
24
24
24
Peminatan Matematika dan IPA
 
 
 
I
1
Matematika
3
4
4
2
Biologi
3
4
4
3
Fisika
3
4
4
4
Kimia
3
4
4
Peminatan Sosial
 
 
 
II
1
Geografi
3
4
4
2
Sejarah
3
4
4
3
Sosiologi & Antropologi
3
4
4
4
Ekonomi
3
4
4
Peminatan Bahasa
 
 
 
III
1
Bahasa dan Sastra Indonesia
3
4
4
2
Bahasa dan Sastra Inggris
3
4
4
3
Bahasa dan Sastra Asing lainnya
3
4
4
4
Antropologi
3
4
4
Mata Pelajaran Pilihan  dan Pendalaman
 
 
 
 
Pilihan Pendalaman Minat atau Lintas Minat
6
4
4
Jumlah Jam Pelajaran Yang Tersedia per minggu
60
72
72
Jumlah Jam Pelajaran Yang harus Ditempuh per minggu
42
44
44

Perbandingan Tata Kelola Pelaksanaan Kurikulum[20]
Elemen
Ukuran Tata kelola
KTSP 2006
Kurikulum 2013
Guru
Kewenangan
Hampir mutlak
Terbatas
Kompetensi
Harus tinggi
Sebaiknya tinggi. Bagi yang rendah masih terbantu dengan adanya buku
Beban
Berat
Ringan
Efektivitas  waktu untuk kegiatan pembelajaran
Rendah [banyak waktu untuk persiapan]
Tinggi
Buku
Peran penerbit
Besar
Kecil
Variasi materi dan proses
Tinggi
Rendah
Variasi harga/beban siswa
Tinggi
Rendah
Siswa
Hasil pembelajaran
Tergantung sepenuhnya pada guru
Tidak sepenuhnya tergantung guru, tetapi juga buku yang disediakan pemerintah
Pemantauan
Titik Penyimpangan
Banyak
Sedikit
Besar Penyimpangan
Tinggi
Rendah
Pengawasan
Sulit, hampir tidak mungkin
Mudah

Proses
Peran
KTSP 2006
Kurikulum 2013
Penyusunan Silabus
Guru
Hampir mutlak [dibatasi hanya oleh SK-KD]
Pengembangan dari yang sudah disiapkan
Pemerintah
Hanya sampai SK-KD
Mutlak
Pemerintah Daerah
Supervisi penyusunan
Supervisi pelaksanaan
Penyediaan Buku
Penerbit
Kuat
Lemah
Guru
Hampir mutlak
Kecil, untuk buku pengayaan
Pemerintah
Kecil, untuk kelayakan penggunaan di sekolah
Mutlak untuk buku teks, kecil untuk buku pengayaan
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Guru
Hampir mutlak
Kecil, untuk pengembangan dari yang ada pada buku teks
Pemerintah Daerah
Supervisi penyusunan dan pemantauan
Supervisi pelaksanaan dan pemantauan
Pelaksanaan Pembelajaran
Guru
Mutlak
Hampir mutlak
Pemerintah Daerah
Pemantauan kesesuaian dengan rencana [variatif]
Pemantauan kesesuaian dengan buku teks [terkendali]
Penjaminan Mutu
Pemerintah
Sulit, karena variasi terlalu besar
Mudah, karena mengarah pada pedoman yang sama
Secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting sebagai berikut:
1.    Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau wawasan yang merupakan representasi dari apa yang diyakini dan diharapkan dalam suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
2.    Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.    Kalender pendidikan
Kalender pendidikan untuk pengembang kurikulum jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta didik, dan menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik.
4.    Struktur muatan KTSP
Struktur muatan KTSP terdiri atas: Mata pelajaran, Muatan lokal, Kegiatan pengembangan diri, Pengaturan beban belajar, Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan, Pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
5.    Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
6.    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.







DAFTAR PUSTAKA

Daryanto, 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.

Dewi Turgarini, Paparan Mendikbud Sosialisasi Kurikulum 2013 di Bandung 16 Maret 2016.

Fadhillah, M. 2014. Implementasi Kurikulum 2013dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs & SMA/MA. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Paparan Mendikbud Sosialisasi Kurikulum 2013, UNNES Semarang: 4 Mei 2013.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Zainal Arifin, 2014. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


[1]Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Gava Media, 2014), hlm. 1.
[2]Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm. 1.
[3]Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. v.
[4]Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi…, hlm. 1-2.
[5]Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi…, hlm. 6.
[6] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 152.
[7]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 128.
[8]Masnur Muslich, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm. 10.
[9]Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum…, hlm. 184.
[10]M. Fadhillah, Implementasi Kurikulum 2013dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs & SMA/MA, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 16.
[11]Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi…, hlm. 11.
[12]Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi…, hlm. 23-25.
[13]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)…, hlm. 130-131.
[14]Masnur Muslich, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan…, hlm. 11.
[15]M. Fadhillah, Implementasi Kurikulum 2013dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs & SMA/MA . . . , hlm. 175-179.
[16]Dewi Turgarini, Paparan Mendikbud Sosialisasi Kurikulum 2013di Bandung 16 Maret 2016.
[17]S. Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 162.
[18]S. Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. . ., hlm. 164.
[19]Paparan Mendikbud Sosialisasi Kurikulum 2013, UNNES Semarang: 4 Mei 2013.
[20]Dewi Turgarini, Paparan Mendikbud Sosialisasi Kurikulum 2013di Bandung 16 Maret 2016.

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA MASA COLONIAL JEPANG

$
0
0


ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA MASA COLONIAL JEPANG
Oleh
Reny Elsa Rosyanti                 205115024
Muhammad Syamsuddin        2052115025
Imam Syafii                            2052115026
Qori Aina                                2052115027

Sejarah telah mencatat lembaga pendidikan Islam yang eksistensinya sudah dikenal masyarakat luas dan mempunyai kualitas yang tidak diragukan lagi. Ternyata ada sejarah yang panjang. Lahirnya lembaga pendidikan Islam di Indonesia semua tidak terlepas dari tekad dan semangat bangsa Indonesia. Kesatuan tekat dari kalangan ulama Indonesia memotivasi mereka untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Bahkan tidak menutup diri untuk merangkul semua elemen masyarakat agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Mengingat pada zaman penjajahan bangsa Eropa ke Indonesia sangat dipengaruhi lembaga pendidikan yang dapat melahirkan pejuang-pejuang muslim untuk memerangi penjajahan.
Pendidikan Islam dari masa ke masa mengalami perubahan, mulai dari masa awal lahirnya, yaitu pada masa Rasulullah SAW, kemudian pada masa Khulafa’urrasyidindan dilanjutkan masa-masa berikutnya. Hingga Islam pun mengalami masa keemasan, kemunduran dan perbaikan yang dikenal dengan masa pembaharuan. Di sini yang akan dibahas yaitu kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.

A.      Kebijakan Umum Pendidikan Agama Islam
Setelah Belanda ditaklukkan oleh Jepang di Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942, maka Belanda angkat kaki dari Indonesia. Semenjak itu mulailah penjajahan Jepang di Indonesia.[1]Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Bangsa Jepang bercita-cita menjadi pemimpin Asia Timur Raya, dan hal ini sudah direncanakan Jepang sejak tahun 1940 untuk mendirikan kemakmuran baersama Asia Raya. Menurut rencana tersebut, Jepang ingin menjadi pusat suatu lingkungan yang berpengaruh atas daerah-daerah Mansyuria, daratan Cina, Kepulauan Filipina, Indonesia, Malasyia, Thailand, Indo Cina dan Rusia.[2]
Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di Indonesia, semuanya diganti oleh bangsa Jepang sesuai dengan sistem pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan perang.[3] Tujuan pendidikan secara umum pada masa Jepang tersebut “hakko ichiu”, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerjasama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena itu, setiap hari pelajar terutama pada pagi hari harus mengucapkan sumpah setia kepada Kaisar Jepang, lalu dilatih kemilitiran. Sistem persekolahan pada zaman pendudukan Jepang banyak yang berbeda dengan penjajahan Belanda. Sekolah-sekolah yang ada diganti dengan sistem Jepang, hampir setiap hari mereka mengikuti kegiatan latihan perang atau bekerja.
Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain:
1.         Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang
2.         Membersihkan bengkel-bengkel, sarana-sarana militer
3.         Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan makan
4.         Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas
Karakteristik sistem pendidikan Jepang:
1.         Dihapusnya “Dualisme Pendidikan”
Pada masa Belanda terdapat dua jenis pengajaran, yaitu pengajaran kolonial dan pengajaran Bumi Putra oleh Jepang, sistem ini dihilangkan. Hanya satu jenis sekolah rendah saja yang diadakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu: Sekolah Rakyat 6 tahun, sekolah-sekolah desa masih tetap ada namun namanya diganti menjadi Sekolah Pertama.
2.         Berubahnya tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk menyediakan tenaga Cuma-Cuma (Romusha) dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh karena itu, murid-murid diharuskan latihan fisik, latihan kemiliteran.
3.         Pendidik dilatih agar mempunyai semangat perang
Seorang pendidik sebelum mengajar diwajibkan terlebih dahulu mengikuti didikan dan latihan dalam rangka penanaman ideologi dan semangat perang, yang pelaksanaannya ini dipusatkan di Jakarta selama tiga bulan. Para guru yang sudah mengikuti diklat diwajibkan meneruskan materi yang diterimanya itu kepada teman-temannya.
4.         Pendidikan pada masa Jepang sangat memperhatikan
Kondisi pendidikan bahkan lebih buruk dari pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Sebagai gambarannya dapat dilihat dari segi kuantitatif trennya mengalami kemunduran. Dan diketahui jumlah Sekolah Dasar dari 21.500 menurun menjadi 13.500 buah. Sekolah lanjutan dari 850 menjadi 20 buah, perguruan tinggi terdiri dari 4 buah sama sekali tidak dapat melakukan kegiatannya.
5.         Pemakaian Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
Pemakaian bahasa Indonesia baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah, telah dilaksanakan. Tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk memperkenalkan budaya Jepang kepada rakyat.
B.       Karakteristik Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Pada babak pertamanya pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan Perang Dunia ke II. Untuk mendekati umat Islam Indonesia mereka menempuh kebijaksanaan antara lain:
1.         Kantor urusan Agama yang ada pada zaman Belanda disebut “kantor Voor Islamictische Zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah dibentuk Sumuka.
2.         Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3.         Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4.         Di samping itu pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah untuk memberikan latihan dasar kemilitiran bagi pemuda Islam. Barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
5.         Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakar dan Bung Hatta.
6.         Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin Nasionalis diizinkan untuk membentuk barisan Pembela Tanah Air (Peta).
7.         Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.[4]
C.      Analisis Formulasi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Sikap penjajahan Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak sehingga gerakan pendidikan Islam lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan colonial Belanda terlebih-lebih pada tahapan permulaan, pemerintahan Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam.
Jepang memandang bahwa agar Islam sebagai salah satu sarana yang terpenting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka ke bagian masyarakat yang paling bawah dan konteks ini paling tidak ada beberapa hal yang perlu di sebutkan di antaranya:
1.         Kantor Urusan Agama (KUA)
KUA yang dalam bahasa Jepangnya Shumubu (sebagai pengganti kantor Voor Herislanddsche Zaken) yang sudah ada sejak zaman colonel Belanda yang dipimpin oleh ulama Islam yaitu: K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah yang dibentuk Shumubu. Kantor itu kemudian dikembangkan bidang tugasnya, sehingga mengurusi berbagai masalah yang sebelumnya terbagi antara Departemen dalam Negeri, Kehakiman, Pendidikan dan Peribadatan Umum.
Jabatan tertinggi yang pertama dipercayakan Jepang kepada orang Indonesia dalam pemerintahan dan kedudukannya adalah jabatan kepada Kantor Urusan Agama ini. Oleh karena itu BJ. Bolan menyatakan bahwa eksisnya KUA ini merupakan salah satu manfaat dari pendudukan Jepang di Indonesia. Sebelumnya kantor ini dipimpin oleh kolonel Heri dari tentara Jepang dimulai dari bulan Maret 1942. Tanggal 1 Oktober 1943 jabatan itu diserahkan kepada Hoesein Djajadiningrat namun yang lebih penting dari itu adalah penunjukan kepala pejabat yang baru sejak tanggal 1 Agustus 1944 yaitu K.H. Hasyim Asy’ari, pemimpin pesantren Tebuireng yang dikenal sejak 1 April 1944 dimulai pembentukan KUA di setiap Karesidenan.
2.         Pembentukan Masyumi
Masyumi (Majelis Syuro Muslim Indonesia) dipandang sebagai pengganti MIAI pada bulan oktober 1943 dilakukan Jepang karena organisasi ini didirikan atas prakarsa kaum muslim sendiri sebagai suatu federasi organisasi-organisasi Islam. Para pemimpin organisasi itu mempunyai latar belakang sikap anti kolonial, dipihak lain Masyumi mulai aktif tanggal 1 desember 1943 dalam kenyataannya merupakan ciptaan pejabat-pejabat Jepang.
Masyumi lebih bersifat politik yaitu memperkuat kesatuan seluruh organisasi Islam dan membantu dari Nippon untuk kepentingan Asia Timur Raya sementara itu alasan yang lebih jelas untuk menggantikan MIAI dengan Masyumi adalah karena dua organisasi Islam terpenting tidak menjadi anggota MIAI, yaitu NU dan Muhammadiyah dengan terbentuknya dua organisasi Islam pada zaman Jepang ini yaitu KUA dan Masyumi umat Islam telah diberi sautu aparatur yang akan menjadi sangat penting bagi masa depan umat Islam, terlepas dari apapun tujuan semula dari Jepang ketika membentuk kedua organisasi tersebut dan ini merupakan cikal bakal terbentuknya Departemen Agama di kemudian hari.
3.         Terbentuknya Hizbullah
Hizbullah merupakan jenis organisasi militer bagi pemuda-pemuda muslim. Pembentukan hizbullah pada akhir tahun 1944 ini sangat penting artinya karena banyak anggotanya yang kemudia menjadi tentara nasional. Pendidikan Islam khususnya dan pendidikan Islam di Indonesia pada umumnya di masa pendudukan  Jepang mengalami kemerosotan dan kemunduran yang luar biasa terutama di bidang pendidikan secara umum.
Namun di balik kekejaman Jepang terdapat pula hal-hal yang sangat menguntungkan Drs. H. Gunawan merinci keuntungan-keuntungan pada zaman Jepang, khususnya dalam bidang pendidikan, antara lain:
1.         Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia baik sebagai bahasa pergaulan maupun bahasa ilmiah.
2.         Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan memakai hak cipta Internasional.
3.         Kreativitas guru-guru semakin berkembang dalam memenuhi kekuarangan buku pelajaran dengan manyadur atau mengarang sendiri termasuk kreativitas menciptakan alat peraga dan model dengan bahan dan alat yang tersedia.
4.         Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan, dan agama ditiadakan sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang kependidikan.
5.         Karena pengaruh indoktrinasi yang ketat untuk menjepangkan rakyat Indonesia, perasaan rindu kepada kebudayaan sendiri dan kemerdekaan Nasional.
6.         Bangsa Indonesia dididik dan dilatih untuk memegang jabatan walaupun di bawah pengawasan orang-orang Jepang.[5]
D.      Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Pada masa pendudukan Jepang ada satu keistimewaan dalam dunia pendidikan. Sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan. Adapun sekolah-sekolah swasta seperti Muhammadiyah, Taman Siswa, dan lain-lain diizinkan terus berkembang, tetapi masih diatur dan diseragamkan oleh penduduk Jepang.
Tujuan pendidikan Islam ketika zaman penjajahan Jepang antara lain; mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah Islamiah dan Amar Makruf Nahi Mungkar (azaz tujuan Muhammadiyah); mendidik anak untuk berfikir rasional, bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanamkan persatuan (Indonesische Nadelanshe School); memegang teguh empat madzhab dan menjadi kemaslahatan umat Islam itu sendiri.[6]
E.       Analisis Monitoring Dan Evaluasi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Monitoring  kebijakan  pendidikan adalah suatu proses pemantauan  untuk  mendapatkan informasi  tentang pelaksanaan kebijakan pendidkan.[7]  Dalam hal ini  menyangkut komponen  proses kebijakan  pendidikan , baik menyangkut proses pengambilan  keputusan , pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program maupun  pengelolaan proses belajar mengajar.  Jadi monitoring merupakan  usaha terus menerus untuk  memehami perkembangan pelaksanaan  kebijakan  pedidikan,mulai dari program,  proyek ,  maupun kegiatan ydalam usha menjawabang sedang  dilaksanakan.
Monitoring ditujukan  untuk menghasilkan  informasi dalam usaha menjawab pertanyaan  mengapa kebijakan  atau program itu pada suatu tahap tertentu  dapat menghasilkan  konsekwensi  yang demikian .  Dunn , mengemukakan  bahwa monitoring berfungsi  sebagai berikut:
a.         Ketaatan (complience) , yaitu menentukan apakah tindakan administrator, staf dan semua  yang terlibat  mengikuti standar  dan prosedur yang telah ditetapkan .
b.         Pemeriksaan ( auditing), yaitu menetapkan apakah  sumber dan layanan  yang diperuntukkan  bagi target group telah mencapai sasaran.
c.         Laporan ( accunting), yaitu menghasilkan informasi yang membantu menghitung hasil perubahan  sosial dan masyarakat sebagai  akibat implementasi kebijakan sebuah periode  waktu tertentu.
d.        Penjelasan ( explanation ).yaitu menghasilkan informasi  yang membantu menjelaskan bagaimana akibat kebijakan dan mengapa tidak ada kecocokan  antara perencanaan dan pelaksaan.[8]
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari sebuah proses kebijakan, merupakan penialaian mengenai apa yang telah terjadi sebagai akibat pilihan  dan implementasi kebijakan, dan apabila dipandang perlu, dapat dilakukan  perubahan terhadap kebijakan yang telah dilakukan. Menurut Hasbullah  karakteristik evaluasi kebijakan pendidikan  adalah sebagai berikut;
a.         Tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan  kinerja kebijakan pendidikan.
b.         Evaluator mampu mengambil  jarak dari pembuat kebijakan , pelaksana kebijakan, dan target kebijakan pendidikan.
c.         Prosedur dapat dipertanggungjawabkan  secara metodologi.
d.        Evaluasi mencakup formlasi, implementasi, lingkungan  dan kinerja kebijakan pendidikan.
e.         Dilaksanakan tidak dalam  suasana permusuhan  atau kebencian, yang menyebabkan  penilaian  jadi subyektif.[9]
Gambaran utama eveluasi adalah  bahwa evaluasi menghasilkan  tuntutan  yang bersifat evaluasif, maksudnya  pertanyaan utama bukan  mengenai  fakta ( apakah sesuatu ada )  atau aksi ( apakah yang harus dilakukan ), akan tetapi nilai (berapa nilainya).
Nanang Fatttah menyebutkan 4 karakteristik evaluasi , yaitu
a.         Fokus Nilai
Evalusi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan, dalam hal ini dipertanyakan ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan, prosedur untuk mengevaluasi tujuan dan sasaran itu sendiri.
b.         Interdependensi fakta nilai
Tuntutan evaluasi bergantung pada baik “fakta“ maupun “nilai” untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah, yang didukung dengan bukti  hasil-hasil kebijakan  secara aktual, yang merupakan konsekwensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu.
c.         Orientasi masa kini dan masa lampau
Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan  ( ex  post ), rekomendasi yang juga mncakup premis-premis  nilai, bersifat prospektif  dan dibuat sebelum aksi–aksi dilakukan .
d.        Dualitas nilai
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda karena mereka dipandang sebagai tujuan sekaligus caranya.[10]
Menurut Hasbullah, antara monitoring dan evaluasi memiliki keterkaitan dan hubungan  yang tidak dapat dipisahkan, diantaranya adalah :
a.         Pada dasarnya monitoring adalah salah satu bentuk pengawasan. Apabila  pengawasan dilaksanakan  dengan baik, maka  hasil pengawasan  dapat langsung menjadi evaluasi.
b.         Monitoring tidak selalu  menjadi bagian dari evaluasi apabila monitoring dilaksanakan secara khuusus.
c.         Ada perbedaan mendasar secara metodologis, baik teknik maupun standar kriteria dan pengukuran antara monitoring dan evaluasi, sehingga monitoring dan evaluasi  tidak dapat dicampuradukkan kedudukannya.
d.        Penetapan tenggang waktu antara monitoring dan evaluasi juga berbeda, namun pada saat tertentu dapat pula monitoring dilaksanakan berjalan seiring dengan evaluasi yang sifatnya formatif.
e.         Obyek monitoring adalah proses dan sebagia  dari koridor implementasi, misalnya penyerapan anggaran, kesesuaian aspek, sedangkan obyek evaluasi menyeluruh dan luas, mulai dari perumusan, implementasi, kinerja (hasil dan dampak), serta lingkungan kebijakan pendidikan.
f.          Format dan sistem monitoring dan evaluasi berbeda, baik secara substansi maupun secara fisik.[11]










DAFTAR PUSTAKA

H. Ramayulis. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

K. Rukianti. Dkk. Enung. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Zuhairini. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasbullah. 2015.Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nanang  Fattah,Nanang. Tt. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.


[1]Prof. Dr. H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 339.
[2] Dra. Hj. Enung K. Rukianti. Dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm. 60.
[3]Prof. Dr. H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, . . . hlm. 340.
[4]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 45.
[5]Dra. Hj. Enung K. Rukianti. Dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, . . . hlm. 62-64.
[6]Dra. Hj. Enung K. Rukianti. Dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, . . . hlm. 65.
[7] Hasbullah, Kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.111.
[8] Hasbullah, Kebijakan Pendidikan, . . . hlm. 112.
[9] Hasbullah, Kebijakan Pendidikan, . . . hlm. 119.
[10] Nanang  Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya), hlm. 236.
[11] Nanang  Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, . . . hlm. 237.

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA MASA COLONIAL JEPANG

$
0
0


ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA MASA COLONIAL JEPANG
Oleh
Imam Syafii                            2052115026

Sejarah telah mencatat lembaga pendidikan Islam yang eksistensinya sudah dikenal masyarakat luas dan mempunyai kualitas yang tidak diragukan lagi. Ternyata ada sejarah yang panjang. Lahirnya lembaga pendidikan Islam di Indonesia semua tidak terlepas dari tekad dan semangat bangsa Indonesia. Kesatuan tekat dari kalangan ulama Indonesia memotivasi mereka untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Bahkan tidak menutup diri untuk merangkul semua elemen masyarakat agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Mengingat pada zaman penjajahan bangsa Eropa ke Indonesia sangat dipengaruhi lembaga pendidikan yang dapat melahirkan pejuang-pejuang muslim untuk memerangi penjajahan.
Pendidikan Islam dari masa ke masa mengalami perubahan, mulai dari masa awal lahirnya, yaitu pada masa Rasulullah SAW, kemudian pada masa Khulafa’urrasyidindan dilanjutkan masa-masa berikutnya. Hingga Islam pun mengalami masa keemasan, kemunduran dan perbaikan yang dikenal dengan masa pembaharuan. Di sini yang akan dibahas yaitu kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.

A.      Kebijakan Umum Pendidikan Agama Islam
Setelah Belanda ditaklukkan oleh Jepang di Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942, maka Belanda angkat kaki dari Indonesia. Semenjak itu mulailah penjajahan Jepang di Indonesia.[1]Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Bangsa Jepang bercita-cita menjadi pemimpin Asia Timur Raya, dan hal ini sudah direncanakan Jepang sejak tahun 1940 untuk mendirikan kemakmuran baersama Asia Raya. Menurut rencana tersebut, Jepang ingin menjadi pusat suatu lingkungan yang berpengaruh atas daerah-daerah Mansyuria, daratan Cina, Kepulauan Filipina, Indonesia, Malasyia, Thailand, Indo Cina dan Rusia.[2]
Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di Indonesia, semuanya diganti oleh bangsa Jepang sesuai dengan sistem pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan perang.[3] Tujuan pendidikan secara umum pada masa Jepang tersebut “hakko ichiu”, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerjasama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Oleh karena itu, setiap hari pelajar terutama pada pagi hari harus mengucapkan sumpah setia kepada Kaisar Jepang, lalu dilatih kemilitiran. Sistem persekolahan pada zaman pendudukan Jepang banyak yang berbeda dengan penjajahan Belanda. Sekolah-sekolah yang ada diganti dengan sistem Jepang, hampir setiap hari mereka mengikuti kegiatan latihan perang atau bekerja.
Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain:
1.         Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang
2.         Membersihkan bengkel-bengkel, sarana-sarana militer
3.         Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan makan
4.         Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas
Karakteristik sistem pendidikan Jepang:
1.         Dihapusnya “Dualisme Pendidikan”
Pada masa Belanda terdapat dua jenis pengajaran, yaitu pengajaran kolonial dan pengajaran Bumi Putra oleh Jepang, sistem ini dihilangkan. Hanya satu jenis sekolah rendah saja yang diadakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu: Sekolah Rakyat 6 tahun, sekolah-sekolah desa masih tetap ada namun namanya diganti menjadi Sekolah Pertama.
2.         Berubahnya tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk menyediakan tenaga Cuma-Cuma (Romusha) dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh karena itu, murid-murid diharuskan latihan fisik, latihan kemiliteran.
3.         Pendidik dilatih agar mempunyai semangat perang
Seorang pendidik sebelum mengajar diwajibkan terlebih dahulu mengikuti didikan dan latihan dalam rangka penanaman ideologi dan semangat perang, yang pelaksanaannya ini dipusatkan di Jakarta selama tiga bulan. Para guru yang sudah mengikuti diklat diwajibkan meneruskan materi yang diterimanya itu kepada teman-temannya.
4.         Pendidikan pada masa Jepang sangat memperhatikan
Kondisi pendidikan bahkan lebih buruk dari pendidikan pada masa penjajahan Belanda. Sebagai gambarannya dapat dilihat dari segi kuantitatif trennya mengalami kemunduran. Dan diketahui jumlah Sekolah Dasar dari 21.500 menurun menjadi 13.500 buah. Sekolah lanjutan dari 850 menjadi 20 buah, perguruan tinggi terdiri dari 4 buah sama sekali tidak dapat melakukan kegiatannya.
5.         Pemakaian Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
Pemakaian bahasa Indonesia baik sebagai bahasa resmi maupun sebagai bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah, telah dilaksanakan. Tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk memperkenalkan budaya Jepang kepada rakyat.
B.       Karakteristik Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Pada babak pertamanya pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan Perang Dunia ke II. Untuk mendekati umat Islam Indonesia mereka menempuh kebijaksanaan antara lain:
1.         Kantor urusan Agama yang ada pada zaman Belanda disebut “kantor Voor Islamictische Zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis Belanda, diubah oleh Jepang menjadi kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah dibentuk Sumuka.
2.         Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3.         Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4.         Di samping itu pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah untuk memberikan latihan dasar kemilitiran bagi pemuda Islam. Barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
5.         Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakar dan Bung Hatta.
6.         Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin Nasionalis diizinkan untuk membentuk barisan Pembela Tanah Air (Peta).
7.         Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.[4]
C.      Analisis Formulasi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Sikap penjajahan Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak sehingga gerakan pendidikan Islam lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan colonial Belanda terlebih-lebih pada tahapan permulaan, pemerintahan Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam.
Jepang memandang bahwa agar Islam sebagai salah satu sarana yang terpenting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka ke bagian masyarakat yang paling bawah dan konteks ini paling tidak ada beberapa hal yang perlu di sebutkan di antaranya:
1.         Kantor Urusan Agama (KUA)
KUA yang dalam bahasa Jepangnya Shumubu (sebagai pengganti kantor Voor Herislanddsche Zaken) yang sudah ada sejak zaman colonel Belanda yang dipimpin oleh ulama Islam yaitu: K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah yang dibentuk Shumubu. Kantor itu kemudian dikembangkan bidang tugasnya, sehingga mengurusi berbagai masalah yang sebelumnya terbagi antara Departemen dalam Negeri, Kehakiman, Pendidikan dan Peribadatan Umum.
Jabatan tertinggi yang pertama dipercayakan Jepang kepada orang Indonesia dalam pemerintahan dan kedudukannya adalah jabatan kepada Kantor Urusan Agama ini. Oleh karena itu BJ. Bolan menyatakan bahwa eksisnya KUA ini merupakan salah satu manfaat dari pendudukan Jepang di Indonesia. Sebelumnya kantor ini dipimpin oleh kolonel Heri dari tentara Jepang dimulai dari bulan Maret 1942. Tanggal 1 Oktober 1943 jabatan itu diserahkan kepada Hoesein Djajadiningrat namun yang lebih penting dari itu adalah penunjukan kepala pejabat yang baru sejak tanggal 1 Agustus 1944 yaitu K.H. Hasyim Asy’ari, pemimpin pesantren Tebuireng yang dikenal sejak 1 April 1944 dimulai pembentukan KUA di setiap Karesidenan.
2.         Pembentukan Masyumi
Masyumi (Majelis Syuro Muslim Indonesia) dipandang sebagai pengganti MIAI pada bulan oktober 1943 dilakukan Jepang karena organisasi ini didirikan atas prakarsa kaum muslim sendiri sebagai suatu federasi organisasi-organisasi Islam. Para pemimpin organisasi itu mempunyai latar belakang sikap anti kolonial, dipihak lain Masyumi mulai aktif tanggal 1 desember 1943 dalam kenyataannya merupakan ciptaan pejabat-pejabat Jepang.
Masyumi lebih bersifat politik yaitu memperkuat kesatuan seluruh organisasi Islam dan membantu dari Nippon untuk kepentingan Asia Timur Raya sementara itu alasan yang lebih jelas untuk menggantikan MIAI dengan Masyumi adalah karena dua organisasi Islam terpenting tidak menjadi anggota MIAI, yaitu NU dan Muhammadiyah dengan terbentuknya dua organisasi Islam pada zaman Jepang ini yaitu KUA dan Masyumi umat Islam telah diberi sautu aparatur yang akan menjadi sangat penting bagi masa depan umat Islam, terlepas dari apapun tujuan semula dari Jepang ketika membentuk kedua organisasi tersebut dan ini merupakan cikal bakal terbentuknya Departemen Agama di kemudian hari.
3.         Terbentuknya Hizbullah
Hizbullah merupakan jenis organisasi militer bagi pemuda-pemuda muslim. Pembentukan hizbullah pada akhir tahun 1944 ini sangat penting artinya karena banyak anggotanya yang kemudia menjadi tentara nasional. Pendidikan Islam khususnya dan pendidikan Islam di Indonesia pada umumnya di masa pendudukan  Jepang mengalami kemerosotan dan kemunduran yang luar biasa terutama di bidang pendidikan secara umum.
Namun di balik kekejaman Jepang terdapat pula hal-hal yang sangat menguntungkan Drs. H. Gunawan merinci keuntungan-keuntungan pada zaman Jepang, khususnya dalam bidang pendidikan, antara lain:
1.         Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia baik sebagai bahasa pergaulan maupun bahasa ilmiah.
2.         Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan memakai hak cipta Internasional.
3.         Kreativitas guru-guru semakin berkembang dalam memenuhi kekuarangan buku pelajaran dengan manyadur atau mengarang sendiri termasuk kreativitas menciptakan alat peraga dan model dengan bahan dan alat yang tersedia.
4.         Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan, dan agama ditiadakan sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang kependidikan.
5.         Karena pengaruh indoktrinasi yang ketat untuk menjepangkan rakyat Indonesia, perasaan rindu kepada kebudayaan sendiri dan kemerdekaan Nasional.
6.         Bangsa Indonesia dididik dan dilatih untuk memegang jabatan walaupun di bawah pengawasan orang-orang Jepang.[5]
D.      Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Pada masa pendudukan Jepang ada satu keistimewaan dalam dunia pendidikan. Sekolah-sekolah telah diseragamkan dan dinegerikan. Adapun sekolah-sekolah swasta seperti Muhammadiyah, Taman Siswa, dan lain-lain diizinkan terus berkembang, tetapi masih diatur dan diseragamkan oleh penduduk Jepang.
Tujuan pendidikan Islam ketika zaman penjajahan Jepang antara lain; mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah Islamiah dan Amar Makruf Nahi Mungkar (azaz tujuan Muhammadiyah); mendidik anak untuk berfikir rasional, bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanamkan persatuan (Indonesische Nadelanshe School); memegang teguh empat madzhab dan menjadi kemaslahatan umat Islam itu sendiri.[6]
E.       Analisis Monitoring Dan Evaluasi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Monitoring  kebijakan  pendidikan adalah suatu proses pemantauan  untuk  mendapatkan informasi  tentang pelaksanaan kebijakan pendidkan.[7]  Dalam hal ini  menyangkut komponen  proses kebijakan  pendidikan , baik menyangkut proses pengambilan  keputusan , pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program maupun  pengelolaan proses belajar mengajar.  Jadi monitoring merupakan  usaha terus menerus untuk  memehami perkembangan pelaksanaan  kebijakan  pedidikan,mulai dari program,  proyek ,  maupun kegiatan ydalam usha menjawabang sedang  dilaksanakan.
Monitoring ditujukan  untuk menghasilkan  informasi dalam usaha menjawab pertanyaan  mengapa kebijakan  atau program itu pada suatu tahap tertentu  dapat menghasilkan  konsekwensi  yang demikian .  Dunn , mengemukakan  bahwa monitoring berfungsi  sebagai berikut:
a.         Ketaatan (complience) , yaitu menentukan apakah tindakan administrator, staf dan semua  yang terlibat  mengikuti standar  dan prosedur yang telah ditetapkan .
b.         Pemeriksaan ( auditing), yaitu menetapkan apakah  sumber dan layanan  yang diperuntukkan  bagi target group telah mencapai sasaran.
c.         Laporan ( accunting), yaitu menghasilkan informasi yang membantu menghitung hasil perubahan  sosial dan masyarakat sebagai  akibat implementasi kebijakan sebuah periode  waktu tertentu.
d.        Penjelasan ( explanation ).yaitu menghasilkan informasi  yang membantu menjelaskan bagaimana akibat kebijakan dan mengapa tidak ada kecocokan  antara perencanaan dan pelaksaan.[8]
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari sebuah proses kebijakan, merupakan penialaian mengenai apa yang telah terjadi sebagai akibat pilihan  dan implementasi kebijakan, dan apabila dipandang perlu, dapat dilakukan  perubahan terhadap kebijakan yang telah dilakukan. Menurut Hasbullah  karakteristik evaluasi kebijakan pendidikan  adalah sebagai berikut;
a.         Tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan  kinerja kebijakan pendidikan.
b.         Evaluator mampu mengambil  jarak dari pembuat kebijakan , pelaksana kebijakan, dan target kebijakan pendidikan.
c.         Prosedur dapat dipertanggungjawabkan  secara metodologi.
d.        Evaluasi mencakup formlasi, implementasi, lingkungan  dan kinerja kebijakan pendidikan.
e.         Dilaksanakan tidak dalam  suasana permusuhan  atau kebencian, yang menyebabkan  penilaian  jadi subyektif.[9]
Gambaran utama eveluasi adalah  bahwa evaluasi menghasilkan  tuntutan  yang bersifat evaluasif, maksudnya  pertanyaan utama bukan  mengenai  fakta ( apakah sesuatu ada )  atau aksi ( apakah yang harus dilakukan ), akan tetapi nilai (berapa nilainya).
Nanang Fatttah menyebutkan 4 karakteristik evaluasi , yaitu
a.         Fokus Nilai
Evalusi merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program dan bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan, dalam hal ini dipertanyakan ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan, prosedur untuk mengevaluasi tujuan dan sasaran itu sendiri.
b.         Interdependensi fakta nilai
Tuntutan evaluasi bergantung pada baik “fakta“ maupun “nilai” untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah, yang didukung dengan bukti  hasil-hasil kebijakan  secara aktual, yang merupakan konsekwensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu.
c.         Orientasi masa kini dan masa lampau
Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan  ( ex  post ), rekomendasi yang juga mncakup premis-premis  nilai, bersifat prospektif  dan dibuat sebelum aksi–aksi dilakukan .
d.        Dualitas nilai
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda karena mereka dipandang sebagai tujuan sekaligus caranya.[10]
Menurut Hasbullah, antara monitoring dan evaluasi memiliki keterkaitan dan hubungan  yang tidak dapat dipisahkan, diantaranya adalah :
a.         Pada dasarnya monitoring adalah salah satu bentuk pengawasan. Apabila  pengawasan dilaksanakan  dengan baik, maka  hasil pengawasan  dapat langsung menjadi evaluasi.
b.         Monitoring tidak selalu  menjadi bagian dari evaluasi apabila monitoring dilaksanakan secara khuusus.
c.         Ada perbedaan mendasar secara metodologis, baik teknik maupun standar kriteria dan pengukuran antara monitoring dan evaluasi, sehingga monitoring dan evaluasi  tidak dapat dicampuradukkan kedudukannya.
d.        Penetapan tenggang waktu antara monitoring dan evaluasi juga berbeda, namun pada saat tertentu dapat pula monitoring dilaksanakan berjalan seiring dengan evaluasi yang sifatnya formatif.
e.         Obyek monitoring adalah proses dan sebagia  dari koridor implementasi, misalnya penyerapan anggaran, kesesuaian aspek, sedangkan obyek evaluasi menyeluruh dan luas, mulai dari perumusan, implementasi, kinerja (hasil dan dampak), serta lingkungan kebijakan pendidikan.
f.          Format dan sistem monitoring dan evaluasi berbeda, baik secara substansi maupun secara fisik.[11]

DAFTAR PUSTAKA

H. Ramayulis. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

K. Rukianti. Dkk. Enung. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Zuhairini. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasbullah. 2015.Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nanang  Fattah,Nanang. Tt. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.


[1]Prof. Dr. H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), hlm. 339.
[2] Dra. Hj. Enung K. Rukianti. Dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm. 60.
[3]Prof. Dr. H. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, . . . hlm. 340.
[4]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 45.
[5]Dra. Hj. Enung K. Rukianti. Dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, . . . hlm. 62-64.
[6]Dra. Hj. Enung K. Rukianti. Dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, . . . hlm. 65.
[7] Hasbullah, Kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.111.
[8] Hasbullah, Kebijakan Pendidikan, . . . hlm. 112.
[9] Hasbullah, Kebijakan Pendidikan, . . . hlm. 119.
[10] Nanang  Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya), hlm. 236.
[11] Nanang  Fattah, Analisis Kebijakan Pendidikan, . . . hlm. 237.

CURRICULUM AND EDUCATIONAL SOCIOLOGY

$
0
0


HASIL NOTULEN R. SIMPONY
CURRICULUM AND EDUCATIONAL SOCIOLOGY
By: IMAM SYAFI’I
A.      JUDUL:
“Peran Guru dalam Paradigma Profetik dan Implikasinya terhadap Pendidikan Guru”
Berdasarkan QS. al-Baqarah: 129 dan perjalanan hidup Rasulullah terdapat lima peran guru yaitu mu;allim, mudarris, mursyid,muaddib, dan murabbi. Untuk menjalankan lima peran tersebut guru dituntut untuk menguasai bidang keilmuannya, menguasai metode dan strategi pembelajaran, meiliki akhlaq yang baik, berwibawa, memiliki kesadaran pendidikan dan memiliki jiwa guru. Oleh karena itu, pendidikan guru harus dibenahi melalui: (1) Seleksi penerimaan calon mahasiswa guru melalui tes dan wawancara; (2) Pengembangan kampus terpadu; (3) Perkuliahan berbasis research; (4) Penelitian yang berkontribusi dan memberi solusi masalah-masalah pendidikan; (5) Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang bermitra dengan pesantren.
B.       JUDUL:
“Urgensi Memasukkan Mata Kuliah Sains Islam dalam Kurikulum Pendidikan”
Penulis merekomendasikan agar implementasi sains Islam di pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi bisa dilakukan pada suatu lembaga pendidikan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan Islam berkewajiban untuk mengadopsi sistem Islam di dalam lembaganya, baik manajemen atau pengelolaan sekolah maupun apa-apa materi yang diajarkan sekolah tersebut. Jangan sampai sekolah dan perguruan tinggi memiliki lembaga pendidikan Islam justru mengajarkan hal-hal yang menjauhkan murid dan mahasiswanya dari aqidah dan ajaran Islam. Jangan sampai di lembaga pendidikan Islam justru tokoh-tokoh kafir yang tidak patuh dicontoh perilakunya meskipun mereka penemu dan ilmuan hebat, yang dijadikan idola dan fotonya dipasang di dinding-dinding kelas, sementara tak satupun ilmuan hebat muslim yang terpampang di sana.
Tidak ada salah dan ruginya lembaga pendidikan Islam mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah sain Islam di lembagnya. Mata pelajaran/ kuliah tersebut bisa masuk ke dalam mata pelajaran/mata kuliah yang tanpa harus membuat mata pelajaran/mata kuliah baru, konidi ini dilakukan sambil menynggy pihak-pihak tertentu yang berjuang sexara politis dan memamsukkan Islamisasi dunia pendidikan nasional secara keseluruhan.
C.       JUDUL:
“Penanaman Moral melalui Storytelling Pada Anak Usia Dini”
Penanaman moral melalui pendekatan storytellingpada anak usia dini sangat penting. Dalam storytelling mengandung unsur modelling(teladan) yang dapat diberikan kepada anak-anak melalui ceritanya. Penulis hanya menyusun storytelling yang paling dasar untuk menanamkan moral pada anak usia dini, sehingga orang tua dapat memberikan cerita lain yang mengandung unsur-unsur moral dan mengajarkan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan perkembangan anak. Misalnya, sambil bercerita orang tua mengajarkan anak untuk berdo’a setiap sebelum dan sesudah makan, berterima kasih dan bersyukur dengan nikmat yang diterima dan bersikap sopan santun kepada orang lain.
Storytelling merupakan metode yang efektif dan banyak digemari anak tanpa harus memaksanya. Melalui storytelling anak merasa tanpa dinasehati dan diguruhi dengan kata-kata yang menakutkan, sehingga orang tua bisa mengajarkan dan menanamkan moral kepada anak sejak usia dini.
D.      JUDUL:
”Intensive English Class” Sebagai Upaya menumbuh kembangkan Minat dan Integritas Mahasiswa Non-Bahasa Inggris terhadap Mata Kuliah Umum (MKU) Bahasa Inggris Sebuah Rancangan Studi”
Apabila ”Intensive English Class”ini benar-benar diterapkan, akan ada revolusi besar-besaran dalam cara penyampaian MKU Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi. Dibutuhkan tekad kuat untuk menjalani perubahan ini, karena metode lama yang telah berjalan hingga puluhan tahun sudah kadung mengakar di dalam sistem pendidikan ini. Namun karena perubahan adalah keniscayaan, segala perubahan yang menuju ke arah perbaikan dan kebaikan patut diberikan ruang untuk bergerak.
Perubahan bentuk perkuliahan ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan mahasiswa Non-Bahasa Inggris untuk mau belajar Bahasa Inggris dengan penuh antusiasme. Saat speaking skill dijadikan materi utama, maka perlahan mahasiswa akan mulai terbiasa untuk berbicaram dengan Bahasa Inggris. Ragam kegiatan speaking, pemilihan materi yang tepat, disertai dukungan moril dosen dan sesama rekan kelas mampu menciptakan suasana pemebelajaran yang kondusif, menenangkan sekaligus menyenangkan.
Terkait dengan pengembangan diri internal mahasiswa, speaking skill adalah skill yang tidak dapat dikuasai begitu saja hanya dengan “melirik” hasil kerja mahasiswa lain. Speaking skill membutuhkan sekaligus menumbuhkan begitu banyak karakter positif, salah satunya adalah integritas yang terbangun dikarenakan kemandirian, kooperatif dan tanggungjawab. Sebagaiman diketahui bersama, integritas adalah salah satu dari tiga nilai strategis dari revolusi mental. Melalui integritas, kepercayaan diri dan etos kerja mahasiswa adalah satu modal utama untuk pembangunan bangsa yang berkarakter positif.
E.       JUDUL:
“Revolusi Mental dan Problematika Bias Gender dalam Dunia Pendidikan”
Bias gender berawal dari adanya aturan-aturan tertentu yang dituntut oleh masyarakat terhadap laki-laki maupun perempuan, bahkan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam menyuburkan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat.
Munculnya bias gender dalam bidang pendidikan telah mendasari munculnya teori-teori feminisme dalam wacana pendidikan yakni teori feminisme liberal, radikal, marxis dan sosialis postrukturalis dan postmodernisme. Teori-teori tersebut memandang berbagai penyebab maupun solusi yang dapat dipilih dari adanya bias gender yang terjadi.
Bentuk-bentuk diskriminasi gender terlihat dalam stereotype, subordination, marginalization, violence, double burden. Adapun permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus dalam dunia pendidikan. Bias gender yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terlihat dari beberapa dimensi utama yakni: kurangnya partisipasi, kurangnya keterwakilan, perlakuan yang tidak adil, dimensi akses, dimensi proses pembelajaran, dimensi penguasaan, dimensi kontrol dan dimensi manfaat. Adapun untuk mengatasi permasalahan bias gender dapat diawali dari keluarga, sekolah dan pemerintah. Sehingga nilai-nilai pendidikan dan kebudayaan yang merata dapat merubah pandangan tentang bias gender yang terlanjur melekat dalam dunia pendidikan.
F.        JUDUL:
“Peran Bimbingan dan Konseling Islami dalam mewujudkan Revolusi Mental”
Revolusi mental merupakan gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi Indonesia yang lebih baik. Revolusi mental merupakan suatu keharusan, agar bangsa Indonesia berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Dalam mewujudkan Gerakan Nasional, dirumuskan tiga nilai Revolusi Mental, yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong. Di mana masing-masing nilai tersebut meiliki contoh perilaku yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mewujudkan revolusi mental. Ketiga nilai revolusi mental tersebut dapat diwujudkan melalui strategi internalisasi jalur birokrasi, jalur pendidikan, jalur swasta, dan jalur kelompok masyarakat.
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) sebagai salah satu institusi pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam merealisasikan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) melalui strategi internalisasi pada jalur pendidikan. Usaha tersebut dapat dimulai dari merekonstruksi ilmu pengetahuan pada masing-masing bidang keilmuan yang dikembangkannya. Diantaranya ialah melalui bidang keilmuan Bimbingan Konseling Islami, yang mengacu pada pemaksimalan potensi (fitrah) dalam memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah. Termasuk di dalamnya adalah usaha dalam perwujudan akhlak terpuji yang merupakan tonggak awal Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Dengan kata lain, apabila sudah tercipta pribadi Muslim (Insan Kamil) yang memiliki akhlak terpuji, maka konstruksi mental yang diharapkan dari mulai corak cara berpikir, cara merasa, sampai kepada cara bertindak dapat terwujud. Sehingga revolusi mental yang didengungkan oleh pemerintah dapat terealisasi.
G.      JUDUL:
“The Relationship Between The Demonstration Method and Learning Interest With Fiqih Learning Achievemen Islamic Junior High School Al-Kamal Jakarta”
Based on all the discussion that has been the author described the discussion in advance, it can be formulated some consclusions as follows:
1.         There is a positive relationship between demonstration method of the fiqih learning achievemen, which is indicated by a correlation coefficient of 0,763 and the determination coefficient of 0,582.
2.         There is positive relationship between the variables of learning interest with fiqih learning achievemen. This is indicated by a correlation coefficient of 0,743 and determination coefficient of 0,552.
3.         There is a positive relationship between demonstration method and learning Interest together with the fiqih learning achievemen. This is demonstrated by the multiple correlation coefficient between X¹ and X² with Y obtained price r = 0,772 and determination coefficient 0,595.
H.      JUDUL:
“Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia”
Pendidikan Islam di Indonesia secara kuantitas sangat membanggakan, namun dari segi kualitas masih perlu banyak pembenahan dan penataan sebagai upaya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam, khususnya di sekolah Islam dan Madrasah.
Ada beberapa aspek yang bisa diupayakan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam baik dari segi pemberdayaan komite sekolah dan madrasah, keterlibatan orang tua dan masyarakat maupun peningkatan kompetensi guru sebagai pendidik profesional. Guru sebagai pendidik profesional harus sesuai kualifikasi akademik, mengembangkan potensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Di samping itu guru harus selalu mengupgrade diri secara dinamis melalui kegiatan-kegiatan peningkatan kompetensi dan ketrampilan sebagai pendidikan profesional.
Selain peningkatan keterlibatan dan pemberdayaan aspek komite, guru dan orang tua serta masyarakat, perlu peningkatan proses belajar mengajar dan hasil belajar mengajar di sekolah dan madrasah supaya pendidikan Islam di sekolah Islam dan madrasah bisa lebih tepat sasaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Upaya lain berupa peningkatan etos kerja dari pendidik dan tenaga kependidikan, di samping itu perlu diimbangi perbaikan managemen dan keteladanan dari kepala sekolah dan madrasah juga dari pimpinan yayasan dan lembaga penyelenggara pendidikan itu sendiri.


Pekalongan, 17 Desember 2016

Notulen;



IMAM SYAFI’I

PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DALAM ISLAM

$
0
0


PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DALAM ISLAM
Oleh:
IMAM SYAFI’I                     (2052115026)
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016

ABSTRAK
Pandangan Islam tentang pendidikan dan pengajaran yaitu mewajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakannya. Karena menurut ajaran Islam, pendidikan dan pengajaran juga merupakan kebutuhan hidup mutlak harus dipenuhi, demi mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan dan pengajaran itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya.
Seseorang atau sekelompok orang yang berusaha mempelajari atau mengkaji masalah pendidikan berarti memasuki masalah proses, manajemen, atau transformasi, yang mengikat perjalanan hidupnya maupun orang lain. Oleh karena itu, sebelum membicarakan pengertian pendidikan Islam, maka perlu diketahui terlebih dahulu penegrtian pendidikan secara umum, sebagai titik tolak pengertian pendidikan Islam.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan bantuan yang diberikan untuk mengembangkan potensi atau kemampuan serta penyesuaian diri, yang dilakukan secara sadar demi terwujudnya tujuan pendidikan itu sendiri, yang mana pendidikan itu dihubungkan dengan ajaran Islam.

Kata Kunci      : Pendidikan, Pengajaran, Agama Islam.


A.      Pengertian Pendidikan dan Pengajaran
Secara etimologi, istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan” mengandung arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education, yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah pendidikan ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah, yang berarti pendidikan.[1]
Kemudian secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, dan perbuatan mendidik.[2]
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[3]
Menurut M. J. Langeveld, bahwa pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan.[4]Ahmad D. Marimba merumuskan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[5]
Sahal Mahfud menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar yang membentuk watak dan perilaku secara sistematis, terencana dan terarah.[6]Dalam pemahaman B.S. Mardiatmadja, bahwa pendidikan merupakan suatu usaha bersama dalam proses terpadu (terorganisir) untuk membantu manusia mengembangkan diri dan menyiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan dunianya di hadapan Sang Pencipta.[7]
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan bantuan yang diberikan untuk mengembangkan potensi atau kemampuan serta penyesuaian diri, yang dilakukan secara sadar demi terwujudnya tujuan pendidikan itu sendiri.
B.       Pendidikan dan Pengajaran dalam Islam
Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etik Islam.[8]
Menurut Omar Muhammad at-Toumy al-Syaebany, pendidikan Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.[9]Menurut Yusuf al-Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan dahtinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.[10]
Menurut Hasan Langgulung, pendidikan Islam merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramak di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[11]
Menurut Syah Muhammad Naquib al-Attas; pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan pendidik terhadap peserta didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari sgala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.
Secara istilah pendidikan Islam dapat dipahami dalam beberapa pemahaman, yaitu:[12]
1.         Pendidikan Islam atau pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Pada pengertian yang pertama ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun daan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut.
2.         Pendidikan keislaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya membidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup).
3.         Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam, dalam arti proses bertumbuhkembangnya Islam dan umatnya. Baik Islam sebagai agama, ajaran maupun sistem budaya dan peradaban, sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Jadi, dalam pengertian yang ketiga ini istilah pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.

C.      Tujuan Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai. Karena pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.[13]
Menurut Muhammad Yunus, tujuan pendidikan agama Islam adalah mendidik peserta didik supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh, dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah satu anggota masyarakat yang sanggup berdiri di atas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah, dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia.[14]
Menurut Athbiya’ al-Abrasy bahwa tujuan pendidikan Islam ada lima, yaitu:[15]
1.         Membantu pembentukan akhlak yang mulia.
2.         Mempersiapkan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
3.         Membentuk pribadi yang utuh, sehat jasmani dan rohani.
4.         Menumbuhkan ruh ilmiah, sehingga memungkinkan murid mengkaji ilmu semata untuk ilmu itu sendiri.
5.         Menyiapkan murid agar mempunyai profesi tertentu sehingga dapat melaksanakan tugas dunia dengan baik, atau singkatnya persiapan untuk mencari rizki.
Sedangkan secara khusus, pendidikan Islam bukan hanya ditinjau dari sisi esensi, tetapi juga dari tujuan atau fungsinya. Khan mendefinisikan maksud adan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:
1.         Memberikan pengajaran al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
2.         Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi.
3.         Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
4.         Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan picang.
5.         Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.
6.         Mengembangkan manusia Islami yang berkualitas tinggi yang diakui secara universal.[16]
D.      Aspek Pendidikan Agama Islam
Pada umum nya agama seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya.  Seseorang yang pada masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Tentunya akan berbedaa dengan orang yang pada masa kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya kedua orangtuanya orang yang taat beragama, lingkungan dan teman-temannya adalah lingkungan yang menjalankan agama, ditambah dengan adanya pendidikan agama di rumah, di masyarakat dan di sekolah yang terselenggara secara sistematis, maka dengan sendirinya akan terbentuk kecenderungan kepada hidup dalam aturan beragama.
Sebagaimana kita ketahui ajaran pokok Islam, meliputi hal-hal sebagai berikut ini :
-            Masalah akidah (keimanan)
-            Masalah Syariah (Keislaman)
-            Masalah Akhlak (Ihsan)[17]
Sedikit penjelasan dalam buku tersebut antara lain yaitu, akidah adalah bersifat itikad batin, mengajarkan ke Esa an Allah sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan meniadakan alam ini. Syariah adalah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka menaati semua peratusarn dalam hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antarmanusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan manusia. Sedangkan Akhlak adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurna bagi kedua amal di atas dan yang mengajarkan tentang tata cara pergaulan hidup manusia.
Ketiga inti pokok dalam pembelajaran Agama Islam tersebut dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan Akhlak. Dalam model Pembelajaran pendidikan Agama Islam, kurikulum Islam harus memenuhi ketentuan ketentuan sebagai berikut :[18]
1.         Memiliki sistem pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah manusia serta bertujuan untuk menyucikan manusia,memelihara dari penyimpangan dan menjaga keselamatan fitrah manusia.
2.         Harus mewujudkan tujuan pendidikan Islam, yaitu memurnikan ketaatan dan peribadatan hanya kepada Allah. Kurikulum yang disusun harus menjadi landasan kebangkitan Islam baik dalam aspek intelektual, pengalaman, fisikal maupun sosial.
3.         Harus sesuai dengan tingkatan pendidikan baik dalam hal karakteristik usia, tingkat pemahaman, jenis kelamin, serta tugas-tugas kemasyarakatan yang telah dirancang dalam kurikulum.
4.         Memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistis menyangkut penghidupan dan bertitik tolak dari ke Islaman yang ideal seperti merasa bangga menjadi umat Islam.
5.         Tidak bertentangan dengan konsep-konsep Islam. Mengacu pada kesatuan Islam yang selaras dengan integrasi psikologis yang telah Allah ciptakan untuk manusia serta selaras dengan kesatuan pengalaman yang hendak diberikan kepada anak didik, baik yang berhubungan dengan sunnah, kaidah, sistem, maupun realitas alam sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara berbagai bidang ilmu.
6.         Harus realistis sehingga dapat diterapkan selaras dengan kesanggupan negara yang hendak menerapkannya sesuai dengan tuntutan dan kondisi negara itu sendiri.
7.         Harus memilih metode yang elastis sehingga dapat di adaptasikan ke dalam berbagai kondisi, lingkungan dan keadaan tempat ketika kurikulum itu ditempatkan.
8.         Harus efektif, dapat memberikan hasil pendidikan yang bersifat behavioristik, dan tidak meninggalkan dampak emosional yang meledak- ledak dalam diri generasi muda.
9.         Harus sesuai dengan berbagai tingkatan anak usia didik. Hal ini memerlukan studi psikologi Islam.
10.     Memperhatikan aspek pendidikan tentang segi-segi perilaku yang bersifat aktivitas langsung, sehingga kegiatan ini dapat mewujudkan seluruh rukun Islam dan syiarnya, metode pendidikan dan pengajarannya serta etika dalam kehidupan secara individu dan sosial.
Dengan demikian, apapun jenis kurikulum yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaranyang terpenting adalah pelaksanaan dan keberhasilannya. Karena orientasi Pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan baik antara manusia dengan Allah serta terhadap relasi baik dengan manusia lain serta Alam semesta.
E.       Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan Nasional berfunsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung  jawab.[19]
Salah satu ciri manusia yang berkualitas dalam Undang-Undang tersebut adalah mereka yang tangguh iman dan taqwanya serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian kompetensi iman dan taqwa serta ilmu pengetahuan juga akhlak mulia diperlukan manusia dalam tugasnya sebgai khalifah di bumi. Alquran meletakan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah di Bumi (al-Baqarah:30). Pada intinya makna khalifah adalah yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin alam. Dalam hal ini manusia bertugas memelihara, memanfaatkan alam guna mendatangkan kemaslahatan umat.
Untuk bisa menopang dirinya sebagai khalifah di bumi. Manusia harus baik secara jasmani maupun rokhaninya. Potensi jasmani meliputi organ jasmani yang berwujud nyata, sedangkan potensi rohani bersifat spiritual yang terdiri dari fitrah, roh, kemauan bebas, dan akal. Alquran menjelaskan potensi rohaniah yakni al-Qolb, ‘Aqlu An Ruh, an-Nafs. Dengan bermodalkan potensi yang dimilikinya itulah manusia merealisasi funsinya sebagai khalifah di bumi yang bertugas memakmurkannya. Untuk sampai pada kondisi tersebut diperlukan konsep pendidikan yang komprehensif dan sistematis yang dapat mengantarkan pada pribadi muslim pada tujuan akhir yang ingin dicapai.
Jika menelaah pada makna kurikulum sebagai keseluruhan kegiatan dan pengalaman pendidikan yang dirancang dan diselenggarakan oleh lembaga pendidikan bagi peserta didiknya maka ruang lingkup pendidikan agama Islam yang ingin dicapai harus ber orientasi pada :
a.         Tercapainya tujuan Hablum minallah (hubungan dengan Allah)
b.         Tercapainya tujuan Hablum minannas (hubungan dengan manusia)
c.         Tercapainya tujuan hablum minal’alam (hubungan dengan alam)
Pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib di ikuti oleh peserta didik bersama pendidikan kewarganegaraan dan yang lainnya. Tantangannya adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan Agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman taqwa dan akhlak yang mulia.[20]
Dengan demikian materi yang di ajarkan dalam Pendidikan Agama Islam adalah bagaimana membangun akhlak yang baik dan akhlak yang kuat. Salah satu unsur penting dalam penerapan pendekatan konteksual adalah pemahaman guru untuk  menerapkan strategi pembelajaran konteksual seperti yang di angankan dalam kurikulum 2013. Namun fenomena yang tersaji adalah menunjukkan sedikitnya pemahaman guru guru dalam hal menerapkan strategi kontekstual dalam memberikan pengalaman yang baik dalam pembelajaran. Karena sedikitnya pemahaman dalam hal mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka.
Sementara Hakikat sesungguhnya pendidikan Islam itu seharusnya, memperhatikan pengembangan seluruh aspek manusia dalam suatu kesatuan yang utuh tanpa adanya pemisahan antara pendidikan yang umum. Dalam kaitanya yang sudah terjadi di Indonesia maka kita hanya berdoa dan terus berikhtiar melihat masa depan yang penuh dengan tantangan dengan tetap berusaha menyesuaikan permasalahan pendidikan dengan evaluasi dan re program. Yaitu memprogramkan kembali dan melakukan rancangan kurikulum yang baik sehingga keterkaitannya ilmu agama dan umum dapat direalisasikan untuk mendapatkan konsep kurikulum pendidikan seutuhnya.




DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 1897. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Azra, Azyumardi. 1998. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Drajat, Zakiyah. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Hussain, Syed Sajjad. dan Ashraf, Syed Ali. 1986. Crisis Muslim Education, Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam, Risalah.

Langgulung, Hasan. 1980. Beberpa Pemikiran tentang Pendidikan Islam. Bandung: al-Ma’rifat.

Mahfud, Sahal. 1994. Nuansa Fiqh Sosial. Yogyakarta: LKIS.

Majid,Abdul.2012. Belajar dan PembelajaranPendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mardiatmadja, B.S. 1986. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Muchsin, Bashori. Sulthon, M. dan Wahid, Abdul. Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak). Bandung: PT. Refika Aditama.

Setiawan, Ebta. 2010. KBBI- Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Offline Versi 1.5, Freewere, 2010.

Snaky, Hujair. 2010. Pembaharuan Pendidikan Islam menuju Masyarakat Madani (Tinjauan Filosofis).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Citra Umbara.

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yunus, Muhammad. 1993. Metode Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hindakarya Agung.


[1]Agus Wibowo, Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 17.
[2] Ebta Setiawan, KBBI- Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI Offline Versi 1.5, Freewere, 2010.
[3] Agus Wibowo, Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban)…, hlm. 17.
[4]Hujair Snaky, Pembaharuan Pendidikan Islam menuju Masyarakat Madani (Tinjauan Filosofis), dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak), (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hlm. 2.
[5]Hujair Snaky, Pembaharuan Pendidikan Islam menuju Masyarakat Madani (Tinjauan Filosofis), dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 2.
[6]Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: LKIS, 1994), hlm. 257. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 3.
[7]B.S.Mardiatmadja, Tantangan Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 19. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 4.
[8]Syed Sajjad Hussain dan Syed Ali Ashraf, Crisis Muslim Education, Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam, Risalah, 1986, hlm. 2. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 5.
[9] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1897), hlm. 134. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 5.
[10]Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm. 5. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 6.
[11]Hasan Langgulung, Beberpa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’rifat, 1980), hlm. 94. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 6.
[12]Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 6-7.
[13]Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 29. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 10.
[14]Muhammad Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hindakarya Agung, 1993), hlm. 13. Dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 11.
[15]Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 11.
[16]Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 8.
[17]Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran (Pendidikan Agama Islam), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.44.
[18]Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran (Pendidikan Agama Islam), hlm. 48.
[19]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Citra Umbara, 2003), dalam Bashori Muchsin, M. Sulthon dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Humanistik (Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak)…, hlm. 2.
[20]Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran (Pendidikan Agama Islam), hlm. 49.

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEARIFAN LOKAL (Studi Di Desa Kawasan Wisata, Kec. Lebak Barang, Kab. Pekalongan)

$
0
0


PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEARIFAN LOKAL
(Studi Di Desa Kawasan Wisata, Kec. Lebak Barang, Kab. Pekalongan)

Oleh:
IMAM SYAFI’I (2052115026)
Kelas B
Mahasiswa Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
IAIN Pekalongan
2016
I.         PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah
Sebagai cabang dari pembahasan filsafati, kosmologi mengkaji tentang alam semesta sebagai suatu sistem rasional yang teratur, termasuk di dalamnya dikaji aspek metafisika dari ruang, gerak, waktu, perubahan, kasualitas dan keabadian. Alam semesta pada hakekatnya adalah kenyataan yang dibangun dari kenyataan-kenyataan besar. Makro kosmos dan kenyataan besar pada dasarnya sangat ghaib, metafisik, bersifat abstrak, yang pada hakekatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan yang kecil yang pada hakekatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan yang kecil yang dapat dilihat, ditangkap, dan dihitung. Pembahasan ini dianggap sangat penting karena akan melahirkan pengetahuan akan hakekat alam untuk sampai kepada hakekat segala yang hakekat (Tuhan), sehingga dapat memperlakukannya secara proporsional.[1]
Keindahan alam Lebak Barang merupakan kekayaan tak ternilai yang dimiliki oleh Pemkab. Pekalongan. Sayangnya, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan generasi muda di sana. Berdasarkan data, angka partisipasi anak usia sekolah masih rendah. Bahkan, berdasarkan survei bahwa kemampuan membaca, tulis dan berhitung (calistung) masih sangat kurang terlebih dalam hal pendidikan agama Islam.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, perlu adanya inovasi pembelajaran yang mampu memfasilitasi anak-anak di sana dalam menyerap materi pelajaran. Oleh sebab itu, Yayasan al-Salam dibawah naungan Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama’ (LDNU) Kab. Pekalongan bersama pengurus ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebak Barang menginisiasi edukasi berbasis lingkungan.
II.      PERMASALAHAN
Program ini telah diimplementasikan pada 15 Pedukuhan di Kec. Lebak Barang yang pada setiyap pedukuhan tersebut belum memiliki tempat pembelajaran yang layak, hal ini juga dipengaruhi dari jumlah kepala keluarga yang tidak lebih dari 70 KK. Mereka hanya memiliki satu tempat pusat pembelajaran yang bernama mushalla, yang sekaligus sebagai tempat pertemuan-pertemuan warga dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul.
Pembelajaran didesain berdasarkan kearifan lokal setempat. Siswa tidak lagi belajar dengan metode konvensional, akan tetapi menggunakan media yang sudah tidak asing dan digunakan sehari-hari dengan mengintegrasikan perlindungan anak dan perdamaian. Kemudian mendekatkan materi pembelajaran dengan lingkungannya. Selain itu guru menggunakan metode pendidikan aktif dan kreatif dalam mengajar.
III.   PEMBAHASAN
A.       Makna Kosmos
Dalam bahasa Yunani, kosmos artinya susunan atau keteraturan. Lawan dari kosmos adalah chaos, yaitu keadaan kacau balau. Macro-kosmos adalah suatu susunan keseluruhan atau kompleks yang dipandang dalam totalitasnya atau sebagai suatu keseluruhan yang aktif serta terstruktur. Kadang diartikan sebagai sebuah keseluruhan atau sistem yang terpandu dan tunggal. Lawan dari makro-kosmos adalah mikro-kosmos, yaitu bagian kecil dari suatu komplek atau dari satu keseluruhan, dan yang dimaksud disini adalah manusia. Mengapa manusia disebut mikro-kosmos, karena secara struktur material, unsur-unsur yang membentuk manusia itu sama persis dengan semua dengan unsur yang ada di alam. Demikian juga dalam unsur bathiniahnya serta sistem geraknya juga sama dengan sistem gerakan realitas yang terjadi di dalam semesta ini. Karenanya manusia dapat disebut miniatur dari realitas alam besar.[2]
Kosmologi merupakan kajian tentang alam semesta sebagai suatu sistem rasional yang teratur, termasuk di dalamnya hdikaji aspek metafisiska, dari ruang, gerak, waktu, perubahan, kausalitas dan keabadian. Dalam teori modern, kosmologi lebih khusus membahas tentang asal-usul, struktur, sifat dan perkembangan fisika alam semesta dengan dasar pengamatan dan metodologi ilmiah. Perhatian utama kosmologi uadalah bermula dari alam semesta fisik secara keseluruhan dan menuju pada prinsip-prinsip yang melatarbelakanginya.[3]
Kenyataan alam semesta pada hakikatnya adalah kenyataan yang dibangun dari kenyataan-kenyataan besar, macro-kosmos dan kenyataan besar sebagai keseluruhan pada dasarnya sangat ghaib, metafisik, bersifat abstrak, yang pada hakikatnya tersusun dari satuan kenyataan-kenyataan yang kecil yang dapat dilihat, ditangkap dan ditimbang. Tetapi yang abstrak itu tidak berarti tidak ada, karena bangunan dan dasar bangunannya memang berasal dari kenyataan yang ada pada kenyataan-kenyataan satuan kecil yang secara empirik dapat dilihat, ditangkap, dan ditimbang.
Dalam arti yang luas, yang dinamakan alam adalah hal-hal yang ada disekitar kita dan yang dapat kita serap secara inderawi. Secara lebih cermat, istilah “alam” dapat dipakai untuk menunjuk lingkungan obyek-obyek yang terdapat dalam ruang dan waktu. Tetapi pada aneka jaman pandangan orang mengenai alam berbeda.[4]

B.       Hakekat Alam Semesta
Dalam konsep filsafat pendidikan Islam, alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam kehidupan ini, dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan atau ayat-ayat-Nya. Alam semesta tidak bisa dilihat dengan mata kepala manusia, penglihatan mata kepala manusia sangat terbatas, meskipun menggunkan paling canggih sekalipun.
Apa yang disebut alam juga dapat dimaknai sebagai segala yang realitas selain Tuhan (kulla maa siwallah). Artinya, alam merupakan hasil ciptaan tuhan yang sekaligus sebagai pengejawantahan adanya tuhan, dan bukan tuhan itu sendiri.dengan ini maka wajar bila pembicara tentang alam terdiri dari alam yang nampak kasat matadan juga alam yang tidak nampak secara dhohir.
Alam semesta sebagai eksintensi tuhan tidak terbatas, yang terbatas adalah wujud-wujud keseluruhan sejenis dari bagian alam langit, bumi, samudra dan gunung, serta manusia Oleh karena itu, wujud-wujud keseluruhan sejenis  ini akan rusak, bersifat sementara, berubah bahkan mati. Alam semesta sebagai eksentensi tuhan hanya bisa dipahami melalui kemampuan intelek dalam dimensi sepiritualitasnya, yang dapat memahami tanda-tanda tuhan atau ayat-ayat tuhan yang terkandung atau tersembunyi dalam semua wujud keseluruhan sejenis, yaitu langit, bumi, air, udara bahkan yang tersirat dalam firman-firman-Nya yang tertulis dalam kitab-kitab suci.
Dalam perbincangan filsafat, terdapat perbedaan pendapat tentang penciptaan alam semesta, satu sisi pendapat menyatakan bahwa alam semesta sedangkan pendapat yang lain menyatakan bahwa alam semesta tidak diciptakan, ibaratnya cahaya dengan matahari, dimana matahari tidak pernah menciptaan cahanya. Jika alam semesta diciptakan, bagaimana proses itu terjadi, apakah tuhan sebagai penciptanya, terikat oleh syarat-syarat dalam hukum penciptaan maka keteritakan ini tentu bertentangan dengan kekuasaan Tuhan sendiri. Bagaiman Tuhan itu maha kuasa terikat dan tergantung pada hukum-hukum penciptaan. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa penciptaan itu terikat pada hukum-hukum penciptaa, dengan kata lain alam semesta tidak diciptakan, kejadiannya dimungkinkan melalui proses yang disebut emanasi/al-faidl, pancaran.
Persoalan pokok hakikat alam semesta adalah, kalau alam semesta itu dipahami sebagai wujud-wujud keseluruhan sejenis, seperti langit, bumi, air, udara dan bahkan manusia, maka semua itu memang diciptakan, dan Tuhan sendiri menjelaskan proses penciptaan itu, akan tetapi jika alam semesta dilihat dari kesemestaan dan keseluruhan sejenis, yang tidak terbatas, gaib, abadi, maka alam semesta pada hakikatnya adalah eksistensi diri Tuhan sendiri, itu tidak diciptakan, karena bagaimana Dia menciptakan diri-Nya?[5]
C.       Profil Lebakbarang[6]
Uraian Data
Jml/Satuan/keterangan
Tinggi dari permukaan laut
691
Letak Posisi Kecamatan
Pegunungan
Letak Posisi Desa
11 Pegunungan
Lahan Sawah (ha)
529
Lahan Bukan Sawah (ha)
5291,14
Jumlah Dusun
38
Jumlah RW
38
Jumalah RT
85
Jumlah Penduduk
9.885
Jumlah laki – laki
5.005
Jumlah Perempuan
4.880
Jumlah Sekolah TK
2
TK swasta
2
Jumlah Sekolah SD
18
SD Negeri
18
Jumlah Sekolah SMP
3
SMP Negeri
3
Jumlah Sekolah SMA
1
SMA Negeri
1
Jumlah Dokter
2
Bidan
3
Perawat
2
Puskesmas Induk
1
Puskesmas Pembantu
2
Poliklinik Kesehatan Desa
8
Rata - Rata Produksi Padi Sawah (ku/ha)
42,09
Rata - Rata Produksi Jagung (ku/ha)
46,4
Rata - Rata Produksi Ketela Pohon (ku/ha)
160,43
Rata - Rata Ketela Rambat (ku/ha)
107,22

D.       Sejarah Lebakbarang
Lebakbarang pada jaman dahulu bernama Kebakbarang yang artinya sebuah tempat atau lembah yang banyak barang atau benda berharganya. Menurut nara sumber diceritakan ada seorang pendatang yang berasal dari Banjarnegara, bernama Ki Angganaya. Beliaulah yang mula mula membuka hutan menjadi tempat tinggal dan membuka lahan untuk bercocok tanam, namun ada satu batang pohon yang tidak bisa di tebang/dirobohkan oleh Ki. Angganaya karena pohon itu merupakan tempat berkumpulnya mahluk halus penunggu pohon tersebut. Maka beliau mengadakan sayembara yang isinya ” Barang siapa yang bisa menebang atau merobohkan pohon tersebut jika perempuan akan dijadikan saudara dan jika laki-laki akan dijadikan menantunya”.
Singkat cerita ada seorang pemuda yang menyamar yaitu Ki Semarajaya, Beliau yang akhirnya berhasil menebang pohon tersebut dan beliau dijadikan menantu oleh Ki. Angganaya. Karena keberhasilannya menghilangkan ranggas atau penghalang beliau mendapat julukan sebagai Ki Rangga Sejati. Adapun karena jasa Ki Angganaya beliau di beri gelar oleh masyarakat sekitar dengan julukan Ki Gede Lebakbarang dan sampai sekarang menjadi nama Desa/Kecamatan Lebakbarang. Makam itu setiap bulan Asura dan Bulan Sakban diadakan bersih makam dan selamatan oleh warga sekitar desa Lebakbarang dan juga warga dari luar Desa Lebakbarang.[7]
Sedangkan menurut PT. Sumber Mineral menyatakan nama Lebakbarang menurut Ki Kertijaya dan Ki Gede, Lebakbarang artinya sebuah lembah yang banyak tersimpan barang-barang berharga berupa senjata dan barang-barang berharga pada jaman Mataram.[8]
E.       Religiulitas dan Setting Sosial
Disana terdapat makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat yang dikenal dengan Puncak Makam Mahameru. Mahameru berasal dari bahasa Jawa (aksara jawa yaitu dari kata Maha : 17 (rakaat) dan mara 20 (sifat wujud Allah). Jadi Mahameru berarti 17 yang menandakan bahwa yang dimakamkan di Puncak Mahameru adalah para Aulia/Wali yang selalu mengamalkan ajaran Islam. Komplek Pemakaman Ki Ageng Mahameru terdiri dari 2 lokasi, yaitu :
1.    Lokasi Bawah / Pohon Beringin
Lokasi bawah adalah makam kakak beradik/saudara kembar, yaitu:
a.    Ki Kertijaya
b.    Ki Anggayana
Keduanya berasal dari daerah Banjarnegara sebagai Prajurit Pangeran diponegoro pada Jaman Kerajaan Mataram. Ki Kertijaya masuk ke Lebakbarang pada tahun 1824 masehi.
2.    Lokasi Atas (Puncak Mahameru)
Pada lokasi puncak bersemayam Ki Sapto Perling dan Ki Ageng Mahameru berasal dari daerah Jogyakarta yang merupakan menantu dari Ki Kertijaya. Beliau masih memiliki keturunan darah biru dari Mataram sekaligus keturunan dari Majapahit dan juga seorang ulama pada jaman itu yang menjadi panutan dan pimpinan di kawasan Mahameru dan daerah sekitarnya.[9]
Perjalanan Perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan RI ini menyisakan kenangan heroik yang terpatri dalam sanubari seluruh rakyat dan mutlak untuk ditularkan pada generasi penerus bangsa.
Satu hal yang perlu dicatat adalah saat Agresi Militer Belanda Pertama Tahun 1947 yaitu Pindahnya Pusat Pemerintahan Karesidenan dan Kabupaten Pekalongan ke Lebakbarang. Ketika gema Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 terdengar dimana-mana dan pada bulan Juli 1947 tentara Belanda yang diboncengi NICA dan GHORKA tiba –tiba datang untuk menjajah kembali, sehingga Pemerintah Karesidenan Pekalongan akhirnya menyingkir /mengungsi, dimana daerah yang dipandang aman yaitu Kecamatan Lebakbarang. Selama kurang lebih satu bulan para pejabat berkantor di Lebakbarang tepatnya Kantor Residen dan kantor Bupati menempati Rumah Pesanggrahan milik seorang Belanda (Thomas) sedangkan kantor instansi lainnya menempati rumah penduduk.
Pada suatu pagi buta tanpa diduga tiba-tiba dari arah utara melewati Desa Mendolo dan Desa Kutorembet tentara Belanda menyerang yang mengakibatkan 2 orang pegawai staf Karesidenan Pekalongan gugur. Para pejabat Pemerintah akhirnya menghindar menyelamatkan diri pindah ke desa-desa lain seperti Desa Tembelangunung, Pamutuh, Depok dan Wonosido. Begitu pula pusat pemerintahan menjadi kacau dan berpindah-pindah menuju kearah Dieng, juga ke arah wilayah Wonosobo dan Magelang.
Betapapun sekejap mata memandang keberadaan Kecamatan Lebakbarang memiliki momentum sejarah penting yang tidak dapat dikesampingkan dalam rangkaian perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI yang kita cintai, hingga akhirnya untuk mmengenang sejarah Kecamatan Lebakbarang sebagai Pusat Pemerintahan Darurat Karesidenan dan Kabupaten Pekalongan semasa Class I yang juga sebagai basis pertahanan daerah selatan maka didirikanlah Monumen Perjuangan pada tahun 1962 dengan ukuran kurang lebih 2 m dan terletak di pinggiran Jalan Mahameru depan Mushola Al Ikhlas Lebakbarang. Selanjutnya atas beberapa pertimbangan para bekas pejuang , tokoh masyarakat dan pemerintah pada tahun 2002 Monumen dipindahkan dan direnovasi ke Halaman Rumah Dinas Camat yang saat ini berdiri dengan megahnya. Kata Pepatah “Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Dapat Menghargai Jasa Para Pahlawannya“.[10]
F.        Kawasan Wisata Religi dan Wisata Lingkungan
1.    Makam Mahameru
a.    Asal Muasal Makam Mahameru
Istilah Maha Meru berasal dari Aksara Jawa   yaitu berasal dari kata ” Mahamara ” Ma: 16 Ha: 1 Maha berarti (17 Rakaat) Ma: 16 Ra : 4 Mara berarti (20 Sifat Wujud Allah) yang menandakan bahwa yang di makamkan di puncak Mahameru adalah para Aulia/Wali yang selalu mengamalkan ajaran Islam. Komplek pemakaman Ki Ageng Mahameru terdiri dari 2 (dua) lokasi/ tempat Yaitu : Lokasi bawah yang terdapat pohon beringinya adalah makam kakak, adik/saudara kembar dari sebelah barat lketimur yaitu: Ki Kerti Jaya Ki Angganaya.
Ki Kerti Jaya dan Ki Angganaya berasal dari daerah Banjarnegara, mereka berdua termasuk prajurit Pangeran Diponegoro, sedangkan Ki Kerti Jaya pertama kali datang di Lebakbarang pada tahun 1824 M, yang merupakan orang pertama yang mesanggah di Puncak   Mahameru Lebakbarang kemudian   diusul oleh keluarganya.
Diceritakan Negara dalam keadaan kacau ketika kraton jogjakarta dikuasai oleh Belanda, sehingga Pangeran Diponegoro terusir dari Istana dan mengadakan Perlawanan terhadap Belanda yang terkenal dengan Perang Gerilya pada tahun 1825–1930. Sebelum belanda menduduki Istana, ada prajurit Istana berhasil menyelamatkan benda-benda/barang-barang berharga peninggalan Raja Mataram yang akhirnya dibawa ke Mahameru, Menurut Ki Kerti Jaya dan Ki Gede Lebakbarang nama Lebakbarang dahulu adalah Kebakbarang yang merupakan Lembah yang penuh dengan barang berharganya.
Pada Lokasi Puncak Mahameru ada 5 (lima) buah makam yang diberi pagar pemisah, disebelah barat 3 makam dan disebalah timur 2 makam yaitu: disebelah barat adalah makam: Ki Tepes Aking/Ki Apus Aking, Ki Sapto Perling /Ki Ageng Mahameru, dan Ki Sepet Aking. Ki. Tepes aking dan Ki. Sepet Aking adalah Cantrik dari Ki. Sapto Perling.
Asalu usul Ki. Sapto Perling berasal dari daerah Jogjakarta merupakan menantu dari Ki. Kertijaya, Beliau masih keturunan darah biru keturunan dari Kerajaan Mataram dan sekaligus keturunan dari Majapahit dan seorang Ulama pada Jamannya yang menjadi panutan dan pemimpin di kawasan Mahameru dan daerah- daerah disekitarnya, sehingga mendapat kehormatan dan diberi gelar Ki. Ageng Mahameru.
Di sebelah timur adalah makam anak dan istri Ki. Sapto Perling yaitu: Nyi. Sumiyati (Istri) dan Nyi Etik (Anak). Makam itu oleh warga masyarakat sekitar Maha Meru diadakan bersih makam dua kali dalam 1 tahun yaitu setiap bulan Asura dan Bulan Sakban dan tepatnya pada hari Kamis Wage, juga diadakan selamatan bersama oleh warga masyarakat desa lebakbarang. Tempat itu juga sering dikunjungi oleh para peziarah baik dari warga msayarakat Lebakbarang juga sering dikunjungi para peziarah   dari luar daerah Kabupaten Pekalongan untuk mendapatkan barokahnya.[11]
2.    Curug Cinde dan Curug Silengsar
Curug Cinde atau air terjun Cinde dan curug Silengsar merupakan dua objek wisata alamiah yang terdapat di Kecamatan Lebakbarang tepatnya di Desa Depok. Desa Depok sendiri kira – kira 24 km dari Kecamatan Karanganyar.
Desa depok adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Lebakbarang. Sebuah desa dengan ketinggian 860 meter dari permukaan laut. Desa ini memiliki tanah garapan yang menghasilkan komoditas utama berupa padi, jagung, kopi, dan cengkeh. Desa ini memiliki kurang lebih 200 kepala keluarga (KK) dengan suasana hidup yang tenang dan damai.
Dengan kearifan lokal yang sangat dijaga dengan baik oleh warganya, konon menurut cerita yang dipercayai bahwa Desa Depok pada zaman dahulu kala merupakan sebuah padepokan untuk belajar ilmu agama dan ilmu beladiri. Yang bermula dari datangnya seorang wali Allah bernama Eyang Sunan Giri Roso dari Semarang yang kemudian mendirikan sebuah padepokan yang kemudian anak dan keturunannya hidup di padepokan hingga saat ini.[12]
Menurut cerita yang berkembang curug cinde, pada zaman dahulu kala dianggap hanya sebagai tempat yang tidak ada, hanya berupa dongeng semata. Sekitar awal tahun 2000-an, ada 9 orang dari desa masuk ke hutan untuk berburu, di tengah perjalanan tersebut 4 orang memisahkan diri dari rombongan berniat untuk membuktikan kebenaran soal dongeng tentang curug cinde. Di tengah perjalanan mencari curug, mereka bertemu dengan seekor sigung, karena mencium bau sigung itu mereka seketika pingsan. Saat bangun mereka mendengar suara aliran air. Ketika mereka melakukan pencarian maka ditemukanlah sebuah curug cinde, yang tingginya kurang lebih mencapai 100 meter. Apabila di pagi hari dipercaya terlihat pelangi di sekitar curug, oleh sebab itulah diberi nama curug cinde pelangi.
Perjalanan menuju objek curug cinde pelangi disuguhi pemandangan alam yang sangat mempesona dan masih asri. Perjalanan melewati tengah hutan yang penuh dengan suara serangga – serangga serta jalan pegunungan yang berkelok – kelok dan juga penuh dengan tanjakan serta turunan dan gemericik suara air sungai hingga suasana alam pedesaan khas daerah pegunungan lengkap dengan suasana kehidupan masyarakatnya.[13]
Perjalanan menuju curug Cinde dapat ditempuh dengan sepeda motor ataupun bisa menumpang menggunakan kendaraan mobil bak terbuka atau masyarakat setempat biasa menyebutnya mobil “doplak”. Untuk menuju Curug Cinde yang terletak di Kecamatan Lebakbarang tepatnya di Desa Depok bila dari Kota Pekalongan kita bisa menggunakan jasa bus ataupun angkutan pedesaan dari Terminal Pekalongan menuju Kecamatan Karanganyar.
Dari perempatan Karanganyar tepatnya di depan Kantor Kecamatan Karanganyar atau dari pasar Karanganyar bisa menggunakan mobil bak terbuka atau biasa disebut “doplak” menuju Kecamatan Lebakbarang ataupun bisa langsung menuju Desa Depok dengan jarak kira – kira 10 Km dari kota Kecamatan Lebakbarang.
Perjalanan dari Karanganyar menuju Kecamatan Lebakbarang juga melalui jalan desa Lolong, yaitu sebuh desa yang terkenal dengan penghasilan durian. Di sini juga terdapat wahana arung jeram. Perjalanan ke Curug Cinde dari Desa Depok hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki karena akses ke sana hanya berupa jalan setapak. Dengan jarak kurang lebih 2,5 km atau kuarang lebih 2 jam jalan kaki. Meskipun perjalanan yang kita lewati sebelum sampai ke lokasi air terjun adalah jalan setapak namun pemandangan yang disuguhkan selama kita berjalan menuju lokasi Curug Cinde bisa menjadi salah satu bidikan kamera untuk diabadikan dalam gambar. Sebelum sampai ke Curug Cinde kita akan ketemu air terjun Curug Silengsar.
Curug silengsar jaraknya lebih dekat dari desa dibandingkan dengan curug cinde, yang hanya membutuhkan waktu 30 menit dari desa Depok. Desa Depok dengan segala keindahan yang dimilikinya menawarkan keindahan dan kenyamanan bagi masyarakatnya sehingga mampu memberikan rasa aman dan kedamaian serta keramahan dari warga desanya.
Lokasi curug Cinde memberikan kita pemandangan yang khas daerah pegunungan, bebatuan besar dan berserakan dimana-mana khas daerah jalur air, pepohonan tinggi yang menjulang ke angkasa, suara derasnya air terjun berjatuhan dari tebing yang tinggi.
Selain menikmati indahnya ciptaan Allah yang terletak di desa yang berbatasan langsung dari Kabupaten Banjarnegara dan beberapa desa yang masih merupakan bagian dari kecamatan Lebakbarang yakni sebelah barat dengan desa Pamutuh, dan sebelah timur dengan desa Wonosido dan sebelah utara dengan desa Timbangsari. Dari inilah kita pun dapat menikmati alam pedesaan yang masih sangat asri.
Masih terdapat beberapa pembangkit listrik tenaga air (kincir air) yang digunakan oleh warga depok khususnya untuk memenuhi kebutuhan penerangan sehari – hari mereka. Selain itu kita pun dapat menikmati hijaunya pemandangan sawah yang baru akan menguning ataupun sekedar mampir dan sowan ke rumah penduduk desa yang ramah – ramah untuk sekedar mampir untuk menikmati kopi khas Lebakbarang, yaitu kopi buatan sendiri yang cara pembuatanya masih ditumbuk menggunakan alat penumbuk tradisional yang juga merupakan salah satu hasil mata pencaharian para penduduk Kecamatan Lebakbarang bila musim panen telah tiba.
Di Desa Depok, kita juga bisa mengunjungi peninggalan cagar budaya berupa batu berbentuk lumpang, yang oleh masyarakat sekitar disebut Watu Lumpang.
c.     Curug Kuwung Indah
Desa Karang Gondang adalah sebuah desa yang terletak di Kec. Lebakbarang, Kab. Pekalongan. Sebuah desa yang wilayah selatannya berbatasan dengan desa Teropong, dan sebelah utara dengan desa Bantar, kemudian sebelah barat dengan desa Mendolo Wetan dan sebelah timur dengan desa Sonje.
Desa ini mempunyai tanah garapan yang mengahsilkan komoditas utama berupa padi, kopi, dan cengkeh. Yang mana terdapat kurang lebih dari 75 kepala keluarga (KK). Desa tersebut mudah dijangkau karena terletak di pinggir jalan utama menuju kantor kecamatan Lebakbarang. Selain itu desanya juga sudah memiliki satu mushalla (tempat ibadah) dan satu bangunan TPQ yang bernama TPQ Miftahul Huda yaitu tempat mengaji atau belajar al-Qur’an dan belajar berbagai ajaran Islam serta memiliki potensi wisata yaitu air terjun.
Salah satu potensi yang dimiliki oleh desa ini adalah air terjun yang diberi nama dengan curug kuwung indah yang letaknya kurang lebih 15 menit dengan perjalanan kaki dari desa Karang Gondang, Kec. Lebakbarang. Sekitar pertengahan tahun 2014 masyarakat tersebut mulai membabat jalan yang menuju akses dari pada curuk kuwung tersebut. Kemudian pada awal tahun 2015 pemuda karang taruna mencoba untuk mengelola dengan membentuk struktur kepengurusan pengelola kawasan tersebut bersama perangkat desa kecamatan yang bertujuan untuk menjadikannya sebagai tempat wisata.
Pada pertengahan tahun 2015 curug tersebut resmi dijadikan sebagai tempat kawasan wisata yang ada di daerah Kec. Lebakbarang karena tempat tersebut sudah layak untuk tempat wisata baik dari segi keamanan maupun kenyamanan dan keindahan dari pada curug tersebut. setelah diresmikan maka dirubah namanya menjadi curug kuwung indah.
Saat ini keberadaan curug tersebut merupakan anugerah dari Allah yang memberikan keberkahan tersendiri kepada warga desa Karang Gondang pada khususnya dan Kec. Lebakbarang pada umumnya. Dari adanya kondisi alam yang seperti itu juga memberikan perubahan yang sangat signifikan terutama dalam perekonomian masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakatnya baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.[14]
Yang mengasyikkan dalam perjalanan menuju Curug Kuwung Indah, kita juga akan disuguhi sensasi menyeberang jembatan gantung dari bambu di atas jurang sedalam sekitar 50 meter, sebelum sampai di curug.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit dari parkir bawah, akhirnya sampai juga di Curug Kuwung Indah. Seperti namanya, air terjun tersebut memang indah. Terlihat pemandangan air yang jatuh dari ketinggian sekitar 55 meter. Suara yang ditimbulkannya pun cukup keras. Pengunjung tak berani mandi atau bermain air tepat di bawah jatuhnya air. “Rasanya seperti kejatuhan batu besar, sewaktu mencoba mandi di air terjun. Sekali saja cukup, gak lagi-lagi,” kata Heri (40), pengunjung asal Kabupaten Batang saat mengungkapkan pengalamannya mandi di bawah air terjun, baru-baru ini.
Pengunjung kebanyakan mandi atau hanya bermain air di sekitar atau di bawah curug. Sesekali pengunjung juga bisa merasakan sensasi seperti dipijat ketika bersandar di batu dan diguyur air yang mengalir dari curug. Jangan lupa untuk mengabadikan moment-moment selama bermain air terjun. Atau kita juga bisa berpose di atas papan yang dibangun di bawah curug, di tepi jurang. Hasil foto akan lebih bagus jika diambil dari jalan setapak di bawahnya.
Penataan secara Swadaya, meskipun penataan kawasan Curug Kuwung Indah masih sederhana, karena dilakukan masyarakat secara swadaya, berdampak cukup baik bagi perekonomian masyarakat. Beberapa warga membuka warung yang menyediakan makanan dan minuman bagi pengunjung. Ada pula yang menyediakan MCK. Para pemuda yang tergabung dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis) juga mengelola parkir di lokasi wisata yang hasilnya digunakan untuk penambahan fasilitas di kawasan wisata. Mereka juga menjual souvenir berupa kaos Curug Kuwung Indah di parkir bawah. Agar lebih bervariasi, mereka juga akan menyediakan hasil dari Lebakbarang lainnya seperti gula aren, madu hutan, keripik pisang, serta kerajinan sapu glagah.
Untuk meramaikan kawasan wisata Curug Kuwung Indah, pemuda Desa Karanggondang juga mengadakan lomba swa foto atau foto selfie dengan lokasi pengambilan foto di curug dan lokasi lainnya di jembatan bambu dekat curug. Lomba berhadiah uang Rp. 300.000 untuk Juara I, Rp. 200.000 untuk Juara II dan Rp. 100.000 untuk Juara I. Peserta diminta untuk mengirimkan dua lembar foto yang diambil di dua lokasi tersebut dan foto akan dinilai pada 29 Mei 2016.
Terpisah, Camat Lebakbarang, Yuhanto, S.IP, M.Si mengatakan, potensi wisata Curug Kuwung Indah baru tergali sejak setahun lalu, dan setelah ditata secara swadaya oleh masyarakat, cukup ramai dikunjungi pengunjung dari wilayah Kabupaten Pekalongan dan beberapa wilayah kabupaten/kota tetangga. “Ramainya empat bulan terakhir, terutama pada hari Jum’at, Sabtu, Minggu,” tutur Yuhanto.
Untuk mendukung wisata Curug Kuwung Indah, Yuhanto mengusulkan pada Kades dan LPMD Karanggondang agar bisa dibangun akses jalan dari parkir atas menuju curug. Saat ini jalan masih berupa tanah dan beberapa titik berbatasan langsung dengan jurang. Sebagian lahan milik masyarakat, sebagian lainnya milik perhutani. “Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Perhutani dan kami juga mengajak LMDH dalam pengelolaan kawasan wisatanya,” ujar Yuhanto. Pihaknya juga akan mengusulkan pembangunan toilet dan ruang ganti yang lebih memadai di lokasi curug. Saat ini fasilitas yang sudah dibangun warga yaitu jembatan bambu dan ruang ganti di lokasi curug.
Ke depan, pihaknya akan mengusulkan jembatan permanen yang menghubungkan jalan setapak dengan lokasi curug. “Kalau pembangunan jembatan permanen akan kami usulkan ke pemkab, karena itu biayanya besar dan bagaimana pun, jembatan dari bambu kurang aman bagi pengunjung, apalagi jika dibuat sudah lama,” imbuh dia. Penataan kawasan wisata akan diusahakan tetap menjaga keseimbangan alam dan ekosistem hutan.
Untuk meramaikan wisata di kawasan tersebut, pada Mei nanti akan digelar Bazaar Jajanan Rakyat dan Festival Hasil Bumi di parkir atas kawasan wisata Curug Kuwung Indah. Bazaar akan menyajikan camilan khas Lebakbarang serta hasil bumi yang berupa beras, jagung, umbi-umbian, sayuran, serta buah-buahan yang dihasilkan dari tanah Lebakbarang.[15]
G.      Hakekat Lingkungan
Arti lingkungan bagi pembudidayaan sumber daya insani atau manusia (SDM) merupakan hal yang sangat sentral dan esensial sekali. Begitu pula makna manusia dalam pengembangan sumber daya alam (SDA) baik dalam pengertian lingkungan hayati maupun mati adalah sebagai penggeraknya, artinya manusia sebagai modal utamanya.[16]
Makhluk hidup sebagai unsur lingkungan yang paling dominan, secara alamiah tetap membutuhkan lingkungannya sekaligus benda-benda mati yang mengitarinya. Hal ini memberikan pengertian bahwa berdasarkan hukum alam itu sendiri keberadaannya sangat terkait antara satu dengan yang lainnya, terutama manusia sangat berkepentingan kepada seluruh lingkungan yang mengitarinya. Segi lain bagi makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan-tumbuhan yang memiliki hak hidup, keberadaannya benar-benar dapat dirasakan manfaatnya bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia apabila mampu membudidayakannya. Oleh karena itu seluruh populasi dalam ekosistem adalah positif dan penting kehadirannya.
Ekosistem pada hakekatnya merupakan interaksi komunal dalam satu sistem kehidupan dari aneka ragam makhluk hidup dalam tata lingkungan hidup.[17]Kesatuan dalam ekosistem menunjukkan interaksi positif lagi serasi dikalangan sesama makhluk hidup. Dalam pengertian ini berarti keserasian lingkungan sebagai hakekat lingkunagan hidup.
Pandangan di atas merupakan keserasian lingkungan yang secara eksplisit banyak terungkap dalam ajaran Islam sekalipun dalam bentuk konsep yang bersifat normatif, namun memilki kecenderungan empirik aplikatif. Teori Qur’an yang mengungkapkan adanya keserasian lingkungan dalam sistem ekologi termuat dalam surat al-Baqarah, ayat 164 yang intinya mendiskripsikan masalah:
1.        Pergantian siang dan malam serta keteraturan cuaca
2.        Keterkaitan antara laut dan bahtera yang berlayar
3.        Keterkaitan antara kapal dan kebutuhan umat manusia
4.        Keterkaitan antara hujan dan kesuburan tanah, tanaman dan hewan
5.        Keterkaitan antara angin dan awan penyebab adanya hujan
6.        Fenomena di atas sebagai isyarat adanya ciptaaan dan pencipta
7.        Allah sebagai kendali utamanya.[18]
H.       Teori dan Ayat tentang Lingkungan
Teori untuk mencari jawaban tentang persoalan penciptaan alam semesta ini paling tepat adalah melalui pendekatan perenungan dan pemahaman terhadap firman-firman tuhan yang menyatakan tentang penciptaan itu, yang dihimpun dalam kitab suci yang dalam pembahasan adalah kitab suci Al-Qur an.
Mengenai penciptaan keseluruan sejenis, yaitu langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, Al-Qur an 32:4 mengatakan:
ª!$#“Ï%©!$#t,n=y{ÏNºuq»yJ¡¡9$#uÚö‘F{$#ur$tBur$yJßguZ÷t/’ÎûÏp­Gř5Q$­ƒr&¢OèO3“uqtGó™$#’n?tãĸöyèø9$#($tBNä3s9`ÏiB¾ÏmÏRrߊ`ÏB<c’Í<urŸwur?ì‹Ïÿx©4Ÿxsùr&tbr㍩.x‹tFs?ÇÍÈ  
Artinya: 4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[19]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at.[20]Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?

Jika langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya diciptakan Tuhan dalam enam hari maka, untuk bukti saja diciptakan dalam dua hari, al-Qur’an 41 : 9, mengatakan:
*ö@è%öNä3§Yάr&tbrãàÿõ3tGs9“Ï%©!$$Î/t,n=y{uÚö‘F{$#’ÎûÈû÷ütBöqtƒtbqè=yèøgrBurÿ¼ã&s!#YŠ#y‰Rr&4y7Ï9ºsŒ>u‘tûüÏHs>»yèø9$#ÇÒÈ  
Artinya: 9. Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam".

Demikian juga untuk langit yang berjumlah tujuh tingkatan diciptakan oleh Tuhan dalam dua hari, al-Qur’an 41 : 12, mengatakan:
£`ßg9ŸÒs)sùyìö7y™;N#uq»yJy™’ÎûÈû÷ütBöqtƒ4‘ym÷rr&ur’ÎûÈe@ä.>ä!$yJy™$ydtøBr&4$¨Z­ƒy—uruä!$yJ¡¡9$#$u‹÷R‘‰9$#yxŠÎ6»|ÁyJÎ/$ZàøÿÏmur4y7Ï9ºsŒãƒÏ‰ø)s?͓ƒÍ“yèø9$#ÉOŠÎ=yèø9$#ÇÊËÈ  
Artinya: 12. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.

Semua penciptaan langit, bumi dan seisinya tidak main-main dan semua diciptakan dengan kebenaran. Allah berfirman, yang artinya: “dan tidaklah kami ciptakan langit, bumi dan apa yang diantara keduanya dan sia-sia. Kami menciptakan keduanya dengan kebenaran tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
I.          Nilai yang terkandung pada Lingkungan
Menurut Iqbal dengan merujuk pada al-Qur’an bahwa:
Pertama, alam semesta diciptakan bersifat teleologis atau bukan suatu ciptaan sekadarmain-main.
Kedua, Alam semesta bukan bersifat tertutup atau penciptaan yang sudah selesai dan alam semesta merupakan ciptaan yang tetap, tetapi asih bisa  berubah.
Ketiga, Alam semesta tercipta dengan teratur, tertib dengan perjalanan waktu yang teratur dan tepat yang dicontohkan oleh al-Qur’anmelalui pergantian siang dan malam sebagai salah satu tanda (ayat) kebesaran Tuhan.
Keempat, Alam semesta dengan ruang dan waktu yang terhampar luas ini diciptakan untuk kepentingan manusia dalam rangka beribadah dan nerenungkan ayat-ayatNya (tanda-tanda kebesaran-Nya).[21]
J.         Urgensi Adanya Lingkungan
Tujuan adanya lingkungan ini yaitu:
1.        Bahwa kita harus taat dan tunduk kepad Allah yang telah menciptakan alam semesta ini.
2.        Dalam konsep filsafat pendidikan Islam, alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam kehidupan ini dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan atau ayat-ayat. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia tidak pantas kalau kita mengagung-agungkan diri (sombong) padahal pepatah mengatakan di atas langit masih ada langit.
3.        Sebagai penentu adanya kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi
4.        Sebagai alat untuk memperkenalkan adanya pencipta dan yang dicipta
5.        Adanya dimensi kosmologik
6.        Adanya dimensi antropologik
7.        Adanya dimensi teologik yang mana ketiga dimensi itu bersinergi
8.        Untuk membenarkan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah SWT, hal ini juga dibuktikan dengan adanya ayat-ayat al-Qur’an yang memperkuat tentang adanya alam semesta.[22]


IV.   Analisis Pendidikan Karakter Islam melalui Lingkungan Wisata Lokal
Persoalan lingkungan hidup merupakan masalah manusia sepanjang masa. Sebab manusia dan lingkungan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Di samping itu juga memiliki saling keterkaitan di antara keduanya. Artinya manusia menentukan dan mempengaruhi lingkungan atau sebaliknya lingkungan yang mempengaruhi manusia.
Kait mengkait antara manusia dan lingkungannya melahirkan suatu interaksi yang mampu melahirkan sikap, pola pikir dan perbuatan yang kreatif bagi manusia, tempat manusia tumbuh dan berkembang baik dalam arti individual maupun sosial. Dengan interaksi itu akan terbentuk lingkungan sosial yang secara psikologik sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa, dan secara pedagogik akan tercipta insan mandiri dalam arti kata dewasa dalam berpikir, berperilaku dan bertindak.[23]
Kemampuan manusia meningkatkan kualitas alam ini membawa dampak kehidupan yang serasi dalam seluruh kawasan lingkungan hidup, terutama sekali dalam kehidupan manusia yakni lingkungan sosial/ budaya di samping dalam lingkungan fisik/ biologik, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan. Namun sebaliknya manusia tanpa kendali akal dan hati, apapbila dikuasai oleh hawa nafsu maka penurunan kualitas lingkungan terjadi oleh manusia.
Jadi makna keserasian lingkungan memiliki dimensi kosmologik, antropologik dan teologik.[24]Dimensi kosmologik dalam lingkungan hidup adalah adanya keserasian tata alam yang ada dalam kosmos yang terdiri dari adanya daya alam sebagai fenomena alami seperti, angin, udara, hujan termasuk juga air yang saling memiliki daya dukung kelangsungannya.
Dimensi antropologik adalah keterlibatan manusia dalam keberadaan lingkungan hidup baik terhadap alam (lingkungan fisik) maupun lingkungan biologik (tumbuhan dan hewan) begitu pula dalam konteks hubungan sesama manusia (lingkungan sosial budaya) dalam hal ini benturan perilaku manusia yang membentuk tumbuhnya masyarakat yang aman dan damai dirasakan manfaatnya oleh sesama manusia dalam segala bentuk aspek kehidupan.
Dimensi teologiknya adalah keterkaitan makhluk dalam kedudukannya sebagai makhluk dengan kholiq, yang dalam hal ini Alllah sebagai penciptanya. Pengertian yang lebih jauh bahwa tanpa maujud Allah maka kemungkinan ada ciptaan makhluk itu sendiri adalah mustahil. Artinya peranan Allah terhadap makhluk adalah dominan oleh karena itu makhluk dan kholiq merupakan dua wujud yang sangat berkaitan.
V.      PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Dengan demikian pengertian yang lebih luas dapat diangkat ke permukaan tentang lingkungan hidup yang serasi terletak pada keserasian hubungan alamiyah, manusiawiyah, dan ilahiyah yang diikat oleh makna kemanfaatan sebagai tujuan penciptaan. Artinya Allah menjadikan seluruh alam itu memiliki tujuan kemanfaatan atau adanya manfaat makhluk yang satu terhadap makhlauk yang lain. Hal ini merupakan sunnatullah, yang menjadi kausalitas atau saling sebab dan menyebabkan bagi setiap makhluk.
Keberadaan Allah sebagai al-Khaliq dan Rabb mengakibatkan terciptanya seluruh alam dan isisnya, termasuk manusia yang paling dominan dalam selururh elemen lingkungan hidup. Sedangkan keberadaan lingkungan fisik (alam) merupakan ajang kehidupan makhluk yang lainnya (tumbuhan dan hewan) yang berkeliaran. Begitu pula adanya tumbuh-tumbuhan pada hakekatnya sebagai sarana pemenuhan hajat manusia. Dan pada akhirnya eksistensi manusia merupakan sumber pengembangan seluruh lingkungan hidup. Manusialah yang paling dominan dalam kehidupan makhluk hidup yang dalam pemahaman al-Islam disebut dengan khalifah fil-ardh.
Dalam kedudukan manusia sebagai khalifah, manusia memiliki tugas menghidupsuburkan seluruh komunitas dalam ekosistem tentunya dengan persyaratan yang ketat harus memiliki ilmu pengetahuan sebagai olah ras dan akal. Hal ini tergambar di dalam al-Qur’an yang merupakan antisipasi pengembangan seluruh lingkungan hidup.
Oleh sebab itulah hendaknya manusia dapat menjalin hubungan yang baik terhadap Tuhannya, hubungan sesama manusia dan hubungan terhadap lingkungan (alam tempat tinggalnya). Sehingga mampu menjadi khalifah di bumi dan eksistensinya mampu bermanfaat bagi seluruh alam sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an.
VI.   Lampiran-lampiran
Gambar 1: di lapangan Sekolah Dasar 02 Lebakbarang Kab. Pekalongan
Gambar 2: Monumen Perjuangan Kec. Lebakbarang Kab. Pekalongan
Gambar 3: Hasil panen kopi yang masih dikeringkan dengan panas matahari
Gambar 4: Pengajian rutinan ibu-ibu desa Pandansari dan tadarus al-Qur’an
 
Gambar 5: Cuci sajadah Mushalla Pandansari di Kali Karang
Gambar 6: Jalan sehat anak-anak TPQ di pagi hari (Keliling Desa Pandansari)
Gambar 7: acara rutin ke maqbarah sesepuh desa Pandansari
Gambar 8: Mushalla Pandansari sebagai pusat pendidikan di Bulan Suci
Gambar 9: Hutan dan Sungai sebagai media dan tempat belajar/bermain
Gambar 10: memasukkan nilai-nilai ajaran agama pada adat sedekah bumi
Gambar 11: Anak didik Pandansari mencari dan membuka potensi alam
Gambar 12: menanamkan nilai berbagi dan kebersamaan dari masa kecil
Gambar 13: Generasi muda Desa Teropong belajar mencintai lingkungan alam sekitarnya
Gambar 14: Desa Wonosido menjadikan masjid sebagai pusat peribadatan dan kegiatan agama
Gambar 15: Calon pemimpin keluarga Teropong belajar Tadabur Alam dan mencari inspiratif dari lingkungan alam sekitarnya
Gambar 16: Generasi Muda Desa Teropong menjadikan mushalla sebagai pusat pendidikan di bulan Ramadhan dengan metode tutor sebaya
Gambar 17: Tidak sekedar teori spiritual namun langsung aplikasi dari pendidikan spiritual pada usia dini pada Desa Teropong
Gambar 18: Curug jlarang ada di antara desa Sido Mulyo dan Nambangan
Gambar 19: Curuk Cinde Pelangi di antara Desa Depok dan Wonosido
 









DAFTAR PUSTAKA

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (al-Baqarah: 164)

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1989), hlm. 16.

Hasil wawancara dengan Abdul Ghafar selaku pemuka agama desa Teropong Kec. Lebakbarang, pada pukul 09.00 wib, hari kamis, tanggal 2 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Ahmad Nasihin (selaku Pemuda Karang TarunaDepok) di Kediaman Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Senin, tanggal 6 Juni 2016, pukul 16.30 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Akhyar (selaku penyuluh yang tinggal di desa Karang Gondang) pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 09.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Efendi (selaku imam mushalla) di kediaman Desa Montong, kec. Lebakbarang pada hari kamis, 2 Juni 2016, pukul 13.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Juprianto (selaku sekdes) di kediaman Pedukuhan Gunung Sari, Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016, pukul 20.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Kanto selaku sesepuh di Kediaman Desa Wonosido, Kec. Lebakbarang pada pukul 10.00 wib, hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi (selaku penyuluh desa) di kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang, pada hari Ahad, tanggal 5 Juni 2016, pukul 16.00 wib.

Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi selaku sesepuh di kediaman Desa Pandansari, hari Kamis pada pukul. 11.15 wib, tanggal 2 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Bapak Slamet selaku ketua ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebakbarang di Kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang (desa terdekat yang ada di sekitar Kec. Lebakbarang) pada pukul 18.30 wib, hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016.

Hasil wawancara dengan Bapak Yuhanto (selaku pengelola kawasan wisata)  di Kantor Kecamatan pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 10.00 wib.

Imam Khanafie, 2013, Filsafat Islam (Pendekatan Tematik), Pekalongan: STAIN Press.
Lois Kattsoff, 1995, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Louis O Katsoff, 1989, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana.

M. Amin Abdullah, 1995, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

M. Bahri Ghazali, 2004, Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta: CV. Prasasti.

Musa Asy’ari, 2002, Filsafat Islam, Yogyakarta: Lesfi.

Soerjani, 1987, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, Jakarta: UI Press.


[1]Imam Kanafie, Filsafat Islam (Pendekatan Tematik), (Pekalongan: STAIN Press, 2013), hlm. 110.
[2]Imam Kanafie, Ibid, hlm. 112.
[3]Musa Asy’ari, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), hlm. 187.
[4]Louis O Katsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), hlm. 263.
[5]Imam Kanafie, op. cit., hlm. 112-113.
[6]Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi (selaku penyuluh desa) di kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang, pada hari Ahad, tanggal 5 Juni 2016, pukul 16.00 wib.
[7]Hasil wawancara dengan Bapak Slamet selaku ketua ranting Nahdhatul Ulama’ Kec. Lebakbarang di Kediaman Desa Sonje, Kec. Lebakbarang (desa terdekat yang ada di sekitar Kec. Lebakbarang) pada pukul 18.30 wib, hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016.
[8]Hasil wawancara dengan Bapak Kanto selaku sesepuh di Kediaman Desa Wonosido, Kec. Lebakbarang pada pukul 10.00 wib, hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016.
[9]Hasil wawancara dengan Abdul Ghafar selaku pemuka agama desa Teropong Kec. Lebakbarang, pada pukul 09.00 wib, hari kamis, tanggal 2 Juni 2016.
[10]Hasil wawancara dengan Bapak Rusydi selaku sesepuh di kediaman Desa Pandansari, hari Kamis pada pukul. 11.15 wib, tanggal 2 Juni 2016.
[11]Hasil wawancara dengan Bapak Efendi (selaku imam mushalla) di kediaman Desa Montong, kec. Lebakbarang pada hari kamis, 2 Juni 2016, pukul 13.00 wib.
[12]Hasil wawancara dengan Bapak Juprianto (selaku sekdes) di kediaman Pedukuhan Gunung Sari, Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016, pukul 20.00 wib.
[13]Hasil wawancara dengan Ahmad Nasihin (selaku Pemuda Karang TarunaDepok) di Kediaman Desa Depok, Kec. Lebakbarang pada hari Senin, tanggal 6 Juni 2016, pukul 16.30 wib.
[14]Hasil wawancara dengan Bapak Akhyar (selaku penyuluh yang tinggal di desa Karang Gondang) pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 09.00 wib.
[15]Hasil wawancara dengan Bapak Yuhanto (selaku pengelola kawasan wisata)  di Kantor Kecamatan pada hari Jum’at, tanggal 3 Juni 2016, pukul 10.00 wib.
[16]Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1989), hlm. 16.
[17]Soerjani, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, (Jakarta: UI Press, 1987), hlm. 3.
[18]Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (al-Baqarah: 164)
[19] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[20] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
[21]Lois Kattsoff, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995), hlm 71.
[22]Imam Kanafie, op. cit., hlm. 122.
[23]M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: CV. Prasasti, 2004), hlm. 1.
[24]M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 177.

BAB 1 Implementasi Pendidikan Akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan

$
0
0


BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan akhlak dalam Al-Qur’ân, salah satunya dapat diambil dari pemahaman terhadap surat al-Alaqayat 1-5, yang secara tekstual menyatakan perbuatan Allah SWT. dalam menciptakan manusia sekaligus membebaskan manusia dari kebodohan.[1]
Akhlak menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, sudah tentu etika yang baik dan mulia (akhlaqul karimah). Mengingat dengan etika akan membentuk watak bangsa yang berkarakter dan memiliki jati diri. Pada masa Presiden Soekarno ketika itu, dalam setiap kesempatan senantiasa mengingatkan tentang arti pentingnya “nation and character building (pembangunan bangsa dan karakter)”, karena dengan memiliki karakter, suatu bangsa akan dihargai dan diperhitungkan oleh bangsa manapun di dunia ini.[2]
Akhlak yang juga merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dengan Allah SWT, antara hamba dengan sesama, dan antara hamba dengan lingkungan serta antara jiwa hamba dan raganya sendiri. Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak.
Dengan demikian, pendidikan akhlakul karimah merupakan suatu tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yang sangat penting, yaitu sebagai berikut:[3]
1.         Kognitif, yang mana pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya.
2.         Afektif, yang mana pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.
3.         Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional ke dalam bentuk perbuatan yang kongret.
Ibn Maskawaih telah mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan adalah terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, yang disebutnya isabah al-khuluq as-syarif, yakni pribadi yang mulia secara substansial dan essensial, bukan kemuliaan yang terporal dan aksidental, seperti pribadi yang materialistis dan otokratis.[4]
Kemudian pendidikan akhlak yang dibangun secara terus-menerus akan lebih kuat mewujudkan tujuan kehidupan sosial meskipun dalam kenyataannya, kehidupan tidak berjalan mulus, selalu ada perilaku menyimpang, yaitu suatu perilaku yang diekspresikan oleh individu atau kelompok yang secara sadar atau tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku. Dengan cara mengawasi dan memperhatikan tingkah laku putra-putri dan anak didik yang menjadi tanggung jawab kita semua melalui penanaman tingkah laku yang baik secara lahir di lubuk hati mereka dan menjauhkan mereka dari tingkah laku yang tercela agar mereka menjadi orang yang terdidik dan beradab, yang berguna bagi nusa dan bangsa.[5]
Kepala madrasah MTs Nurul Islam menuturkan bahwa permasalahan pelajar dari hari ke hari mengalami peningkatan. Akhlak pelajar juga semakin menghawatirkan. Contohnya bolos sekolah padahal dari rumah pamit untuk berangkat sekolah tapi tidak sampai di sekolah, berani pada guru di sekolah, berkelahi antar teman, pengrusakan sarana prasarana sekolah dan pacaran. Banyak pula pelajar laki-laki dan perempuan berpegangan tangan padahal bukan muhrim, gaya berpakaian ala barat yang ketat serta memperlihatkan bentuk tubuh. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran agama, terlebih hal berakhlak dalam kehidupan sehari-hari.[6]
Kemudian pada awal observasi penelitian, peneliti menemukan beberapa permasalahan yang berkenaan dengan akhlak antara lain: masih banyak pelajar yang bercanda dan bersenda gurau saat melaksanakan ibadah baik dalam melaksanakan shalat maupun berdo’a, tidak disiplin waktu dalam belajar, masih ada pelajar yang tidak rapi dalam berpakaian, masih ada pelajar yang tidak bisa menghormati teman sejawatnya, masih ada pelajar yang membuang sampah tidak pada tempatnya, masih banyak pelajar yang tidak ikut serta dalam perawatan tanaman bunga yang ada di lingkungan madrasah melainkan memetik bunga seenaknya sendiri.[7]
Sebagaimana hasil wawancara dengan salah satu guru mapel Ta’lim (Akhlak dalam belajar) di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan mengatakan bahwa:
“banyak dari pelajar MTs Nurul Islam Krapyak yang belum dapat memahami dan mengaplikasikan isi kandungan akhlak pelajar yang ada.”[8]

Dari data di atas penulis akan meneliti tentang implementasi pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, yang mana tesis ini sebagai kajian ilmiah di bidang pendidikan agama Islam yang lebih menekankan dalam hal tujuan, materi, metode, proses dan evaluasi pendidikan akhlak pelajar di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimana implementasi (tujuan, materi, metode, proses dan evaluasi) pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan ?
2.    Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat proses implementasi pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan ?
C.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari beberapa permasalahan di atas, yaitu :
1.    Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kritis tujuan, materi, metode, proses dan evaluasi pendidikan akhlak  di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
2.    Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kritis faktor yang mendukung dan menghambat proses implementasi pendidikan akhlak  di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pendidikan agama Islam yang berkenaan dengan pendidikan akhlak dan sekaligus penambah hasanah perpustakaan perguruan tinggi.
Sedangkan Kegunaan penelitian ini adalah :
1.    Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan, informasi dan cakrawala ilmu yang berkenaan dengan kependidikan sebagai referensi yang berupa bacaan ilmiah dan khususnya dalam hal pengajaran dan mengimplementasikan pendidikan akhlak .
2.    Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi penulis, para pemerhati pendidikan, baik kalangan pengajar maupun masyarakat dalam mendidik dan membina akhlak pelajar.
Lebih khususnya bagi guru aqidah akhlak dan ta’lim agar bisa menjadi bahan evaluasi untuk penerapan pendidikan akhlakdi MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan. Sedangkan bagi madrasah, diharapkan bisa menjadi tolak ukur dalam upaya meningkatkan pendidikan akhlak pelajar di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.

D.      Kajian Pustaka
Adapun penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian yang akan penulis lakukan di antaranya sebagai berikut:
1.    Penelitian yang dilakukan oleh Rohimin (2052113010) tahun 2015 dalam tesisnya yang berjudul: “Implementasi Pendidikan Akhlak di SMA Negeri 1 Comal Kabupaten Pemalang”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan datanya yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis datanya menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pendidikan akhlak di SMA Negeri 1 Comal Kabupaten Pemalang terbagi menjadi dua yaitu terintegrasi dalam mata pelajaran PAI dan PKn serta dalam pembiasaan keteladanan para guru. Adapun materi pendidikan akhlaknya dengan membiasakan akhlak terpuji dan menghindari perilaku tercela serta membiasakan 3S (Senyum, Salam, dan Sapa). Sedangkan metode yang dipakai yaitu metode ceramah, tanya jawab, praktik, pembiasaan dan keteladanan. Kemudian evaluasinya dengan unjuk kerja dan tes tertulis serta peningkatan kedisiplinan melalui bimbingan konseling dan periksaan barang bawaan siswa.[9]
2.    Penelitian yang dilakukan oleh Musono (2052113008) tahun 2015 dalam tesisnya yang berjudul: “Pendidikan Akhlak Peserta Didik di MTs Muhammadiyah Batang”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (field research). Teknik pengumpulan datanya yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data deskriptif dengan teknik berfikir induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan akhlak di MTs Muhammadiyah Batang secara garis besar mencakup tiga sasaran yaitu akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap lingkungan. Dalam pembentukan akhlak perlu adanya pendidikan Islam yang mengarahkan akhlak tersebut.[10]
3.    Penelitian yang dilakukan oleh Eri Hendri Kusumo dalam tesisnya yang berjudul: “Implementasi Pendidikan Karakter Pada Kegiatan Ekstrakurikuler di SMAN 02 Kota Baru”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dikategorikan penelitian lapangan (field research). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sebagai wadah pengembangan potensi siswa, sebagai bekal berupa ketrampilan. Adapun nilai-nilai karakternya yaitu karakter disiplin, bertanggung jawab, dan bekerja sama. Nilai-nilai pada setiap kegiatan ekstrakurikuler secara psikologis sebagai hasil keterpaduan yaitu: olah hati, karakter yang dikembangkan berupa peduli lingkungan dan sosial, hidup sehat, disiplin, bertanggung jawab dan berjiwa Qur’ani.[11]
4.    Syarifahdalamtesisnyayang berjudul Faktor-Faktor Yang MempengaruhiPembentukanAkhlakDalamKalanganPelajarSekolah Menegah Umum(SMU)di Kota Medan.Penelitian ini merupakan penelitianlapangandengan pendekatanpenelitiankualitatif.Hasilpenelitianinimenunjukkanbahwafaktoryang mempengaruhipembentukanakhlakkalanganpelajardi KotaMedanialahpemberianpendidikanagamayangcukup,peranibu bapak,perananmediamassa,danmengisiwaktuluangdenganperkara-perkarayangberfaidah.[12]
5.    Penelitian yang dilakukan oleh Naili Qurrotul Aina dengan judul; “Implementasi Pendidikan Akhlak Anak Di Kalangan Keluarga Karyawan Perempuan PT. MFI Pekalongan Di Desa Sidorejo Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang”, penelitian ini membahas tentang pendidikan akhlak dalam keluarga karyawan PT MFI Pekalongan dengan menggunakan metode pendekataan kepustakaan (library research) dan teknik pengumpulan datanya dengan wawancara, observasi dan dokumentasi, teknik analisisnya dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pendidikan akhlak yang dilakukan oleh keluarga karyawan PT. MFI Pekalongan terhadap anak dalam kehidupan sehari-harinya dengan tujuan selamat di dunia dan akhirat. Materi pendidikan yang diajarkan adalah membiasakan anak untuk sholat, puasa, berperilaku yang baik, jujur, suka tolong menolong, dan patuh kepada orang tua dan membuang sampah pada tempatnya.[13]
6.    Penelitian yang dilakukan oleh Uun Fatkhunaji dengan judul tesis; “Implementasi Pendidikan Akhlak untuk Anak dalam Keluarga Guru PNS Di Desa Pegandon Karangdadap Pekalongan”, penelitian ini membahas tentang pendidikan akhlak anak dalam keluarga guru PNS di desa Pegandon Karangdadap Pekalongan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode wawancara dalam pengambilan datanya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya potret keberagaman guru PNS di Desa Pegandon di karangdadap pekalongan pada kategori cukup baik dan adanya peran orang tua dalam proses mengimplementasikan pendidikan akhlak di Desa Pegandong Karangdadap Pekalongan.[14]
7.    Penelitian yang dilakukan oleh Iliyaturrochimah dengan judul tesis; “Implementasi Metode Keteladanan dalam Pendidikan Akhlak Siswa MI Islamiyah Pretek Pecalungan Batang”, yang mengkaji tentang implementasi metode keteladanan dalam pendidikan akhlak siswa MI Islamiyah dengan pendekatan kualitatif yang memakai wawancara, observasi dan dokumentasi dalam pengambilan datanya. Hasil penelitian ini yaitu adanya penggunaan metode keteladanan yang dimulai dari dewan guru sebagai figur yang baik sehingga siswa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan MI Islamiyah Pretek Pecalungan.[15]
Untuk memudahkan dalam memahami persamaan dan perbedaan penelitian yang relevan dengan penelitian penulis, maka dibuatlah tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1
Persamaan dan Perbedaan (Orisinalitas Penelitian)
No
Peneliti (Judul)
Persamaan
Perbedaan
1
Rohimin (Implementasi Pendidikan Akhlak di SMA Negeri 1 Comal Kabupaten Pemalang)
Tema tentang implementasi pendidikan akhlak pelajar, merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan yaitu dokumentasi, wawancara dan observasi.
Analisis data peneliti yaitu teknik deskriptif analisis kritis, sedangkan Rohimin memakai teknik analisis deskriptif kualitatif. Objek penelitian yang peneliti lakukan di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonga sedangkan Rohimin di SMA N 1 Comal. Fokus kajian peneliti yaitu implementasi (tujuan, materi, metode, proses dan evaluasi) pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Keapyak, sedangkan Rohimin fokus pada bentuk, materi, metode dan evaluasi pendidikan akhlak di SMA N 1 Comal.
2
Musono (Pendidikan Akhlak Peserta Didik di MTs Muhammadiyah Batang)
Tema penelitian tentang pendidikan akhlak peserta didik di MTs. Jenis penelitian yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan datanya juga sama.
Analisis data peneliti yaitu teknik deskriptif analisis kritis, sedangkan Musono memakai teknik analisis data deskriptif dengan teknik berfikir induktif. Objek penelitian yang peneliti lakukan di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonga sedangkan Musono di MTs Muhammadiyah Batang. Fokus kajian peneliti yaitu implementasi pendidikan akhlak sedangkan Syarifah fokus pada sasaran pembentukan akhlak di MTs.
3
Eri Hendro Kusumo (Implementasi Pendidikan Karakter Pada Kegiatan Ekstrakurikuler di SMAN 02 Kota Baru)
Tema penelitian tentang implementasi pendidikan perilaku. Jenis penelitian yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif.
Objek penelitian yang peneliti lakukan di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonga sedangkan Eri Hendri Kusumo di SMA N 02 Kota Baru. Fokus kajian peneliti yaitu implementasi pendidikan akhlak sedangkan Eri Hendri Kusumo fokus pada Pendidikan Karakter Pada Kegiatan Ekstrakurikuler.
4
Syarifah (Faktor-Faktor  Yang MempengaruhiPembentukanAkhlakDalamKalanganPelajarSekolah Menegah Umum  (SMU) di Kota  Medan)
Tema penelitian tentang akhlak dalam kalangan pelajar. Jenis penelitian yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif.
Analisis data peneliti yaitu teknik deskriptif analisis kritis, sedangkan Syarifah memakai teknik analisis deskriptif kualitatif. Objek penelitian yang peneliti lakukan di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonga sedangkan Syarifah di Sekolah Menengah Umum (SMU) Kota Medan. Fokus kajian peneliti yaitu implementasi pendidikan akhlak sedangkan Syarifah fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pelajar SMU di Kota Medan.
5
Naili Qurrotul Aina dengan (Implementasi Pendidikan Akhlak Anak Di Kalangan Keluarga Karyawan Perempuan PT. MFI Pekalongan Di Desa Sidorejo Kecamatan Warungasem Kab. Batang)
Tema penelitian tentang pendidikan akhlak. Jenis penelitian yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Fokus kajian pada  implementasi pendidikan akhlak.
Analisis data peneliti yaitu teknik deskriptif analisis kritis, sedangkan Naili teknik analisisnya dengan teknik analisis deskriptif. Objek penelitian yang peneliti lakukan di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonga sedangkan Naili pada Kalangan Keluarga Karyawan Perempuan PT. MFI Pekalongan di Desa Sidorejo Kec. Warungasem Kab. Batang.
6
Uun Fatkhunaji (Implementasi Pendidikan Akhlak untuk Anak dalam Keluarga Guru PNS Di Desa Pegandon Karangdadap Pekalongan)
Tema penelitian tentang pendidikan akhlak. Jenis penelitian yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Fokus kajian pada  implementasi pendidikan akhlak.
Teknik pengumpulan data peneliti yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi sedangkan Uun dengan wawancara saja. Objek penelitian yang peneliti lakukan di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonga sedangkan Uun yaitu anak dalam keluarga guru PNS di Desa Pegandon Karangdadap Pekalongan.
7
Iliyaturrochimah (Implementasi Metode Keteladanan dalam Pendidikan Akhlak Siswa MI Islamiyah Pretek Pecalungan Batang)
Tema penelitian tentang pendidikan akhlak. Jenis penelitian yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu dokumentasi, interview dan observasi
Objek penelitian yang peneliti lakukan di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonga sedangkan Iliyatur di Siswa MI Islamiyah Pretek Pecalungan Batang. Fokus kajian peneliti yaitu implementasi pendidikan akhlak sedangkan Iliyatur fokus pada implementasi metode keteladanan dalam pendidikan akhlak siswa MI Islamiyah Pretek.
Sedangkan tesis yang penulis susun lebih pada implementasi pendidikan akhlak  di MTs Nurul Islam yang meliputi; perencanaan (tujuan, materi, metode), pelaksanaan (peran guru, teknik dan media), dan evaluasi dalam pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.

E.       Kerangka Teoritik
1.    Kajian Teori
Sebagaimana pengertian akhlak yang telah dinukil oleh Muchson dan Samsuri, bahwa Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.[16]
Selain itu menurut Ibn Miskawaih yang dikenal sebagai pakar bidang akhlak mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[17]Sedangkan teori pendidikan akhlak menurut Al-Khatib Al-Baghdadi; bahwa akhlak sebagai sesuatu yang sangat penting. Bahkan akhlak dijadikannya sebagai inti dan sekaligus identitas kehidupan.[18]
Kemudian aspek-aspek pendidikan menurut Ibn Taimiyah adalah; pertama, dilihat dari ruang lingkup belajar, tujuan pendidikan yang harus dirumuskan dalam tiga mantra capaian, yaitu kognitif (penguasaan ilmu), afektif (penguasaan akhlak), dan mantra psikomotorik (penguasaan ketrampilan). Kedua, dilihat dari segi pola mengajar.[19]
Agama  Islammempunyaitigacabangyangsalingberkaitan,yaitu akidah,syariat,danakhlak.Akhlakhendaknyamenciptakanmanusiasebagai makhlukyangtinggidansempurna,danmembedakannyadenganmakhluk-makhluklainnya.Akhlakhendakmenjadikanorangberakhlakbaik,bertindaktandukyangbaikterhadapmanusia,terhadapsesamamakhluk,danterhadapTuhan.
Harkatmanusiaditentukanolehakhlaknya.Akhlak  yang  sudah membentukmenjadikepribadianakanmemberikanjatidiriyangagung.Jatidiritidakterbentukdengansendirinya,tetapiperluadanyalangkah-langkah untukmengukirnya.Mengukirjatidiridiwaktukecilsepertimengukirbatu, butuhketekunantetapi hasilnyakukuhhingga  akhirhayat.[20]
Dalam berakhlak, manusia memiliki penggerak utama bagi kesadarannya, yaitu kesadaran yang membangkitkan seluruh potensial kreativitas manusia. Pembentukan akhlak manusia dalam kesadarannya ditopang oleh potensi akal atau rasio yang menggerakkan eleksitas perbuatan baik atau buruk.[21]
Hal ini dikarenakan, kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlak masyarakatnya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan bathinnya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan bathinnya.
Kejayaan seseorang terletak pada akhlaknya yang baik, akhlak yang baik selalu membuat seseorang menjadi aman, tenang dan tidak adanya perbuatan yang tercela. Seseorang yang berakhlak mulia selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dia melakukan kewajiban terhadap dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhan yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk lain, dan terhadap sesama manusia.[22]
2.    Kerangka Berpikir
Menghadapi semua permasalahan tersebut peran orang tua dan guru sangatlah penting di samping kesadaran dari para pelajar itu sendiri. Sebagai orang tua, memberikan perhatian dan kasih sayang adalah suatu keharusan, karena anak tidak sekedar butuh materi tetapi juga perlindungan dan kasih sayang orang tua sebagai penggerak semangat dikala putus asa. Sedangkan guru adalah pendidik dan pembimbing bagi anak didiknya untuk memiliki budi pekerti dan akhlak yang baik, karena yang dibutuhkan pelajar tidak hanya butuh pelajaran dari gurunya tetapi juga keteladanan yang baik dari gurunya. Selain itu, menurunnya moral bangsa yang  disebabkan minimnya figur panutan. Juga disebabkan  kelemahan generasi muda seperti kami ini yang tak banyak menguasai bahasa Arab. Sehingga tidak mampu membaca teks klasik yang sebenarnya terdapat banyak poin akhlak dalam kehidupan.
Oleh sebab itu, pendidikan akhlak diperoleh dengan meneladani sifat Rasulullah karena beliau adalah uswatun khasanah. Perbaikan akhlak melalui beberapa tahap, yaitu takhalli(pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji), dan tajalli (mendekatkan diri pada Allah). Sehingga dalam hal ini, diperlukan seorang guru atau mursyid untuk membimbing murid dalam menapak jalan spiritual.[23]
Sebagai alternatif yang bersifat preventiv, pendidikan diharapakan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa ini dalam berbagai aspek, serta dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa.
Rounded Rectangle: NilaiSebagaimana yang dinukil oleh Sutarjo Adi Susilo dalam bukunya yang berjudul; Pembelajaran Nilai-Karakter (Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif), disebutkan bahwa skema hubungan nilai-nilai pendidikan akhlak/ nilai/ sikap, tingkah laku dan kepribadian seseorang menurut Yvon Ambroise:













Rounded Rectangle: Kepribadian seseorang/ kelompok
 







Nilai menjadi acuan dalam menentukan sikap, dan sikap menjadi acuan dalam bertingkah laku.[24]
Melalui pendidikan akhlak yang diinternalisasikan di berbagai tingkat dan jenjang pendidikan, diharapkan krisis karakter bangsa ini bisa segera diatasi. Lebih dari itu, pendidikan akhlak sendiri merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Menurut pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003, disebutkan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 ini, dimaksudkan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas namun juga, berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.[25]
Untuk memudahkan dalam memahami kerangka berpikir dari penelitian ini, penulis membuat bagan gambar sebagai berikut:
Oval: Guru
























Oval: Prota, Promes, Silabus, RPP

Oval: KBM dengan Siswa


Oval: Guru mengevaluasi hasil KBM/Partisipan Siswa
Oval: Kepribadian seseorang/kelompok yang telah menjadi kebiasaan



Dalam bagan gambar tersebut seorang guru pada langkah awalnya yaitu melakukan perencanaan dengan membuat prota, promes, silabus, RPP yang didalamnya berisi materi, metode, media, dan komponen-komponen lain yang ada di konsep RPP tersebut. kemudian RPP itu dijadikan sebagai landasan dalam menyampaikan nilai-nilai pendidikan akhlak  sesuai dengan kondisi sehingga dapat meresap kepada pola sikap/kepribadian akhlak pelajar yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi kebiasaan akhlak yang baik, sungguhpun demikian seorang guru masih tetap melakukan evaluasi terhadap hasil implementasi atau aplikasi yang telah dilakukan oleh pelajar baik akhlak yang baik maupun akhlak yang buruk.

F.       Metode Penelitian
Metode penelitian adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk melukukan kegiatan penelitian yang mencakup:
1.    Desain Penelitian
a.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research), yang merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu, baik di lembaga dan organisasi kemasyarakatan maupun lembaga pemerintah, dengan cara mendatangi rumah tangga, perusahaan-perusahaan, dan tempat-tempat lainnya.[26]
Dalam hal ini berupaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis kritis tujuan, materi, metode, proses dan evaluasi pendidikan akhlak dalam menyelesaikan persoalan akhlak pelajar di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
b.   Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yang merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami dan dilakukan di lapangan.[27]Dengan pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan suatu gambaran mengenai bagaimana tujuan, materi, metode, proses dan evaluasi pendidikan akhlak  di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan serta faktor yang mendukung maupun menghambat implementasi pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
2.    Sumber Data Penelitian
a.    Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukur atau pengambilan data langsung pada sumber objek sebagai sumber informasi atau yang merupakan sumber data yang diperoleh dari sumber utama.[28] Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah guru mata pelajaran aqidah akhlak dan mapel Ta’lim (Tanbīhul Muta’allim) serta  peserta didik di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
b.   Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber pendukung.[29]Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.[30]
Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini antara lain; kepala madrasah, wakasek kurikulum, wakasek pengembangan dan sapras, wakasek kesiswaan, guru PKn, guru BK, kepala TU dan Stafnya di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
3.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data, data yang terkumpul digunakan sebagai bahan analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a.    Metode Dokumentasi
Teknik pengumpulan datanya menggunakan cara dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, tetapi melalui dokumen.[31]Metode ini digunakan untukmengumpulkandatadari  dokumen-dokumen seperti buku-buku yang ada di perpustakaan. Selain itu, teknik ini juga digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan gambaran umum MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan seperti tentang sejarah berdirinya, profil, struktur organisasi, data pendidik Ta’lim, data pelajar, sarana prasarana dan foto-foto kegiatan pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
b.   Metode Observasi
Observasi merupakan teknik pengamatan dan pencatatan sistematis dari fenomena-fenomena yang diselidiki.[32]Metode ini dilakukan dengan mengamati peran guru dalam kegiatan pendidikan akhlak dan aktivitas akhlak peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas yaitu lingkungan madrasah MTs Nurul Islam sehingga mengahsilkan data yang valid.
c.    Metode Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada responden dan mencatat atau merekam jawaban-jawaban responden.[33]Metode ini digunakan untuk mengungkapkan data di antaranya; tujuan, materi, metode, proses, dan evaluasi pendidikan akhlak, serta faktor yang mendukung dan menghambat implementasi pendidikan akhlak  di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, yang mana metode ini pada pelaksanaannya ditujukan kepada guru mata pelajaran aqidah akhlak dan mapel Ta’lim (Tanbīhul Muta’allim), peserta didik serta kepala madrasah, wakasek kurikulum, wakasek pengembangan dan sapras, wakasek kesiswaan, guru PKn, guru BK, kepala TU dan Stafnya di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
4.    Teknik Analisis Data
Untuk mendapatkan hasil yang relevan dengan data yang didapatkan, maka diperlukan ketelitian dan kejelian dalam menganalisis data. Analisis data yaitu mengelompokkan, membuat suatu urutan manipulasi, serta menyingkat temuan data sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami oleh pembaca dari kalangan manapun.
Dalam hal ini, teknik analisis yang digunakan adalah teknik deskriptif analisis kritis, yang menekankan analisisnya dalam bentuk kata-kata, subyek maupun tertulis pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang di amati. Dari penelitian ini akan diperoleh suatu data deskriptif yang menggambarkan suatu karakteristik mengenai bidang tertentu.[34]
Dalam hal ini, penulis menggunakan model Hubberman dan Matthew Miles yang dikutip oleh Anis Fuad dan Kandung Sapto dengan judul buku; “Panduan Praktis Penelitian Kualitatif” yang menjelaskan bahwa terdapat tiga hal utama dalam analisis data kualitatif secara interaktif, yakni reduksi data (proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tulisan lapangan, di mana reduksi data berlangsung secara terus menerus selama penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung), penyajian data (sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan yang terus berkembang menjadi sebuah siklus dan penyajian data bisa dilakukan dalam sebauah matrik), dan verifikasi (penarikan kesimpulan).[35]

Pengumpulan Data
 
Untuk memudahkan dalam memahami model tersebut, dapat disimpulkan melalui skema di bawah ini:


 










Sedangkan dalam melakukan uji validitas, penulis menggunakan uji validitas triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik sumber kepercayaan suatu informasi.[36]Dalam hal ini dapat dicapai dengan jalan antara lain:
a.         Membandingkan data hasil pengamatan kondisi lapangan di MTs Nurul Islam Krapyak dengan data hasil wawancara narasumber
b.         Membandingkan apa yang dikatakan narasumber di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi
c.         Membandingkan hasil wawancara narasumber dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
G.      Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan tesis ini terdiri dari lima bab dan dari setiap bab dibagi menjadi sub-sub bab. Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Pendidikan akhlak, yang meliputi: definisi pendidikan akhlak, sumber-sumber pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, urgensi pendidikan akhlak, macam-macam pendidikan akhlak; dan Langkah-langkah implementasi pendidikan akhlak, yang meliputi: konsep takhalli (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), konsep tahalli (pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji), dan konsep tajalli (mendekatkan diri pada Allah); serta konsep pendidikan akhlak tokoh-tokoh modern; kemudian, hubungan pendidikan akhlak terhadap spiritualisme, sikap, pengetahuan dan skill pelajar.
Bab III Implementasi pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, sub bab pertama membahas tentang Gambaran Umum MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan  yang meliputi; sejarah berdirinya, profil, visi dan misi, struktur organisasi, keadaan pendidik dan peserta didik serta sarana dan prasarana MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, sub bab kedua tentang Implementasi pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam yang meliputi; perencanaan (tujuan, materi dan metode), pelaksanaan (proses) yang meliputi: peran guru pendidikan akhalak, teknik pendidikan akhlak dan media pendidikan akhlak serta hasil evaluasi selama penerapan pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, sub bab ketiga tentang faktor yang mendukung dan menghambat implemetasi pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam, yang meliputi faktor pendukung dan faktor penghambat.
Bab IV Analisis implementasi pendidikan akhlak di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalonganyang meliputi; analisis perencanaan (tujuan, materi dan metode), analisis pelaksanaan (proses meliputi peran komponen dan media pendidikan akhlak), dan analisis hasil evaluasi penerapan pendidikan akhlak  di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, dan analisis faktor yang mendukung dan menghambat proses penerapan pendidikan akhlak  di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan.
Bab V Penutup merupakan bab terakhir yang berisi tentang simpulan dan saran-saran.









DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif al-Quran. Jakarta: Amzah.

Adi Susilo,Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai-Karakter (Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ahmad Saebani, Beni dan Hamid, Abdul. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.

Ali Abdul Halim Mahmud. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press.

Alwan Khoiri, dkk. 2005. Akhlak/ Tasawuf. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.

Azwar, Sarifuddin. 1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.

Cahya Sabiq Dhul Fahmihaq, Cahya. 2015. Pemikiran Imam al-Ghazali tentang pendidikan akhlak dan relevansinya dengan pendidikan akhlak Modern. Tesis. Perpustakaan: STAIN Pekalongan di Era.

Eri Hendro Kusumo, Eri. 2015. ImplementasiPendidikanKarakterPadaKegiatanEkstrakurikulerdi SMAN02  KotaBaru. Jurnal. Perpustakaan: UIN Malang.

Fatkhunaji, Uun. 2015. Implementasi Pendidikan Akhlak untuk Anak dalam Keluarga Guru PNS Di Desa Pegandon Karangdadap Pekalongan. Tesis. Perpustakaan: STAIN Pekalongan..

Fuad, Anis. dan Sapto, Kandung. 2014. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hadi, Sutrisno. 1989. Metodologi Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Husain Al-Habsyi. Tt. Kamus Al-Kautsar, Surabaya: Assegaf.

Iliyaturrochimah. 2015. Implementasi Metode Keteladanan dalam Pendidikan Akhlak Siswa MI Islamiyah Pretek Pecalungan Batang. Tesis. Perpustakaan: STAIN Pekalongan.
Istighfarotur Rahmaniyah. 2010. Pendidikan Etika (Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang Pendidikan). Malang : Aditya Media.

Khasanah, Uswatun. 2016. Indahnya Hidup dengan Akhlaku Karimah, artikel dalam majalah SMAHA. Pekalongan: Majalah SMAHA.

Mahmud. 2011. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Maisur Sindi al-Thursidi, Ahmad. 1418 H. Tanbīhul Muta’allim. Semarang: Karya Toha Putra.

Mubarok, Achmad dan Yaqin, Syamsul. 2011. Buku  Seri  Akhlak  Mulia MengukirJatiDiri. Bandung.PT.ImperialBhakti Utama.

Muchson dan Samsuri, 2013. Dasar-Dasar Pendidikan Moral. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Naili Qurrotul Aina. 2014. Implementasi Pendidikan Akhlak Anak Di Kalangan Keluarga Karyawan Perempuan PT MFI Pekalongan Di Desa Sidorejo Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang, Tesis (Perpustakaan: STAIN Pekalongan.

Nur Hidayat. 2013. Akhlak Tasawuf  Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Observasi, di Madrasah Nurul Islam dan Ponpes al-Hadi serta Madrasah Diniyah al-Mubarok, Pekalongan, pada tanggal 15 Juli 2016.

Observasi, di Mushalla Nurul Islam, di ruang kelas saat belajar, dan di area lingkungan MTs Nurul Islam, pada tanggal 25 Juli 2016.

Qurrotul Aina, Naili. 2014. Implementasi Pendidikan Akhlak Anak Di Kalangan Keluarga Karyawan Perempuan PT MFI Pekalongan Di Desa Sidorejo Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang. Tesis. Perpustakaan: STAIN Pekalongan.

Soejono dan Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan Penerapan.Jakarta: PT, Rineka Cipta.

Surachmad, Winarno. 1993. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Umam Wibowo, Nailul. 2003. Pendidikan Tasawuf: Studi Komparatif Pemikiran al-Ghazali dan Nasr. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Suruakarta, Fakultas Agana Islam.

Wawancara pribadi kepada Bapak Safruddin, Guru Kitab Tanbīhul Muta’allim di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, Pada tanggal 23 Juli 2016, di ruang tamu.

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 16.
[2]Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika (Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang Pendidikan), (Malang : Aditya Media, 2010), hlm. 2-4.
[3]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 7.
[4]Ibn Maskawaih, “Tahzib”, … hlm. 3. Dalam Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004). hlm. 282.
[5]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 152.
[6]Mislailatun Nikmah, Kepala MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, Wawancara, (Pekalongan, 23 Juli 2016).
[7]Kondisi Akhlak Peserta Didik di Mushalla Nurul Islam, di ruang kelas saat belajar, dan di area liangkungan MTs Nurul Islam, Observasi, (Pekalongan, 25 Juli 2016).
[8]Safruddin, Guru Mapel Ta’lim di MTs Nurul Islam Krapyak Pekalongan, Wawancara, (Pekalongan, 23 Juli 2016).
[9]Rohimin, “Implementasi Pendidikan Akhlak di SMA Negeri 1 Comal Kabupaten Pemalang,” TesisMagister Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2015), hlm. iv.
[10]Musono, “Pendidikan Akhlak Peserta Didik di MTs Muhammadiyah Batang,” Tesis Magister Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2015), hlm. v.
[11] Eri Hendro Kusumo, “ImplementasiPendidikanKarakterPadaKegiatanEkstrakurikulerdi SMAN02  KotaBaru,” Tesis Magister Pendidikan Agama Islam, (Malang: UIN Malang, ), hlm. xii.
[12]Syarifah,Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembentukan akhlak dalam Kalangan Pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU) di Kota Medan,” Tesis,(Malaysia:Universiti UtaraMalaysia,KedahDarul Aman, 2011), hlm.114.
[13]Naili Qurrotul Aina, “Implementasi Pendidikan Akhlak Anak Di Kalangan Keluarga Karyawan Perempuan PT MFI Pekalongan Di Desa Sidorejo Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang,” Tesis Magister Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2014), hlm. ix.
[14]Uun Fatkhunaji, “Implementasi Pendidikan Akhlak untuk Anak dalam Keluarga Guru PNS Di Desa Pegandon Karangdadap Pekalongan,” Tesis Magister Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2015), hlm. x.
[15]Iliyaturrochimah, “Implementasi Metode Keteladanan dalam Pendidikan Akhlak Siswa MI Islamiyah Pretek Pecalungan Batang,” TesisMagister Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2015), hlm. ix.
[16]Muchson dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral,(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 1.
[17]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 14.
[18]Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), hlm. 297.
[19]Mahmud, ibid, hlm. 298.
[20] Achmad Mubarok dan Syamsul  Yaqin,Akhlak  Mulia MengukirJatiDiri, (Bandung.PT.ImperialBhakti Utama, 2011), hlm. iii.
[21]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 226.
[22] M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Quran,(Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 1.
[23]Cahya Sabiq Dhul Fahmihaq, “Pemikiran Imam al-Ghazali tentang pendidikan akhlak dan relevansinya dengan pendidikan akhlak di Era Modern,” Tesis Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2015), hlm. 12.
[24] Sutarjo Adi Susilo, Pembelajaran Nilai-Karakter (Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif), hlm. 69.
[25] Agus Wibowo, Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012),hlm. 19.
[26] Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 31.
[27]Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan,ibid., hlm. 89.
[28] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 91.
[29] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, ibid., hlm. 91.
[30] Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, op., cit., hlm. 146.
[31] Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, op., cit., hlm. 168.
[32] Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, loc., cit., hlm. 168.
[33] Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, op., cit., hlm. 173.
[34]Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, op., cit., hlm. 5.
[35] Anis Fuad dan Kandung Sapto, Panduan Praktis Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 63-64.
[36]Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), cet. ke 20, hlm. 331.

BAB II Teori Pendidikan Akhlak

$
0
0


BAB II
PENDIDIKAN AKHLAK
1.        Pendidikan Akhlak
a.    Definisi Pendidikan Akhlak
Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.[1]Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluqini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicoskemudian berubah menjadi etika.[2]
Dalam kamus Al-Munjid, khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.[3]Akhlak diartikan sebagai ilmu tata krama,[4] ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila.
Dilihat dari sudut istilah (terminologi), para ahli berbeda pendapat, namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat-pendapat ahli tersebut dapat dihimpun sebagai berikut:
1.         Abdul Hamid mengatakan bahwa akhlak ialah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk keburukan.[5]
2.         Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[6]
3.         Ibn Maskawaih mendefinisikan bahwa akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari).[7]
4.         Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya, apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhlâqul karîmah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlâqul madzmûmah.[8]
5.         Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak ialah ilmu yang objeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.[9]
6.         Asmaran AS mengatakan akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia dan makhluk sekelilingnya.[10]
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak yaitu suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian, sehingga dari sini dapat timbul berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran baik perbuatan manusia terhadap Tuhan, manusia terhadap manusia, dan manusia terhadap makhluk yang lainnya. Selain itu, dari definisi tersebut terdapat sebuah anjuran bahwa akhlak merupakan hasil dari adanya suatu proses pendidikan karena akhlak tidak terbentuk secara tiba-tiba namun perlu adanya bimbingan dan arahan.
Pendidikan akhlak merupakan usaha-usaha dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pendidikan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa anak adalah hasil usaha pembinaan, pendidikan bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, patah hati, hati nurani, dan instuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.[11]
Selain itu pendidikan akhlak juga merupakan usaha dalam mendidik dan melatih berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia dengan program rancangan pendidikan dan pembinaan akhlak yang baik dan sistematik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, sehingga akan menghasilkan anak didik yang baik akhlaknya.[12]
Dalam Al-Qur’ânSurah Ar-Ra’d ayat 11, disebutkan bahwa:
 žcÎ)©!$#ŸwçŽÉitóãƒ$tBBQöqs)Î/4Ó®Lym(#rçŽÉitóãƒ$tBöNÍkŦàÿRr'Î/3!#sŒÎ)uryŠ#u‘r&ª!$#5Qöqs)Î/#[äþqߙŸxsù¨ŠttB¼çms94$tBurOßgs9`ÏiB¾ÏmÏRrߊ`ÏB@A#urÇÊÊÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d: 11)[13]

Sedangkan dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Perbaikilah akhlak kamu”. Ini menunjukkan bahwa akhlak yang buruk dapat dirubah dan dididik sehingga menjadi akhlak yang baik. Karena seandainya akhlak itu tetap seperti awal penciptaannya tanpa dapat mengalami perubahan apapun, maka sudah tentu Rasul tidak akan menyuruh umat Islam untuk memperbaiki akhlak mereka.[14]
Pendidikan akhlak dalam penelitian ini yaitu nilai suatu konsep akhlak sebagai proses untuk mengubah sikap dan tata laku pelajar dalam mendewasakan dirinya agar mampu hidup bersosial dengan baik di masyarakat demi mendapatkan kemuliaan yang setinggi-tingginya.
b.   Sumber-Sumber Pendidikan Akhlak
Sumber pendidikan akhlak ialah Al-Qur’ân dan Al-Hadits. Tingkah laku Nabi Muhammad merupakan contoh suri teladan bagi umat manusia semua, hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firmannya:
ô‰s)©9tb%x.öNä3s9’ÎûÉAqߙu‘«!$#îouqó™é&×puZ|¡ym`yJÏj9tb%x.(#qã_ötƒ©!$#tPöqu‹ø9$#urtÅzFy$#tx.sŒur©!$##ZŽÏVx.ÇËÊÈ  
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzâb: 21).[15]

Tentang akhlak pribadi Rasulullah dijelaskan pula oleh ‘Aisyah ra. diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dari ‘Aisyah ra. berkata: “Sesungguhnya Akhlak Rasulullah itu adalah Al-Qur’ân.” (HR. Muslim). Hadits Rasulullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau, merupakan sumber akhlak yang kedua setelah Al-Qur’ân. Segala uacapan dan perilaku beliau senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah,dalam firmannya:
$tBurß,ÏÜZtƒÇ`tã#“uqolù;$#ÇÌÈ   ÷bÎ)uqèdžwÎ)ÖÓórur4ÓyrqãƒÇÍÈ  
Artinya: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’ân) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4)[16]

Jika telah jelas bahwa Al-Qur’ân dan Al-Hadits adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber pendidikan akhlâqul karîmah dalam ajaran Islam yang paling mulia untuk memperoleh kebahagiaan yang hakiki.
c.    Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan pendidikan akhlak yaitu melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, yang dikenal dengan al-Ghunyah, dalam bahasa Inggris disebut, the high goal, dalam bahasa Indonesia disebut dengan ketinggian akhlak. Ketinggian akhlak diartikan sebagai meletakkan kebahagiaan pada pemuasan nafsu makan minum dan syahwat dengan cara yang halal. Al-Ghazali menyebutkan bahwa ketinggian akhlak merupakan kebaikan tertinggi. Kebaikan-kebaikan dalam kehidupan semuanya bersumber pada empat macam yaitu:
1.         Kebaikan jiwa yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, berani dan adil.
2.         Kebaikan dan keutamaan badan yakni sehat, kuat, tampan dan usia panjang.
3.         Kebaikan eksternal yaitu harta, keluarga, pangkat dan nama baik.
4.         Kebaikan bimbingan (taufiq dan hidayah) yaitu petunjuk Allah, bimbingan Allah, pelurusan dan penguatannya.
Jadi tujuan pendidikan Akhlak diharapkan untuk dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi pelakunya sesuai ajaran al-Qur’an dan Hadits. Hal ini dapat juga dilihat dari segi tujuan akhir setiap ibadah adalah pembinaan takwa. Dalam bertaqwa mengandung arti perintah dan larang. Ini menunjukkan adanya akhlaqul karimah(akhlak yang mulia), perbuatan yang baik, dan budi yang luhur dalam jiwa yang bertaqwa..[17]
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional secara eksplisit dasar, fungsi dan tujuan dinyatakan pada Pasal 3 bahwa tujuan pendidikan nasional anatara lain adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak mulia atau bermoral tinggi. Akan tetapi, rumusan yang bersifat normatif tersebut tidak secara nyata diimplementasikan dalam kurikulum maupun kebijakan pendidikan nasional kita. Dalam ketidakjelasan sosok pendidikan moral dalam struktur kurikulum, masyarakat pada umumnya memandang Pendidikan Kewarganegaraan sebagai representasi pendidkan moral.
Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik jasmani dan rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi saleh, pribadi berkualitas secara skill, kognitif, dan spiritual.[18]
Tujuan pendidikan akhlak yang dimaksud dalam penelitian ini ialah akhlak atau karakter yang terbentuk atas dasar prinsip ketundukan, kepasrahan dan kedamaian sehingga mampu tertanam di dalam jiwa para pencari ilmu atau pelajar.
d.   Urgensi Pendidikan Akhlak
Akhlak merupakan garis pemisah antara yang berakhlak dengan yang tidak berakhlak, akhlak juga merupakan roh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak bernyawa. Dan yang paling penting lagi akhlak adalah nilai yang menjamin keselamatan kita dari siksa api neraka.
Ahmad Syauqy dalam sya’irnya;
إِنَّمَا الْأُمَمُ الْأخْلَاقُ مَابَقِيَتْ         *        فَإِنْ هُمْ ذَهَبَتْ أَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوْا
Artinya: “Suatu bangsa akan abadi dan jaya bila budi akhlak masih ada padanya, bangsa itu akan hancur dan binasa bila akhlak dan budi telah tiada”.[19]

Ilmu akhlak tidak memberi jaminan seseorang menjadi baik dan berbudi luhur. Namun mempelajari akhlak dapat membuka mata hati seseorang untuk mengetahui yang baik dan buruk. Orang yang baik akhlaknya biasanya banyak memiliki teman sejawat dan sedikit musuhnya, seperti ungkapan ahli: “seribu kawan masih kurang, akan tetapi satu musuh terlalu banyak”.[20]
Adanya fenomena yang harus dicermati dan dicarikan solusi. Munculnya mall di kota-kota besar, satu sisi membuat orang betah berbelanja di ruang-ruang sejuk yang sarat dengan dagangan tertata rapi dan warna-warni, tetapi di sisi lain sebagian mall mulai difungsikan untuk mejeng bagi pemuda-pemudi dan mencari sasaran pasangan sesaat dengan imbalan materi maupun kepuasan badani. Menghadapi kenyataan ini gerakan bina moral serentak untuk menanamkan akhlak karimah serasa tidak dapat ditunda lagi.[21]
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Dalam masyarakat, tuntutan akan guru yang berprilaku ideal dan paripurna merupakan suatu keniscayaan dan kebutuhan mendesak, seiring keinginan dan tuntutan pendidikan yang melahirkan anak bangsa dan generasi penerus bangsa yang berakhlak dan bertaqwa. Hal ini disebabkan pada era sekarang kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal dan profesional juga berakhlak mulia tidak bisa ditawar-tawar lagi. Di sisi lain Sumber Daya Manusia yang akan diciptakan bukan sekedar robot yang bisa melakukan apa saja, tanpa melihat siapa yang dihadapinya. Namun, dituntut punya akhlak, keteladanan dan kewibawaan dalam semua aktivitas dari seluruh perilaku SDM-nya dalam melakukan sasaran pelayanan sehingga benar-benar tepat dan berdaya guna.[22]
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
Artinya: “Sungguh Aku (Nabi Muhammad) diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak.”[23]

e.    Macam-Macam Pendidikan Akhlak
Dengan tiga langkah metode sufistik itulah, dapat dijelaskan secara lebih rinci bahwa akhlak secara umum terdiri atas dua macam, yaitu sebagai berikut:[24]
1.         Akhlak terpuji atau akhlak mulia yang disebut dengan al-Akhlak al-Mahmudah atau al-Akhlaq al-Karimah; yaitu akhlak yang dikehendaki oleh Allah SWT. dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Akhlak ini dapat diartikan sebagai akhlak orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Orang-orang yang terpuji adalah yang memulai setiap tindakan dan perilaku dengan membaca bismillah, selalu bertekad kuat hanya untuk beribadah dan meminta pertolongan kepada Allah SWT. agar dibimbing ke jalan yang lurus, jalan yang penuh nikmat dan ridha-Nya.
2.         Akhlak tercela atau akhlak yang dibenci, yakni disebut al-Akhlak al-Madzmumah; yaitu akhlak yang dibenci oleh Allah SWT. sebagaimana akhlak orang-orang kafir, orang-orang musyrik dan orang-orang munafik. Akhlak orang-orang tercela adalah orang-orang yang berperilaku atas nama selain Allah SWT. orang-orang yang menghambakan diri pada hawa nafsunya. Orang-orang yang selalu berada di jalan yang bengkok, yaitu jalan yang menuju neraka, jalan yang nikmatnya sementara, dan jalan yang dibenci oleh Allah SWT.
Sedangkan Ahmad Azhar Basyir menyebutkan cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk penghuni, dan yang memperoleh bahan kehidupannya dari alam, serta sebagai makhluk ciptaan Allah. Dengan kata lain, akhlak meliputi akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak sosial, akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap alam. Dalam islam, akhlak (perilaku) manusia tidak dibatasi pada perilaku sosial, namun juga menyangkut kepada seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Oleh karena itu konsep akhlak islam mengatur pola kehidupan manusia yang meliputi:[25]
1.         Hubungan antara manusia dengan Allah seperti akhlak terhadap Tuhan.
2.         Hubungan manusia dengan sesamanya.
Hubungan manusia dengan sesamanya meliputi hubungan seseorang terhadap keluarganya maupun hubungan seseorang terhadap masyarakat, seperti akhlak terhadap tetangga, akhlak terhadap tamu, akhlak terhadap suami, akhlak terhadap anak, dan akhlak terhadap sanak keluarga.
3.         Hubungan manusia dengan lingkungannya.
Akhlak terhadap makhluk lain seperti akhlak terhadap binatang, akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan, dan akhlak terhadap alam sekitar.
4.         Akhlak terhadap diri sendiri.
Akhlak terhadap diri sendiri seperti akhlak terhadap jasmani yaitu dengan menjaga kesehatan tubuh agar dapat digunakan untuk hal-hal kebaikan, dan akhlak terhadap rohani yaitu agar senantiasa menjaga nama baik diri sendiri.
2.        Langkah-langkah Implementasi Pendidikan Akhlak
a.    Konsep Takhalli
Takhallimerupakan langkah pertama yang harus dijalani seseorang dalam pendidikan akhlak, yaitu usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Hal ini dapat dicapai dengan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.[26]
Orang-orang yang menganut aliran tasawuf akhlaqi lebih mengutamakan pendekatan-pendekatan tertentu untuk menggapai kecintaan kepada Allah SWT pada dirinya. Sebagai langkah awal adalah dengan takhalli yaitu mengosongkan diri dari akhlak tercela serta memerdekakan jiwa dari hawa nafsu duniawi yang akan menjerumuskan manusia ke dalam kerakusan dan bertingkah layaknya binatang.[27]
Yang dimaksud dengan takhalli itu sendiri ialah mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi dengan dengan cara menjauhkan diri dari maksiat dan berusaha menguasai hawa nafsu. Takhalli (membersihkan diri dari sifat tercela) oleh sufi dipandang penting karena semua sifat-sifat tercela merupakan dinding-dinding tebal yang membatasi manusia dengan Tuhannya. Oleh karena itu, untuk dapat mendalami tasawuf seseorang harus mampu melepaskan diri dari sifat tercela dan mengisinya dengan akhlak-akhlak terpuji untuk dapat memperoleh kebahagiaan yang hakiki.[28]
Dalam proses penyucian jiwa, secara psikologis ada dua macam ketidaksadaran, yang pertama berasal dari qalb dan yang kedua bersumber dari hawa nafsu atau nafs amarah. Ketidaksadaran dalam hati manusia, menurut sufisme adalah cermin Ilahi yang di dalamnya termuat rahmat. Cermin tersebut harus dibersihkan dari godaan alamiyah dan dunia materi, sehingga benar-benar bersih dan dapat memancarkan cahaya kebenaran.
b.   Konsep Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli ini dilakukan setelah jiwa dikosongkan dari akhlak-akhlak jelek.[29]
Tahalli juga sebagai upaya mengisi jiwa dengan akhlak yang terpuji. Setelah jiwa dikosongkan, otak dicuci, tindakan nafsu setan dibombardir agar manusia kembali pada fitrahnya. Saat itulah jiwa dan otaknya diisi dengan pesan Ilahi dengan mempertahankan tingkah laku yang terpuji. Hidup penuh dengan tuntunan dan tuntutan Ilahi sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Cara terbaik untuk melakukan tahalli adalah tidak berhenti bertobat dari segala perbuatan nista. Manusia harus menyesali perbuatannya, berjanji dalam jiwanya tidak akan mengulangi perbuatan nista, dan memperbanyak perbuatan baikyang dikehendaki oleh Allah SWT. Manusia yang bertobat sebaiknya melakukan hijrah nafsiah yaitu suatu perpindahan kejiwaan yang cenderung berbuat mengikuti ajakan setan menuju kejiwaan yang cenderung pada seruan Allah SWT. dan Rasulullah SAW. Bertobat adalah melakukan proses inabah, yaitu selalu memposisikan diri pada tempat yang dipenuhi keberkahan Allah SWT. Bertobat juga merupakan proses aubah, yaitu menguatkan rasa cinta dan kerinduan kepada Allah SWT. dengan meninggalkan semua bentuk perbuatan yang haram dan dibenci Allah SWT. Sebuah penyesalan yang didasarkan pada kecintaan yang sejati untuk Al-Khaliq.
Setelah manusia bertobat dan menyesali perbuatannya, kehidupannya harus lebih berhati-hati. Akhlaknya terus dibangun oleh rasa takut dan rasa cemas kalau-kalau ia akan kembali berbuat dosa. Sebaliknya, ia akan terus-menerus berharap dapat meningkatkan kehidupannya menuju pada kehidupan yang lebih baik, meningkatkan akhlakul karimah-nya dengan menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasa takut dan penuh harap oleh seorang sufi, yaitu Hasan al-Bashri (wafat tahun 110 H) disebut dengan khouf dan raja’. Kecemasan atau rasa takut dan penuh harap sebaiknya dilengkapi oleh sifat zuhud, yaitu sifat manusia yang tidak mau diperbudak oleh hawa nafsu dan kehidupan duniawi semata. Nafsu duniawi banyak menyilaukan mata manusia. Ada tiga hal yang perlu dikendalikan dan diatur dengan baik, yaitu: harta, tahta dan wanita.[30]
Tahalli di sini maksudnya adalah menghiasi/mengisi diri dari sifat dan sikap serta perbuatan-perbuatan yang baik. Dengan kata lain, sesudah mengosongkan diri dari sifat yang tercela (takhalli), maka usaha itu harus berlanjut terus ke tahap tahalli (pengisian jiwa yang telah dikosongkan tadi).
Adapun sikap-sikap yang dapat dibiasakan ialah sebagai berikut:[31]
1.         Taubat (at-Taubah)
Al-Ghazali mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan, yaitu:
a.         Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan dan takut akan siksa Allah.
b.        Beralih dari situasi baik ke situasi yang lebih baik lagi.
c.         Rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah.
2.         Cemas dan Harap (khauf dan raja’)
Dengan adanya rasa takut akan menjadi pendorong bagi seseorang untuk meningkatkan pengabdiannya dengan harapan ampunan dan anugerah dari Allah.
3.         Zuhud
Zuhud ialah melepaskan diri dari kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Sikap zuhud ternyata terdapat perbedaan penafsiran dalam sufisme, ada yang moderat dan ada yang ekstrim. Aliran moderat berpendapat, bahwa zuhud yaitu sebatas tidak sampai lupa terhadap tujuan hakiki dari hidupnya, tidak perlu meninggalkan kehidupan duniawi secara total. Persoalan kehidupan sosial kemasyarakatan tetap dapat digeluti secara aktif, asal jangan mengurangi perhatian terhadap tujuan akhir dari kehidupan.[32]
4.         Al-Faqr
Yaitu puas dan bahagia dengan apa yang dimiliki. Al-Faqr juga dapat diartikan sebagai satu sikap yang paling mendukung dalam upaya pengendalian hawa nafsu, karena dengan sikap ini orang akan merasa tidak memiliki harta dan tidak memiliki siapapun, sekalipun ia memiliki harta kekayaan. Artinya, walaupun ia memiliki sesuatu yang bersifat bendawi, tetapi dianggapnya sebagai titipan dari Allah, bukan sebagai alat kenikmatan atau alat pemuas hawa nafsu yang cenderung merusak.[33]
5.         Ash-Shabru
Al-Ghazali membedakan sabar ke dalam beberapa nama, yaitu:
a.         Iffah, yaitu ketahanan mental terhadap hawa nafsu perut dan seksual.
b.        Hilm,yaitu kesanggupan menguasai diri agar tidak marah.
c.         Qana’ah, yaitu ketabahan hati menerima nasib sebagaimana adanya.
d.        Saja’ah, yaitu sikap pantang menyerah dalam menghadapi masalah.
6.         Ridha
Adalah menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa saja yang datang dari Allah.
7.         Muraqabah
Muraqabah bisa diartikan sebagai segala aktivitas yang dilakukan selalu ada perhitungan, seberapa jauh ia dapat menunaikan kewajiban dan sampai di mana ia telah melakukan pelanggaran hukum Allah.
c.    Konsep Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, rangkaian pendidikan akhlak disempurnakan pada fase tajalli. Tahap tajalli ini termasuk penyempurnaan kesucian jiwa. Para sufi sependapat bahwa tingkat kesempurnaan kesucian jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.[34]
Tajalli dapat dikatakan terungkapnya nur ghaibuntuk hati.[35]Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: “ada saat-saat tiba karunia dari Tuhanmu, maka siapkanlah dirimu untuk itu”. Oleh karena itu, setiap calon sufi mengadakan latihan jiwa (riyadhah), berusaha membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat keji ataupun dari hal-hal duniawi, lalu mengisinya dengan sifat-sifat terpuji seperti: beribadah, dzikir, menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi kesucian diri dan seluruh jiwa (hati) semata-mata hanya untuk memperoleh tajalli yaitu menerima pancaran Ilahi.
Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya dengan nur-Nya, maka berlimpah ruahlah rahmat dan karunianya. Pada tingkatan ini, hati hamba akan bercahaya terang benderang, dadanya terbuka luas, dan terangkat tabir rahasia alam malakut dengan karunia rahmat Tuhan tersebut.[36]
Manusia yang telah melakukan kesadaran tertinggi dengan cara membiasakan kehidupannya dengan akhlak terpuji. Kehidupannya tidak ada kecuali rasa cinta, rindu dan bahagia karena dekat dengan Allah SWT. kebersihan diri dengan tobat, kehati-hatian hidup karena waspada, ketakutan akan dosa, penuh harapan, dan sabar menghadapi berbagai cobaan, akan terus melatih jiwa manusia untuk lebih stabil dan berani menghadapinya dengan ridha dan senantiasa mengembalikan seluruh urusan kepada Allah SWT. Iradah terbesar dari kekuatan manusia hanyalah pemberian Allah SWT. agar manusia berakhlak dengan akhlak yang menjadi cahaya Ilahi. Semua tindakan didasarkan pada alasan yang dibenarkan oleh syari’at Allah SWT.[37]
Adapun untuk memperdalam rasa cinta kepada Allah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:[38]
1.         Munajat
Adapun yang dimaksud dengan munajat ialah menyampaikan segala keluhan, mengadukan nasib dengan untaian kalimat yang indah seraya memuji keagungan Allah. Hal ini dapat dilakukan sewaktu selesai shalat tahajud. Latihan dengan ibadah seperti: perenungan, do’a dan air mata adalah metode memperdalam penghayatan rasa ketuhanan, sekali berjumpa ingin selalu bersama.[39]
2.         Muraqabah dan Muhasabah yaitu usaha mendekatkan diri kepada Allah dan senantiasa instropeksi diri atas apa yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya dalam bermasyarakat dan bermuamalah sesama makhluk ciptaanya.
3.         Memperbanyak wirid dan dzikir.
4.         Tafakkur yaitu berfikir secara mendalam atas semua yang telah Allah karuniakan kepada para hambanya, sehingga dapat mengambil nilai positif dari setiap yang telah ditentukan-Nya.
5.         Dzikrul maut yaitu mengingat kepada Allah akan kematian yang pasti akan terjadi.
3.        Konsep Pendidikan Akhlak Tokoh-Tokoh Modern
a.         Kevin Ryan dari Boston University mengatakan bahwa jika Anda ingin ingin melakukan sesuatu untuk meningkatkan makna dari keberadaan para guru maka jadikan pendidikan moral termasuk dalam pembentukan sikap bermasyarakat dengan kerendah hatian sebagai obagian dari materi utama pendidikan di sekolah.[40]
b.         Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan karakter sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain.[41]
c.         Menurut seorang filsuf kontemporer bernama Michael Novak karakter merupakan campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah.[42]
Dengan mendidik orang agar memiliki rasa saling menghormati, dan bertanggung jawab, yaitu dengan membuat siswa mengimplementasikan nilai-nilai dalam kehidupannya, berarti guru telah mendidik karakter yang terdiri dari:
a.         Pengetahuan moral (kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, memiliki perspektif, memiliki alasan moral, membuat keputusan, dan berpengetahuan)
b.         Perasa (berhati nurani, percaya diri, berempati, menyukai kebaikan, dapat mengontrol diri, dan rendah hati)
c.         Tindakan bermoral (berkemampuan, memiliki kemauan, dan memiliki kebiasaan baik)
Sekolah-sekolah yang membangun karakter siswanya harus mengambil pendekatan komprehensif yaitu pendekatan yang dekat terhadap nilai-nilai pendidikan yang menggunakan semua fase kehidupan sekolah untuk membantu perkembangan karakter. Di dalam kelas, sebuah pendekatan komprehensif menuntut guru untuk:[43]
a.         Bertindak sebagai seorang penyayang, model, dan mentor yang memperlakukan siswa dengan kasih sayang dan respek, memberikan sebuah contoh yang baik, mendukung kebiasaan yang bersifat sosial, dan memperbaiki jika ada yang salah.
b.         Menciptakan sebuah komunitas bermoral di dalam ruang kelas, membantu siswa untuk saling mengenal, saling menghormati dan menjaga satu sama lain, dan merasa bagian dari kelompok tersebut.
c.         Berlatih memiliki disiplin moral, menggunakan aturan-aturan sebagai kesepakatan untuk membantu menegakkan moral, kontrol terhadap diri sendiri, dan sebuah generalisasi rasa hormat pada orang lain.
d.        Menciptakan sebuah lingkungan kelas yang demokratis, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan dan berbagi tanggung jawab untuk menciptakan ruang kelas yang baik, serta nyaman untuk belajar.
e.         Mengajarkan nilai-nilai yang baik melalui kurikulum, menggunakan pelajaran akademik sebagai kendaraan untuk membahas permasalahan etika.
f.          Menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif dalam mengajar anak-anak untuk bersikap dan dapat saling membantu, serta bekerja sama.
g.         Mengembangkan seni hati nurani dengan membantu mereka mengembangkan tanggung jawabnya secara akademik dan rasa hormat terhadap nilai-nilai belajar dan bekerja.
h.         Menyenangi siswa untuk merfleksikan moral melalui membaca, menulis, berdiskusi, latihan membuat keputusan dan beragumen.
i.           Mengajarkan mereka mencari resolusi dari sebuah konflik sehingga para siswa memiliki kapasitas dan komitmen untuk memecahkan masalah tanpa kekerasan.
Sedangkan pendekatan komprehensif menuntut sekolah untuk:[44]
a.         Meiliki sifat penyayang di luar lingkungan kelas dengan menggunakan peran model yang inspiratif, memberikan pelayanan sekolah dan komunitas kepada para siswa untuk membantu mereka mempelajari bagaimana cara peduli terhadap orang lain dengan cara memberikan kepedulian yang nyata kepada mereka.
b.         Menciptakan kebudayaan moral yang positif, mengembangkan lingkungan sekolah secara menyeluruh (melalui kepemimpinan seorang kepala sekolahnya, disiplin dari seluruh warga sekolah, memiliki rasa kebersamaan, pemimpin para siswa yang adil, bermoral antar orang-orang dewasa, dan menyediakan waktu untuk membahas tentang moral) yang mendukung dan memperkuat nilai-nilai pengajaran di dalam kelas.
c.         Mengikutsertakan wali murid dan masyarakat sekitar sebagai rekan kerja untuk mengajarkan nilai-nilai pendidikan karena wali murid merupakan guru moral pertama bagi anak-anak, mengajak wali murid untuk mendukung sekolah dan segala upayanya untuk menanamkan nilai-nilai yang baik, dan mencari dukungan dari kalangan keagamaan, bisnis-bisnis dan media.
Sebagaimana penjelasan di atas bahwa guru menggunakan pendekatan kooperatif dalam proses belajar terhadap siswanya. Proses belajar kooperatif adalah proses belajar yang mengajarkan nilai moral dan akademik sekaligus. Proses belajar ini bekerja melalui proses intruksional. Proses ini memberikan arahan pada guru: “Ambillah apa yang biasanya anda ajarkan dan ajarkan nilai moral dan akademik pada waktu yang bersamaan. Proses belajar kooperatif ini macamnya antara lain: partner belajar, pengaturan duduk berkelompok, proses belajar tim, proses belajar jigsaw, ujian berkelompok, proyek kelompok kecil, kompetisi tim, dan proyek satu kelas.[45]
Adapun keuntungan yang spesifik dari pembelajaran kooperatif:[46]
a.         Proses belajar kooperatif mengajarkan nilai-nilai kerja sama, Membangun komunitas di dalam kelas.
b.         Membangun komunitas di dalam kelas.
c.         Mengajarkan ketrampilan dasar kehidupan.
d.        Memperbaiki pencapaian akademik, rasa percaya diri, dan penyikapan terhadap sekolah.
e.         Menawarkan alternatif dalam pencatatan.
f.          Memiliki potensi untuk mengontrol efek negatif dari persaingan.
4.        Hubungan Pendidikan Akhlak terhadap Spiritualisme, Sikap, Pengetahuan dan Skill Pelajar
Dalam perspektif ilmu, akhlak yang benar adalah yang didasarkan pada rasio. Oleh karena itu, manusia berakhlak harus rasional. Pemahaman ini melahirkan aliran rasionalisme yang awalnya merupakan aliran dalam filsafat. Selain harus rasional, berakhlak menjadi bagian dari membuat percobaan dan pengalaman. Oleh sebab itu, akhlak manusia akan berkembang jika bersifat positif dan objektif dengan pendekatan empiris.[47]
Akhlak terpuji memiliki beberapa akibat bagi individu tersebut, seperti meningkatkan wibawa, mendapat kehormatan di masyarakat, banyak disenangi sesamanya, mudah mendapat perlindungan, serta mendapat ketentraman dan kebahagiaan hati, karena akhlak yang terpuji sesuai dengan fitrah manusia yang menyukai kebaikan. Melalui akhlak terpuji pula, derajat manusia di sisi Allah akan semakin meningkat, karena hanya dengan kebaikan (ihsan), seseorang dapat semakin mendekatkan diri dengan Allah, serta terhindar dari hukuman yang bersifat manusiawi.[48]
Akhlak terpuji juga mampu membina dan menjaga kerukunan antar tetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling melindungi, saling menjaga, dan saling peduli satu sama lainnya (toleransi), sehingga seluruh lapisan masyarakat akan menjadi tenang, aman, damai dan sejahtera.[49]
Sedangkan akhlak tercela memiliki beberapa kerugian, di antaranya kerugian bagi diri sendiri yang bersangkutan meliputimerendahkan diri, sulit bergaul dengan sesamanya (karena kurang diterima), sering mendapat hukuman yang bersifat manusiawi (seperti dipenjara, dicambuk), mengurangi kehormatan (harga diri) yang dimilikinya, serta mendapat tempat yang buruk di masyarakat. Secara batin menyebabkan individu tersebut menjadi jauh dengan Allah, karena perbuatan tersebut telah menyalahi aturan yang telah digariskan oleh Allah.
Selain itu akhlak tercela yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang, maka akan menjadi kekacauan, kerusuhan dan ketidaknyamanan di masyarakat. Bahkam lebih jauh lagi, akhlak tercelak dapat menciptakan kehancuran lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi karena satu sama lain saling mencurigai, saling membenci, dan saling menjauhi.[50]


[1] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 11.
[2]Sahilun A. Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1991), hlm. 14.
[3]Luis Ma’luf, Kamus Al-Munjid, (Beirut: Al-Maktabah Al-Kâtûlikiyah, tt), hlm. 194.
[4]Husain Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar, (Surabaya: Assegaf, tt), hlm. 87.
[5]Abdul Hamid, Da’irab Al-Ma’ârif, (Kairo: Asy-Syâ’ib, tt), 936.
[6]Imam Al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûm Ad-Dîn, (Kairo: Al-Masyhad Husain, tt), hlm. 56.
[7] A. Mustofa, op., cit., hlm. 13-14.
[8]Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, (Kairo: Dârul Kutub Al-Mishriyah, tt), hlm. 15.
[9]Ibrahim Anis, Al-Mu’jam Al-Wasith, (Mesir: Dârul Ma’ârif, 1972), hlm. 202.
[10]Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 1.
[11]Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. iv, hlm. 153-156.
[12]Nasrul, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 14.
[13]Departemen Agama RI, Al-Qur’ân Al-Fatih (Al-Qur’ân Tafsir Per Kata di Sarikan dari Tafsir Ibn Katsir), (Jakarta: PT. Rilis Grafika, 2009), hlm. 250.
[14]Nasrul, op., cit., hlm. 16.
[15]Departemen Agama RI, ibid, hlm. 420.
[16]Departemen Agama RI, ibid, hlm. 526.
[17]Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 4.
[18]Muchson dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 83-84.
[19]Abi Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’qub Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak, (Beirut: Lebanon, 2011), hlm. 12, Pdf. Dalam Nasrul, op., cit., hlm. 5.
[20]Nasrul, op., cit., hlm. 6.
[21]Alwan Khoiri, dkk, Akhlak/ Tasawuf,(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 35.
[22]Nasrul, op., cit., hlm. vi.
[24]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 199-200.
[25]Alwan Khoiri, dkk, op., cit., hlm. 19.
[26]Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf (Pengenalan, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya), (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 31.
[27]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 195.
[28]Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, op., cit., hlm. 72.
[29]Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, op., cit., hlm. 31.
[30]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 195-196.
[31] Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, op., cit., hlm. 73.
[32]Nasrul, op., cit., hlm. 146.
[33]Qamar Kailani, Fit Tasawuf al-Islam, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1969), hlm. 27. Dalam Nasrul, op., cit., hlm. 146.
[34]Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, op., cit., hlm. 31.
[35]Qomar Kailani, Tasawuf Islam, (Dar al-Ma’rifah, 1976), hlm. 2. Dalam Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, op., cit., hlm. 75.
[36]Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, op., cit., hlm. 74.
[37]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 199.
[38]Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, op., cit., hlm. 74-75.
[39]Al-Syuhrawardi al-Baghdadi, Awarif al-Ma’arif, vol.1, tp, (Kairo, 1939), hlm. 20. Dalam Ahmad Bangun Nasution dan Royani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf (Pengenalan, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya), . . . , hlm. 75.
[40]Thomas Lickona, Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility, (Terjemahan dari Juma Abdu Wamaungo), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), hlm. 35.
[41]Thomas Lickona, ibid., hlm. 81.
[42]Thomas Lickona, loc., cit., hlm. 81.
[43]Thomas Lickona, ibid., hlm. 107.
[44]Thomas Lickona, ibid., hlm. 108.
[45]Thomas Lickona, ibid., hlm. 292.
[46]Thomas Lickona, ibid., hlm. 276-277.
[47]Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, op., cit., hlm. 217.
[48]Nasrul, op., cit., hlm. 49.
[49]Zahrunndin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 158-159.
[50]Nasrul, op., cit., hlm. 49-50.

Konsep Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Muta'allim

$
0
0


BAB III
PEMBAHASAN
KONSEP NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TANBIHUL MUTA’ALLIM
A.  Biografi Kyai Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi
1.    Riwayat Hidup Kyai Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi
KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi dilahirkan pada tanggal 18 juni 1925 M di desa Tursidi RT dan RW : 04, Kecamatan Pituruh, Kabupaten  Purworejo, Jawa Tengah. Nama al-Thursidi diambil dari nama desa beliau yaitu Tersidi. Ayahnya, KH. Sarbani adalah seorang yang dikenal oleh masyarakat sebagai ulama’yang teguh dalam memperjuangkan agama dan bangsa terbukti dengan semangat beliau melawan penjajah. Kakeknya yaitu KH. Rofi’i juga seorang ulama’yang wira’i. Beliu dibesarkan dalam keluarga yang berpegang teguh pada agama dan mementingkan akhlak serta ilmu dalam Islam dengan baik.
Al-Thursidi wafat dalam usia 72 tahun pada bulan shafar tepatnya bulan Agustus tahun 1997 M di Kediri, Jawa Timur. Beliau dimakamkan di Pondok Pesantren Mahir al-Riyadl Ringin Agung, Pare, Jawa Timur, sebuah pesantren yang didirikan oleh Syekh Nawawi.[65]


2.    Pendidikan
Al-Thursidi mendapat pendidikan di tingkat ibtida’(pendidikan awal setingkat sekolah dasar) oleh ayahnya sendiri yaitu KH. Sarbani mulai pada tahun 1931 M. Semenjak kecil beliau sangat cerdas jadi selama menerima pelajaran selalu mudah untuk memahaminya.
Ketika sudah cukup dewasa, pada tahun 1937 M KH. Sarbani mengantarkan putranya, KH. Ahmad Maisur Sindi ke Pondok Pesantren di Pondok Lirab, Kab. Kebumen, Jawa Tengah, yang mana pondok tersebut khusus mengkaji ilmu alat yang meliputi Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bayan, dan lain-lain.
Setelah beliau menyelesaikan pendidikan dari pondok pesantren Lirab, KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Tebu Ireng yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1940. Setelah itu, pada tahun 1941 M beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Jampes, Kediri, Jawa Timur, kemudian di sinilah beliau mendirikan Madrasah Mafatihul Huda.
Setelah mendirikan dan merintis Madrasah Mafatihul Huda,Kemudian pada tahun 1942 M beliau melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Benda, Pare, Kediri, Jawa Timur. Kemudian, beliau pulang ke kampungnya di desa Tersidi karena pada waktu itu terjadi penjajahan Jepang.[66]

3.    Setting Sosial
KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi yang lahir di Purworejo dan dibesarkan dalam lingkungan yang agamis. Beliau sangat tekun beribadah dan mengamalkan ilmunya dengan niat tulus dan ikhlas. Sebagai seorang pendidik di Madrasah, Pondok Pesantren dan masyarakat, beliau sangat memperhatikan masa depan anak didiknya dan masa depan umatnya, karena masa depan umat atau bangsa terletak pada pemuda.
Bangsa kita, sepertinya saat ini kehilangan kearifan lokal yang menjadi karakter budaya bangsa sejak berabad-abad lalu. Seperti maraknya kasus tawuran antar pelajar, antar mahasiswa dan antar kampung. Tindak korupsi di semua lini kehidupan dan institusi. Kebohongan publik yang telah menjadi bahasa sehari-hari. Tidak ada kepastian hukum, karena pada praktiknya hukum kita bisa diperjualbelikan.
Parahnya lagi, bangsa ini miskin figur yang bisa jadi contoh kongkret, serta ditauladani oleh masyarakat. Maka tidak heran jika pembentukan dan pembinaan karakter bangsa menuju masyarakat yang bermoral, berbudi pekerti luhur dan menjunjung tinggi semangat nasionalisme laksana kapal tanpa pedoman di tengah luasnya samudra.[67]
Menurunnya moral bangsa bukan hanya karena disebabkan minimnya figur panutan namun juga kelemahan generasi muda seperti kami ini yang tak banyak menguasai bahasa Arab. Sehingga tidak mampu membaca teks klasik yang sebenarnya terdapat banyak poin akhlak dalam kehidupan.
KH. Ahamad Maisur Sindi al-Thursidi melakukan aktivitas mengajar sudah dimulai sejak berada di Pondok Pesantren hingga sampai akhir hidupnya, Bermula ketika di Tersidi, KH. Ahmad Maisur Sindi sering mengalami sakit-sakitan terutama sakit mata, akhirnya sang bapak yaitu KH. Sarbani menganjurkan untuk Tirah atau pindah tempat ke desa Ringin Agung (Pondok Pesantren ayahnya dahulu yang didirikan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani) di samping untuk kesehatan juga di sini beliau belajar dan mengajar. Kedatangan KH. Ahmad Maisur Sindi menjadi keberkahan tersendiri, di samping mengajar, yang mana beliau dijadikan menantu oleh keluarga Pondok Pesantren Ringin Agung yang akhirnya diamanati untuk mengasuh pondok tersebut. Di bawah asuhan KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi Pondok Pesantren Mahir al-Riyadl Ringin Agung berkembang maju begitu pesat, santrinya yang tadinya sekitar 50 orang bertambah hingga menjadi 6000 orang, jumlah tersebut mampu bertahan hingga sekarang yang diasuh oleh anaknya yang bernama KH. Musib Maisur.[68]
Pada zaman penjajahan Jepang pada tahun 1942 M, KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi mengajar di rumah tempat kelahirannya yaitu desa Tersidi, setiap waktunya digunakan bersama santri-santri dari pagi hingga petang, di setiap malam hari beliau memimpin mujahadah atau dzikir bersama dengan masyarakat.
KH. Ahamad Maisur Sindi al-Thursidi adalah seorang pejuang yang melawan penjajah Jepang dari tahun 1942-1945 M. Beliau mengajak masyarakatnya untuk berjuang melawan penjajahan demi kemerdekaan republik Indonesia dengan mendirikan masjid dan majlis ta’lim bersama masyarakat dengan bergotong-royong di desa Tersidi sehingga mampu memberantas kebodohan yang melanda rakyat Indonesia sehingga mengantarkan pada kemerdekaan Indonesia.[69]
4.    Akhlak dan Ibadah Kyai Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi
Ketulusan niat disertai rasa ikhlas dalam segala amal, beliau buktikan pada saat mencari ilmu yang mana, Beliu berjalan kaki dari rumahnya desa Tersidi, Kec. Pituruh, Kab. Purworejo menuju Ponpes Tebu Ireng, Kediri, Jawa Timur. Pada waktu itu beliau tidak membawa bekal apapun kecuali uang benggol dari orang tuanya. Selama berminggu-minggu dalam perjalanan menuju Ponpes Tebu Ireng, beliau hanya makan 1 – 2 kali, bahakan hanya minum saja, Demikian itu berlanjut hingga beliau sering tirakat dan puasa selama bermukim di Pondok Pesantren.
Dalam hal duniawi maupun ukhrawi, beliau paling tidak suka membanggakan diri baik dengan ilmu, amal, dan ibadah. Maka, hal itu beliau wasiatkan kepada anak cucu dan santri-santrinya dengan sifat tawadhu’ atau rendah hati. Dan sifat wara’ beliau terbukti dari meninggalkan perkara yang meragukan (syubhat) sebagaimana meninggalkan perkara yang haram, hal itu beliau contohkan dengan tidak makan di warung dan di pasar. Kemudian sifat ghirah Islamiyah dan fanatisme dalam beragama beliau buktikan dengan keteguhannya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Segala sisi kehidupannya, KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi mengusahakan untuk selalu benar-benar sesuai yang disyari’atkan agama. Hal ini terbukti dari rasa cintanya beliau kepada keluarga dan dzurriyah Nabi(keturunan Nabi), para sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, ulama’ dan guru-gurunya. Kemudian dalam hal beribadah, beliau beristiqomah, hal itu terbukti dalam shalat fardhu, sunnah, rawatib, qiyamu al-lail dan ibadah yang lain beliau hampir tidak pernah ditinggalkannya walaupun dalam keadaan berpergian maupun sakit.[70]
5.    Karya-karya Kyai Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi
Karya-karya KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi ada 25 kitab, akan tetapi putranya yaitu KH. Munif Maisur hanya menyebutkan 5 kitab, yaitu
1.    Tanbihul Muta’allim (karangan yang pertama dan terpopuler)
2.    Tadzribunnujaba’
3.    Nailul ‘Amal Fii Qowa’idul ‘i’lal
4.    Tanbidzul Bayan
5.    Tamridz
Yang semuanya dalam bahasa arab dan ada yang diterjemahkan dalam bahasa arab pegon. Semua karangan beliau lebih banyak dikarang saat berada di Pondok Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur, termasuk kitab Tanbihul Muta’allim.[71]
6.    Guru-guru KH. Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi
Dalam menimba ilmu KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi banyak berguru kepada ulama’ antara lain :
1.    KH. Sarbani (Orang tua sendiri)
2.    KH. Ibrahim (Pengasuh Ponpes Lirab, Kebumen)
3.    KH. Hasyim Asy’ari (Pengasuh Ponpes Tebu Ireng, Kediri)
7.    Anak-anak KH. Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi
Di dalam mendidik 4 orang anaknya, KH. Ahmad Maisur Sindi Al-Thursidi sangatlah disiplin, sehingga anak-anaknya menjadi orang yang ‘alim dan menjadi pemuka agama di masyarakatnya, anak-anak beliau antara lain :
1.    Nyai Hj. Sri Rofah
2.    KH. Munif Maisur
3.    KH. Musib Maisur
4.    KH. Khamid Maisur[72]
B.  Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Muta’allim
1.    Latar Belakang Penyusunan Kitab Tanbihul Muta’allim
Pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia baik individu maupun masyarakat, KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi berharap kepada orang tua atau wali murid dan para guru untuk memperhatikan akhlaknya, karena menurut KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi memelihara pelajar dalam berakhlak (adab) merupakan suatu kewajiban.[73]Dengan cara mengawasi dan memperhatikan tingkah laku putra-putri dan anak didik yang menjadi tanggung jawab kita semua, menanamkan tingkah laku yang lahir di lubuk hati mereka dan menjauhkan mereka dari tingkah laku yang tercela agar mereka menjadi orang yang terdidik dan beradab, yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Salah satu kitab yang konsentrasi dalam hal tersebut ialah "Tanbih al-Mutaallim", disusun oleh Kyai Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi Purworejo. KH. Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi melihat kondisi kebutuhan pada dewasa ini dalam semua kalangan, khususnya para Tholabul Ilmi, kemudian beliau mengarang kitab Tanbihul Muta’allim. Beliau mengarang kitab ini atas dukungan dari banyak pihak terutama gurunya yaitu KH. Hasyim Asy’ari, karena kebanyakan dari isi kitab ini dinukil dari maqolah-nya KH. Hasyim Asy’ari.
Kitab yang berupa antologi puisi Bahasa Arab ini merupakan kuliah akhlak guru beliau; Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, sebagaimana penjelasan dalam prolog. Kitab ini menjadi pelengkap khazanah keislaman dalam ranah etika yang sebelumnya pernah dirintis oleh al-Zarnuji dalam masterpiece-nya "Ta'lim al-Mutaallim", juga Ibnu Jama'ah "Tadzkirah al-Sami wa al-Mutakallim" , Kiai Hasyim "Adab al-Alim wa al-Mutaallim" dan "Nazm al-Ta'lim" Kiai Zaini, Solo.[74]
2.    Kandungan Umum (Nilai-nilai Pendidikan Akhlak) dalam Kitab Tanbihul Muta’allim
Kitab Tanbihul Muta’allim ini disediakan sesuai untuk pelajar pada umunya, dan pada khususnya untuk para santri di pondok-pondok pada tingkat kelas awal (pertama) sesudah kelas shifir kedua agar menjadi keselamatan bagi mereka dalam belajar ke arah cita-cita yang mulia. Adapun cara pengajarannya yaitu santri cukup menghafal lafaz (nadzam), ma’na thibaq dan artinya serta setiyap akan masuk dibaca dengan hafalan bersama (clasikal).[75]
Dalam kitab Tanbihul Muta’allim penulis mengklasifikasikan pendidikan akhlak yang perlu untuk dipenuhi oleh para pelajar pada khususnya menjadi 7 bab yang meliputi:[76]
1.    Al-Adab qoblal hudlur (adab sebelum hadir di tempat belajar), antara lain yaitu:
لِطَالِبِ الْعِلْمِ يَنْبَغِيْ إِذَا حَضَرَا # مَجْلِسَ عِلْمٍ تَطَهُّرٌ كَمَا فَعَلَا
لُبْسَ ثِيَابٍ نَظِيْفَةٍ وَقَدْ طَهُرَتْ # تَطَيُّبٌ وَاسْتِيَاكٌ جَا وَقَدْ جَمُلَا
Sebelum masuk ke dalam tempat mencari ilmu (madrasah), pelajar dianjurkan untuk bersuci dengan wudlu’, memakai pakaian yang bersih dan suci serta memakai parfum, dan menggunakan siwak supaya sampai di madrasah sudah dalam keadaan rapi.

يُعِدَّ مَا هُوَ مُحْتَاجٌ إِلَيْهِ لَدَى # تَعَلُّمٍ كَيْ يَكُوْنُ حَاضِرًا كَمُلَا
Kemudian ia menyiapkan peralatan yang akan dibawa ketika belajar, supaya ketika hadir di madrasah sudah tidak perlu kembali lagi karena ada yang masih kurang.[77]
2.    Al-Adab fii majlisi al-ta’allumi (akhlak di tempat belajar), antara lain, yaitu :
وَلْيَجْلِسَنْ فِى وَقَارٍ هَيْبَةٍ بِمَكَا # نٍ بَارِزٍ لَائِقٍ يَعْتَادُ قَدْ قَبِلَا
Pelajar duduk yang tenang (jatmiko), menghormati guru dan ilmu di tempat yang sesuai dengan adab, maksudnya tidak terlalu dekat, tetap (istiqomah), serta menghadap ke guru dan arah kiblat.

يَفْتَحُ يَخْتِمُ مَجْلِسًا بِحَمْدَلَةٍ # ثُمَّ صَلَاةِ النَّبِيِّ تَوْفِيْقَهُ سَأَلَا
Kemudian ia memulai belajar dengan mengucapkan basmallah, hamdallah, dan shalawat untuk Nabi Muhammad SAW. sekeluarga dan para sahabat. Begitu pula ketika mengahiri juga mengucap hamdallah.

يُصْغِى لِمَا شَيْخُهُ يُلْقِيْهِ مُعْتَنِيًا # اَلْفَهْمَ يَكْتُبُ بِالتَّقْيِيْدِ مَا شَكَلَا
Kemudian pelajar memperhatikan terhadap pelajaran yang diterangkan oleh guru supaya faham, dan menandai masalah-masalah yang belum difaham supaya ditanyakan kepada gurunya sehingga faham.[78]
3.    Al-Adab ba’dal inshiraf (akhlak setelah selasai belajar), antara lain yaitu:
يَعُوْدُ فَالدَّرْسَ آنِفًا يُرَاجِعُهُ # حَتَّى يَكُوْنَ إِلَى الضَّمِيْرِ مُنْتَقَلَا
كَذَاكَ قَبْلَ حُضُوْرِ الثَّانِ جَدَّدَهُ # حِفْظًا لِأَنْ حَلَّ فِى الصَّدْرِ قَدِ انْعَقَلَا
Sepulang dari madrasah sampai di rumah kemudian muroja’ah pelajaran yang baru dipelajari sampai pindahke hati. Begitu juga muroja’ah saat sebelum masuk lagi supaya ilmu tetap benar-benar terikat erat dalam hati.[79]
4.    Al-Adab al-nafsiyah (akhlak terhadap jasad/badan/dirinya sendiri), antara lain yaitu:
وَلْيَكُ مُسْتَعْمِلًا بِحُسْنِ الْخُلُقِ # عَالِى الْمَآدِبِ لِلْمَعَالِ مُرْتَحِلَا
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ بِالشَّرْعِ فَقَدْ طَلَبَا # أَعْلَى أُمُوْرِ الدُّنَا وَالدِّيْنِ مُشْتَغِلَا
Pelajar menggunakan budi pekerti yang luhur. Karena orang yang mencari ilmu syara’ itu benar-benar sibuk mencari tingginya masalah dunia dan agama.

وَلْيَكُ مَطْعَمَهُ حِلًا وَمَلْبَسَهُ # آلَاتُهُ يَسْتَنِرْ طَوِيَّهُ صَقِلَا
Pelajar harus halal makanan dan pakaiannya, begitu juga dengan peralatan belajarnya, karena hal itu yang menyababkan terang dan beningnya hati yang sesuai untuk tempat ilmu.
وَلْيُقْلِلَنَّ مُبَاحَاتٍ وَيَجْتَنِبَا # عَنِ الْمَآثِمِ مَأْثَمٌ صَدَا نَزَلَا
قَالَ ابْنُ إِدْرِيْسَ لَا يُفْلِحُ مَنْ طَلَبَا # اَلْعِلْمَ مَعْ عِزَّةٍ وَوُسْعَةٍ حَمَلَ
Pelajar mengurangi hal-hal yang mubah dan menjauhi hal-hal yang bisa menuju ke perbuatan dosa, karena satu dosa saja sudah menjadi kotoran di hati. Imam Syafi’i berkata: Tidak sampai kemulyaan yang sempurna seseorang yang menuntut ilmu dengan memanjakan badan dan hidup bermewah-mewahan.[80]
5.    Al-Adab ma’al walidaini (akhlak terhadap kedua orang tua), antara lain yaitu:
وَلْيَكُ بُرًّا لِوَاِلدَيْهِ مُجْتَهِدًا # وَدَاعِيًا مَهْدِيًا مِنْ بَعْدِ مَا نْتَقَلَا
Pelajar berbuat baik terhadap kedua orang tua dengan sungguh-sungguh dan mendo’akannya serta mengirim pahala kebaikan setelah wafatnya.[81]
6.    Al-Adab ma’a al-syaikh (akhlak terhadap guru), antara lain yaitu:
وَلْيَعْتَقِدْ بِجَلَالَةِ الْمُعَلِّمِ مَعْ # رُجْحَانِهِ كَيْ يَكُوْنَ مُفْلِحًا قَبِلَا
Pelajar menyakini kemuliaan dan keluhuran seorang guru agar pelajar menjadi orang yang beruntung pada zaman yang akan dihadapinya.

وَلْيَتَحَرَّ رِضَا أُسْتَاذِهِ وَكَذَا # تَعْظِيْمَهُ مُخْلِصًا يَكُنْ مِنَ الْفُضَلَا
اَلْبَيْهَقِى مِنْ أَبِيْ هُرَيْرَةٍ رَفَعَا # تَوَاضَعُوْا مَنْ تَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ عَلَا
وَكَانَ عِنْدَ الْمُغِيْرَةِ مَهَابَةُ إِبْــ # ــرَاهِيْمَ مِثْلَ مَهَابَةِ الْأَمِيْرِ وَلَى
Pelajar bersungguh-sungguh mencari ridlanya guru dan mengagungkan guru dengan hati yang bersih, maka pencari ilmu termasuk golongan orang yang utama. Imam Baihaqi menceritakan hadits marfu’ dari sahabat Abi Hurairah RA. : sopan santunlah kalian semua terhadap orang yang mengajarimu., sebagaimana SyaikhMughirah takut kepada Syaikh Ibrahim seprti takut terhadap raja yang menguasainya.

لَا يُضْجِزَنْهُ فَإِنَّهُ لَهُ خَلَلُ # خَشْيَةَ أَنْ يُحُرَمَ انْتِفَاعِ مَنْ فَعَلَا
Janganlah  pelajar berpindah-pindah sehingga membuat kebosanan pada guru, maka hal itu akan merusak kepahaman dan pekerti yang dapat mencegah dalam mengambil kemanfaatan ilmu.

وَلْيَكُ مُسْتَأْذِنًا إِذَا تَعَذَّرَ مِنْ # دُخُوْلِهِ مُعْلِنًا عُذْرًا بِهِ نَزَلَا
Pelajar meminta ijin kepada guru ketika ada halangan tidak masuk dalam belajar dengan menjelaskan halangannya.[82]
7.    Al-Adab ma’al ilmi (akhlak terhadap ilmu), antara lain yaitu:
وَلْيُفْرِغِ الْجُهْدَ فِى التَّحْصِيْلِ أَنْ حَصَلَا # وَلَمْ يَنَلْهُ بِرَاحَةٍ أَتَى عَطَلَا
Pelajar bersungguh-sugguh dengan sekuat tenaga dalam menghasilkan ilmu agar dapat memperoleh ilmu, karena ilmu tidak akan didapat dengan bersantainya badan dan banyak menganggur.

وَلْيَعْرِفَنْ لَفْظَهُ لُغَتَهُ وَكَذَا # إِعْرَابُهُ وَمَعَانِيَ الَّذِيْ شَمِلَا
نُطْقًا وَفَهْمًا مُحَقِّقَ الْجَمِيْعِ وَمُتْــ # ــقِنًا لِحِفْظِ وَكَتْبَةِ الَّذِيْ شَكَلَا
مَنْ كَانَ مُقْتَصِرًا عَلَى كِتَابَتِهِ # سَمَاعِهِ أَتْعَبَ النَّفْسَ وَجَاءَ وَلَا
Hendaknya pelajar mengetahui pada lafadhnya ilmu dan bahasanya ilmu, serta i’robnya lafadh, beberapa makna yang diucapkan dan  kepahamannya sehingga menjadi jelas dan nyata atas semua itu supaya memperkuat hafalannya dan menuliskan perkara yang samar. Karena barang siapa yang menjaga dalam menulis ilmu dan mendengarkan ilmu saja, maka hanya akan membuat lelah dan tidak akan mendapatkan kemanfaatannya.

وَلْيَبْحَثَنْ أَهْلَ عِلْمٍ بِاْلمُذَاكَرَةِ # هِيَ حَيَاةُ الْعُلُوْمِ قَالَهُ الْفُضَلَا
وَلْيَحْفَظَنْهُ بِتَدْرِيْجٍ بِمَسْأَلَةٍ # مِنْ بَعْدِ مَسْأَلَةٍ مَهْلًا يَنَلْ أَمَلَا
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ جُمْلَةً فَقَدْ طَلَبَا # يَفُوْتُهُ الْعِلْمُ جُمْلَةً يَضِعْ عَمَلَا
Hendaknya pelajar berbicara/ bermusyawarah dengan para ahli ilmu, karena hidupnya ilmu dengan bermusyawarah. Dan pelajar menghafalkan per bab/ tiap satu permasalahan sampai ke bab/ permasalahan yang lain dengan pelan-pelan, maka pelajar akan mudah diingat-ingat per bab tersebut. Karena orang yang mencari ilmu dengan borongan/ semua bab, maka hal itu akan membuat repot bagi dirinya dan akan menjadi sia-sia atas apa yang telah dilakukannya.

وَلْيَكُ أَوْقَاتَهُ مُوَزَّعًا لِيَفِى # بِمَا لَهَا مِنْ حُقُوْقِهَا فَمَا عَطَلَا
مُرَتِّبًا لِلْأُمُوْرِ جَاعِلًا أَحَدَا # اَلأَشْيَا مَكَانًا يُعَادِىْ كَسَلًا مَلَلًا
Hendaknya pelajar dapat membagi waktu agar dapat memenuhi hak-haknya waktu sehingga tidak ada waktu yang kosong dan sia-sia. Dan pelajar menata semua perkara dengan rajin seperti meletakkan sesuatu pada tempat yang tetap serta melawan rasa malas dan bosan.

وَلْيُكْثِرِ الدَّرْسَ لَيْلًا بِمُطَالَعَةٍ # مُغْتَنِمًا سَحَرًا كَيْ يُدْرِكَ الْعُقَلَا
Hendaknya pelajar memperbanyak untuk mengulang pelajaran di waktu malam terlebih lagi pada waktu sahur agar dapat mengejar para ahli ilmu.

وَلْيَخْذَرِ الْخَرْصَ فِى الْحِفْظِ تَحَمُّلِهِ # عَلَى تَسَاُهُلِهِ أَنْ كَانَ قَدْ سَهُلَا
لَا يَمْنَعَنْهُ الْحَيَاءُ الْكِبْرُ فِى الطَّلَبِ # مِنْ أَخْذِهِ الْعِلْمَ مِمَّنْ دُوْنَهُ نَزَلَا
لَمْ يَنَلِ الْعِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلَا مُتَكَبْــ # بِّــرٌ وَلَا الْمَاءُ سَالَ صَاعِدًا جَبَلَا
Hendaknya pelajar merasa takut dan tidak meremehkan ilmu dengan beralasan ilmu itu mudah dan tidak merasa malu serta sombong terhadap orang yang lebih rendah nasabnya dan umurnya serta lain-Nya, karena orang yang malu dan orang yang sombong tidak akan mendapatkan ilmu, sebagaimana tidak ada air yang mengalir ke atas gunung.

مَنْ لَيْسَ مُحْتَمِلًا ذُلَّ التَّعَلُّمِ سَا # عَةً فَفِى ذِلَلِ الْجَهْلِ بَقِىْ طِوَلَا
Barang siapa yang tidak bisa menanggung deritanya (cobaan) mencari ilmu dalam waktu yang pendek, maka orang itu akan berada dalam kebodohan yang hina pada waktu yang lama.

وَلْيُصْلِحَنْ نِيَّةَ الْعِلْمِ بِحَيْثُ يَكُوْ # نُ مُخْلِصًا لَمْ يُرِدْ عَرْضَ الدُّنَا سَفُلَا
مُبْتَعِدًا عَنْ مَحَبَّةِ الرِّيَاسَةِ تَعْــ # ــظِيْمِ الْأُنَاسِ وَمَدْحِهِمْ لَهُ جَزُلَ
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِلهِ وَمَا طَلَبَا # إِلَّا الدُّنَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجِنَانِ جَلَا
Pelajar hendaknya membaguskan/ memurnikan niatnya dalam mencari ilmu dengan tidak mengharapkan harta benda yang mulia dan menjauhi dari mencintai kedudukan, dimuliakan manusia serta dipuji oleh manusia, maka ia akan menjadi orang yang mulia. Barang siapa orang yang mencari ilmu itu karena Allah, maka pelajar tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali perkara dunia dan ia tidak akan mendapatkan baunya surga.

وَلْيَحْذَرَنْ أَنْ يُمَارِيَ بِهِ وَيُرَا # ئِيَ بِهِ وَيُبِاهِيَ بِهِ خُيَلَا
وَلْيُعْمَلَنَّ بِمَا سَمِعَ مِنْ جُمَلِ # عِلْمَ الْعِبَادَاتِ وَالْأَدَابِ مَا فَضُلَا
Hendaklah pelajar takut dengan perselisihan ilmu, unggul-unggulan  ilmu karena sombong dan mengamalkan sesuatu yang pernah didengarnya dari beberapa bagian ilmu ibadah dan ilmu akhlak yang utama.
فَذَا زَكَاةُ الْعُلُوْمِ سَبَبٌ وَصَلَا # لِحِفْظِهَا مَنْ أَرَادَهُ أَتَى عَمَلَا
وَلْيُرْشِدَنَّ إِلَى الْعِلْمِ إِذَا ظَفَرَا # بِهِ وَلَوْ كِلْمَةٍ لِلهِ مَا بَخِلَا
Beberapa amal akan menjadi pembersih beberapa ilmu yang akan menjadi sebab munculnya hafal beberapa ilmu, barang siapa mengharapkan hafal ilmu, maka lakukanlah ilmu itu dan mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya walaupun satu kalimat karena Allah Ta’ala, maka ia tidak termasuk orang yang bakhil.[83]
3.    Kelebihan Kitab Tanbihul Muta’allim
Adapun kelebihan dari kitab Tanbihul Muta’allim karya Ahmad Maisur Sindi al-Thursidimenurut penulis adalah :
a.    Kitab Tanbihul Muta’allim dimulai dan diakhiri dengan kalimat rasa syukur kepada Allah SWT. dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW., sehingga hal itu dapat memberikan keberkahan (bertambahnya kebaikan) bagi penulis, guru, pencari ilmu dan pembaca.
b.    Kitab Tanbihul Muta’allim merupakan sebuah kitab klasik yang memuat pendidikan akhlak dalam proses belajar mengajar secara ringkas dan specifik.
c.    Kitab Tanbihul Muta’allim ditulis dalam bentuk syair-syair yang bersifat nadhaman sehingga memudahkan anak-anak dan para pencari ilmu untuk menghafalkan dan mempelajarinya.
d.   Kitab Tanbihul Muta’allim disusun secara sistematis dengan meletakkan beberapa bab yang runtut sehingga memudahkan para pencari ilmu dalam memahami kitab tersebut.
e.    Dengan kemudahan dalam memahami kitab Tanbihul Muta’allim, hal itu menjadikan para pencari ilmu mampu mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada di kitab Tanbihul Muta’allim dalam kehidupan sehari-hari, terutama terhadap kepribadian pencari ilmu.
f.     Isi dari kitab Tanbihul Muta’allim dapat dijadikan salah satu sumber inspirasi pendidikan dalam membentuk pribadi pencari ilmu (peserta didik) yang memiliki akhlak dan sikap yang baik dalam proses belajar mengajar.
g.    Ada pesan singkat yang memberikan motifasi kepada pencari ilmu yaitu sebagai salah satu langkah yang ditempuh penulis untuk memberikan peringatan agar dapat melaksanakan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah dihafalkan dan dipelajari dalam kehidupan sehari-harinya pada saat proses belajar mengajar maupun bermasyarakat.


[65]Fehlephi Ramadhan. “Konsep Etika Murid dalam mencari Ilmu menurut KH. Ahmad Maisur Sindy At Tursidy.” http://www.scribd.com/doc/151493457/13-BAB-III#scribd. Diakses, 7 Maret 2015.
[66] Fehlephi Ramadhan. “Konsep Etika Murid dalam mencari Ilmu menurut KH. Ahmad Maisur Sindy At Tursidy.” http://www.scribd.com/doc/151493457/13-BAB-III#scribd. Diakses, 10 Maret 2015.
[67]M. Yatimin Abdullah, op., cit., hlm. 15.
[68]Sodri Mubarok, (Konsep Etika Murid Dalam Mencari Ilmu Menurut KH. Ahmad Maisur Sindy At Tursidy), (skripsi STAIN Pekalongan, 2013).
[69]Ibid, hlm. 79. (skrpsi STAIN Pekalongan, 2013).
[70]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, Tadzribunnujaba’, (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 3.
[71]Sodri Mubarok, op., cit., hlm. 81. (skrpsi STAIN Pekalongan, 2013).
[72]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, Tanbidzul Bayan, (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 2.
[73]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, op., cit., hlm. 2.
[75]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, loc., cit.,, hlm. 2.
[76]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 32.
[77]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 4.
[78]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 5-6.
[79]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 7.
[80]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 8-10.
[81]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 10.
[82]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 11-13.
[83]Ahmad Maisur Sindi al-Thursidi, ibid, hlm. 14-23.

CURRICULUM AND EDUCATIONAL SOCIOLOGY

$
0
0


HASIL NOTULEN R. SIMPONY
CURRICULUM AND EDUCATIONAL SOCIOLOGY
By: IMAM SYAFI’I
Hari                : Sabtu
Tanggal          : 17 Desember 2016
Moderator      : Arif Chasanul Muna
Notulen           : Imam Syafi’i
Tempat           : RUANG Simpony Hotel Mandarin Pekalongan

Aturan yang digunakan adalah setiap pemakalah mempresentasikan makalahnya selama 7 menit secara berurutan, adapun untuk sesi tanya jawab dilakukan setelah semua pemakalah mempresentasikan makalahnya.
A.      JUDUL:
“Peran Guru dalam Paradigma Profetik dan Implikasinya terhadap Pendidikan Guru”
Berdasarkan QS. al-Baqarah: 129 dan perjalanan hidup Rasulullah terdapat lima peran guru yaitu mu;allim, mudarris, mursyid,muaddib, dan murabbi. Untuk menjalankan lima peran tersebut guru dituntut untuk menguasai bidang keilmuannya, menguasai metode dan strategi pembelajaran, meiliki akhlaq yang baik, berwibawa, memiliki kesadaran pendidikan dan memiliki jiwa guru. Oleh karena itu, pendidikan guru harus dibenahi melalui: (1) Seleksi penerimaan calon mahasiswa guru melalui tes dan wawancara; (2) Pengembangan kampus terpadu; (3) Perkuliahan berbasis research; (4) Penelitian yang berkontribusi dan memberi solusi masalah-masalah pendidikan; (5) Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang bermitra dengan pesantren.
B.       JUDUL:
“Urgensi Memasukkan Mata Kuliah Sains Islam dalam Kurikulum Pendidikan”
Penulis merekomendasikan agar implementasi sains Islam di pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi bisa dilakukan pada suatu lembaga pendidikan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan Islam berkewajiban untuk mengadopsi sistem Islam di dalam lembaganya, baik manajemen atau pengelolaan sekolah maupun apa-apa materi yang diajarkan sekolah tersebut. Jangan sampai sekolah dan perguruan tinggi memiliki lembaga pendidikan Islam justru mengajarkan hal-hal yang menjauhkan murid dan mahasiswanya dari aqidah dan ajaran Islam. Jangan sampai di lembaga pendidikan Islam justru tokoh-tokoh kafir yang tidak patuh dicontoh perilakunya meskipun mereka penemu dan ilmuan hebat, yang dijadikan idola dan fotonya dipasang di dinding-dinding kelas, sementara tak satupun ilmuan hebat muslim yang terpampang di sana.
Tidak ada salah dan ruginya lembaga pendidikan Islam mengajarkan mata pelajaran atau mata kuliah sain Islam di lembagnya. Mata pelajaran/ kuliah tersebut bisa masuk ke dalam mata pelajaran/mata kuliah yang tanpa harus membuat mata pelajaran/mata kuliah baru, konidi ini dilakukan sambil menynggy pihak-pihak tertentu yang berjuang sexara politis dan memamsukkan Islamisasi dunia pendidikan nasional secara keseluruhan.
C.       JUDUL:
“Penanaman Moral melalui Storytelling Pada Anak Usia Dini”
Penanaman moral melalui pendekatan storytellingpada anak usia dini sangat penting. Dalam storytelling mengandung unsur modelling(teladan) yang dapat diberikan kepada anak-anak melalui ceritanya. Penulis hanya menyusun storytelling yang paling dasar untuk menanamkan moral pada anak usia dini, sehingga orang tua dapat memberikan cerita lain yang mengandung unsur-unsur moral dan mengajarkan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan perkembangan anak. Misalnya, sambil bercerita orang tua mengajarkan anak untuk berdo’a setiap sebelum dan sesudah makan, berterima kasih dan bersyukur dengan nikmat yang diterima dan bersikap sopan santun kepada orang lain.
Storytelling merupakan metode yang efektif dan banyak digemari anak tanpa harus memaksanya. Melalui storytelling anak merasa tanpa dinasehati dan diguruhi dengan kata-kata yang menakutkan, sehingga orang tua bisa mengajarkan dan menanamkan moral kepada anak sejak usia dini.
D.      JUDUL:
”Intensive English Class” Sebagai Upaya menumbuh kembangkan Minat dan Integritas Mahasiswa Non-Bahasa Inggris terhadap Mata Kuliah Umum (MKU) Bahasa Inggris Sebuah Rancangan Studi”
Apabila ”Intensive English Class”ini benar-benar diterapkan, akan ada revolusi besar-besaran dalam cara penyampaian MKU Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi. Dibutuhkan tekad kuat untuk menjalani perubahan ini, karena metode lama yang telah berjalan hingga puluhan tahun sudah kadung mengakar di dalam sistem pendidikan ini. Namun karena perubahan adalah keniscayaan, segala perubahan yang menuju ke arah perbaikan dan kebaikan patut diberikan ruang untuk bergerak.
Perubahan bentuk perkuliahan ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan mahasiswa Non-Bahasa Inggris untuk mau belajar Bahasa Inggris dengan penuh antusiasme. Saat speaking skill dijadikan materi utama, maka perlahan mahasiswa akan mulai terbiasa untuk berbicaram dengan Bahasa Inggris. Ragam kegiatan speaking, pemilihan materi yang tepat, disertai dukungan moril dosen dan sesama rekan kelas mampu menciptakan suasana pemebelajaran yang kondusif, menenangkan sekaligus menyenangkan.
Terkait dengan pengembangan diri internal mahasiswa, speaking skill adalah skill yang tidak dapat dikuasai begitu saja hanya dengan “melirik” hasil kerja mahasiswa lain. Speaking skill membutuhkan sekaligus menumbuhkan begitu banyak karakter positif, salah satunya adalah integritas yang terbangun dikarenakan kemandirian, kooperatif dan tanggungjawab. Sebagaiman diketahui bersama, integritas adalah salah satu dari tiga nilai strategis dari revolusi mental. Melalui integritas, kepercayaan diri dan etos kerja mahasiswa adalah satu modal utama untuk pembangunan bangsa yang berkarakter positif.
E.       JUDUL:
“Revolusi Mental dan Problematika Bias Gender dalam Dunia Pendidikan”
Bias gender berawal dari adanya aturan-aturan tertentu yang dituntut oleh masyarakat terhadap laki-laki maupun perempuan, bahkan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam menyuburkan nilai-nilai dan cara pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat.
Munculnya bias gender dalam bidang pendidikan telah mendasari munculnya teori-teori feminisme dalam wacana pendidikan yakni teori feminisme liberal, radikal, marxis dan sosialis postrukturalis dan postmodernisme. Teori-teori tersebut memandang berbagai penyebab maupun solusi yang dapat dipilih dari adanya bias gender yang terjadi.
Bentuk-bentuk diskriminasi gender terlihat dalam stereotype, subordination, marginalization, violence, double burden. Adapun permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus dalam dunia pendidikan. Bias gender yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terlihat dari beberapa dimensi utama yakni: kurangnya partisipasi, kurangnya keterwakilan, perlakuan yang tidak adil, dimensi akses, dimensi proses pembelajaran, dimensi penguasaan, dimensi kontrol dan dimensi manfaat. Adapun untuk mengatasi permasalahan bias gender dapat diawali dari keluarga, sekolah dan pemerintah. Sehingga nilai-nilai pendidikan dan kebudayaan yang merata dapat merubah pandangan tentang bias gender yang terlanjur melekat dalam dunia pendidikan.
F.        JUDUL:
“Peran Bimbingan dan Konseling Islami dalam mewujudkan Revolusi Mental”
Revolusi mental merupakan gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi Indonesia yang lebih baik. Revolusi mental merupakan suatu keharusan, agar bangsa Indonesia berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Dalam mewujudkan Gerakan Nasional, dirumuskan tiga nilai Revolusi Mental, yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong. Di mana masing-masing nilai tersebut meiliki contoh perilaku yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mewujudkan revolusi mental. Ketiga nilai revolusi mental tersebut dapat diwujudkan melalui strategi internalisasi jalur birokrasi, jalur pendidikan, jalur swasta, dan jalur kelompok masyarakat.
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) sebagai salah satu institusi pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam merealisasikan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) melalui strategi internalisasi pada jalur pendidikan. Usaha tersebut dapat dimulai dari merekonstruksi ilmu pengetahuan pada masing-masing bidang keilmuan yang dikembangkannya. Diantaranya ialah melalui bidang keilmuan Bimbingan Konseling Islami, yang mengacu pada pemaksimalan potensi (fitrah) dalam memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah. Termasuk di dalamnya adalah usaha dalam perwujudan akhlak terpuji yang merupakan tonggak awal Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Dengan kata lain, apabila sudah tercipta pribadi Muslim (Insan Kamil) yang memiliki akhlak terpuji, maka konstruksi mental yang diharapkan dari mulai corak cara berpikir, cara merasa, sampai kepada cara bertindak dapat terwujud. Sehingga revolusi mental yang didengungkan oleh pemerintah dapat terealisasi.
G.      JUDUL:
“The Relationship Between The Demonstration Method and Learning Interest With Fiqih Learning Achievemen Islamic Junior High School Al-Kamal Jakarta”
Based on all the discussion that has been the author described the discussion in advance, it can be formulated some consclusions as follows:
1.         There is a positive relationship between demonstration method of the fiqih learning achievemen, which is indicated by a correlation coefficient of 0,763 and the determination coefficient of 0,582.
2.         There is positive relationship between the variables of learning interest with fiqih learning achievemen. This is indicated by a correlation coefficient of 0,743 and determination coefficient of 0,552.
3.         There is a positive relationship between demonstration method and learning Interest together with the fiqih learning achievemen. This is demonstrated by the multiple correlation coefficient between X¹ and X² with Y obtained price r = 0,772 and determination coefficient 0,595.
H.      JUDUL:
“Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia”
Pendidikan Islam di Indonesia secara kuantitas sangat membanggakan, namun dari segi kualitas masih perlu banyak pembenahan dan penataan sebagai upaya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam, khususnya di sekolah Islam dan Madrasah.
Ada beberapa aspek yang bisa diupayakan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Islam baik dari segi pemberdayaan komite sekolah dan madrasah, keterlibatan orang tua dan masyarakat maupun peningkatan kompetensi guru sebagai pendidik profesional. Guru sebagai pendidik profesional harus sesuai kualifikasi akademik, mengembangkan potensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Di samping itu guru harus selalu mengupgrade diri secara dinamis melalui kegiatan-kegiatan peningkatan kompetensi dan ketrampilan sebagai pendidikan profesional.
Selain peningkatan keterlibatan dan pemberdayaan aspek komite, guru dan orang tua serta masyarakat, perlu peningkatan proses belajar mengajar dan hasil belajar mengajar di sekolah dan madrasah supaya pendidikan Islam di sekolah Islam dan madrasah bisa lebih tepat sasaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Upaya lain berupa peningkatan etos kerja dari pendidik dan tenaga kependidikan, di samping itu perlu diimbangi perbaikan managemen dan keteladanan dari kepala sekolah dan madrasah juga dari pimpinan yayasan dan lembaga penyelenggara pendidikan itu sendiri.

Pekalongan, 17 Desember 2016

Notulen

IMAM SYAFI’I

Viewing all 249 articles
Browse latest View live